Kubu Ratu Batu Bara Kaltim Buka Suara: Semua sesuai Aturan, Kami Bukan Maling
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tan Paulin, pengusaha batu bara yang beroperasi di Kalimantan Timur yang namanya ramai diberitakan media dan disebut-sebut oleh beberapa orang anggota Komisi VII DPR-RI, membantah keras semua tuduhan miring, pandangan dan pendapat yang mengatakan bahwa pihaknya adalah pelaku bisnis batu bara yang melanggar aturan.
Melalui kuasa hukumnya, Tan Paulin menegaskan bahwa perusahaannya telah menjalankan usaha perdagangan batu bara secara benar, sesuai dengan semua aturan yang digariskan pemerintah. Ia menuding balik pihak-pihak yang memojokkan dirinya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR-RI telah melakukan dugaan tindak pidana pelanggaran KUHP, karena diduga dengan sengaja melakukan pencemaran nama baik.
“Semua tuduhan miring kepada klien kami Ibu Tan Paulin adalah tidak benar. Sama sekali tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum yang sebenar-benarnya,” kata Yudistira SH MSi, Kuasa Hukum Tan Paulin kepada wartawan di Jakarta, Minggu (16/1/2022).
Ia juga membantah keras pandangan, pendapat dan tudingan yang mengatakan bahwa usaha yang dijalankan oleh kliennya telah merusak infrastruktur dan prasarana ekspor di sekitar areal pertambangan di Kaltim.
Seperti diketahui, dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR-RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, nama Tan Paulin mencuat setelah salah seorang anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir mengeluarkan kritik pedas kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM dan jajarannya yang dinilainya tidak becus dalam mengawasi pasokan batu bara, sehingga krisis pasokan batubara untuk kebutuhan domestik pun tidak terhindarkan.
Muhammad Nasir menyebut sosok Tan Paulin sebagai salah seorang pengusaha batu bara yang menjalankan bisnisnya secara curang dan tidak benar. Yudistira mengaku telah berkonsultasi dengan beberapa pakar hukum ihwal pernyataan-pernyataan Nasir tersebut, yang kemudian menjelaskan bahwa pernyataan-pernyataan tersebut secara hukum tidak dapat dibenarkan. “
Justru, pernyataan-pernyataan saudara Muhammad Nasir dapat dikategorikan sebagai adanya dugaan tindak pidana, yakni pencemaran nama baik dan karena itu diduga telah melanggar Pasal 310 KUHP, atau dapat juga dikategorikan sebagai adanya dugaan fitnah karena diduga telah melanggar Pasal 311 KUHP,” ujar Yudistira menegaskan.
Menurut Yudistira, pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Nur Basuki Minarno menjelaskan bahwa Muhammad Nasir tidak dapat berlindung di belakang hak imunitas yang dimiliki oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
“Apakah benar bahwa anggota DPR mendapatkan hak imunitas karena pernyataannya tersebut disampaikan dalam forum RDP? Harus dicatat bahwa hak imunitas diberikan kepada anggota DPR jika memenuhi dua hal yaitu forum dan substansi. Benar pernyataan tersebut diberikan dalam ruang rapat resmi DPR, namun tidak memenuhi syarat substansinya," terangnya.
"Anggota DPR mempunyai tugas budgeting, legislasi, dan monitoring atau pengawasan. Tidak bisa dibenarkan, di forum RDP dan dalam melaksanakan tugas monitoring, seorang anggota DPR lantas menuduh seseorang sebagaimana pernyataannya di atas, karena anggota DPR bukan aparat penegak hukum. Jadi, meskipun menyampaikan pendapat atau pernyataannya di dalam forum resmi seperti RDP, anggota DPR tersebut tidak akan mendapatkan hak imunitasnya, karena tidak sesuai substansinya,” kata Yudistira menirukan ucapan pakar hukum Universitas Airlangga.
Salah satu pernyataan Muhammad Nasir yang cukup tajam, menurut Yudistira, adalah dengan mengatakan bahwa “Tan Paulin Ratu Batubara kerap mengambil hasil tambang batu bara dan tidak melaporkannya kepada pemerintah”. Kalimat inilah yang dinilainya dapat dikategorikan sebagai pernyataan yang diduga telah mencemarkan nama baik kliennya, Tan Paulin.
Bahkan, menurut Yudistira, Nasir juga patut diduga melakukan tindak pidana penghinaan terhadap kliennya. “Nasir mengeluarkan penyataan-pernyataannya di depan umum. Harap dicatat, menurut pasal 315 KUHP, penghinaan di tempat umum, termasuk penyataan dalam bentuk maki-makian seperti yang dilakukan Nasir, sudah patut diduga sebagai pelanggaran pidana,” katanya.
Tak hanya itu, penggunaan kata-kata “mencuri” seperti yang dilontarkan Muhammad Nasir di forum RDP, bagaimanapun tidak dapat dibenarkan. “Ingat, belum ada putusan sidang yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, yang menyatakan bahwa klien saya mencuri. Hati-hati, ini bisa kena pasal 315 KUHP,” tambahnya.
Menurut Yudistira, semua tuduhan yang digencarkan Muhammad Nasir tersebut sangat tidak berdasar. “Kami merasa telah diserang dengan tuduhan-tuduhan yang kejam, tidak berdasar dan sangat mencoreng nama baik klien kami sebagai pengusaha batu bara. Bayangkan, klien kami disebut telah menjual batu bara curian ke luar negeri. Ini adalah tuduhan keji yang tidak benar dan sangat tidak berdasar,” ujar Yudistira geram.
Ia mengatakan, kliennya merasa sangat dirugikan dengan pemberitaan-pemberitaan media terkait tudingan seperti itu, karena semuanya jauh dari kebenaran serta tidak berdasarkan fakta-fakta yang ada.
“Fakta hukum yang sebenarnya adalah klien kami merupakan Pengusaha yang membeli batubara dari tambang-tambang pemegang IUP-OP resmi, dan semua batu bara yang klien kami perdagangkan sudah melalui proses verifikasi kebenaran asal usul barang dan pajak yang sudah dituangkan di LHV (Laporan Hasil Verifikasi) dari surveyor yang ditunjuk,” katanya.
Dijelaskan juga oleh Yudistira bahwa Tan Paulin melakukan perdagangan batu bara dengan benar dan didasari oleh Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan Nomor 94/1/IUP/PMDN/2018 yang terdaftar di Minerba One Data Indonesia.
“Kegiatan penjualan batu bara yang dilakukan oleh klien kami sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Perdagangan batubara dilakukan dengan mengantongi dokumen resmi,” katanya seraya menambahkan bahwa semua kewajiban pembayaran kepada kas negara telah dipenuhi.
Misalnya, royalti fee melalui e-PNBP telah dibayarkan oleh pemegang IUP OP tempat asal barang batu bara secara self assesment melalui aplikasi SIMPONI atau MOMS berdasarkan quality dan quantity batu bara, mengacu kepada Laporan Hasil Verifikasi (LHV) dari surveyor.
Yudistira menegaskan, batu bara yang dijual oleh Tan Paulin ke luar negeri sudah melalui tahapan dan proses yang sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. “Dokumen resmi dari IUP-OP yang memproduksi batu bara sesuai dengan kuota dari RKAB tahun berjalan sudah dikantongi, royalti fee kepada negara juga sudah dibayarkan. Semua sudah sesuai aturan. Kami bukan maling. Kami menjalankan usaha secara benar dan transparan,” katanya.
Melalui kuasa hukumnya, Tan Paulin menegaskan bahwa perusahaannya telah menjalankan usaha perdagangan batu bara secara benar, sesuai dengan semua aturan yang digariskan pemerintah. Ia menuding balik pihak-pihak yang memojokkan dirinya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR-RI telah melakukan dugaan tindak pidana pelanggaran KUHP, karena diduga dengan sengaja melakukan pencemaran nama baik.
“Semua tuduhan miring kepada klien kami Ibu Tan Paulin adalah tidak benar. Sama sekali tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum yang sebenar-benarnya,” kata Yudistira SH MSi, Kuasa Hukum Tan Paulin kepada wartawan di Jakarta, Minggu (16/1/2022).
Ia juga membantah keras pandangan, pendapat dan tudingan yang mengatakan bahwa usaha yang dijalankan oleh kliennya telah merusak infrastruktur dan prasarana ekspor di sekitar areal pertambangan di Kaltim.
Seperti diketahui, dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR-RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, nama Tan Paulin mencuat setelah salah seorang anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir mengeluarkan kritik pedas kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM dan jajarannya yang dinilainya tidak becus dalam mengawasi pasokan batu bara, sehingga krisis pasokan batubara untuk kebutuhan domestik pun tidak terhindarkan.
Muhammad Nasir menyebut sosok Tan Paulin sebagai salah seorang pengusaha batu bara yang menjalankan bisnisnya secara curang dan tidak benar. Yudistira mengaku telah berkonsultasi dengan beberapa pakar hukum ihwal pernyataan-pernyataan Nasir tersebut, yang kemudian menjelaskan bahwa pernyataan-pernyataan tersebut secara hukum tidak dapat dibenarkan. “
Justru, pernyataan-pernyataan saudara Muhammad Nasir dapat dikategorikan sebagai adanya dugaan tindak pidana, yakni pencemaran nama baik dan karena itu diduga telah melanggar Pasal 310 KUHP, atau dapat juga dikategorikan sebagai adanya dugaan fitnah karena diduga telah melanggar Pasal 311 KUHP,” ujar Yudistira menegaskan.
Menurut Yudistira, pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Nur Basuki Minarno menjelaskan bahwa Muhammad Nasir tidak dapat berlindung di belakang hak imunitas yang dimiliki oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
“Apakah benar bahwa anggota DPR mendapatkan hak imunitas karena pernyataannya tersebut disampaikan dalam forum RDP? Harus dicatat bahwa hak imunitas diberikan kepada anggota DPR jika memenuhi dua hal yaitu forum dan substansi. Benar pernyataan tersebut diberikan dalam ruang rapat resmi DPR, namun tidak memenuhi syarat substansinya," terangnya.
"Anggota DPR mempunyai tugas budgeting, legislasi, dan monitoring atau pengawasan. Tidak bisa dibenarkan, di forum RDP dan dalam melaksanakan tugas monitoring, seorang anggota DPR lantas menuduh seseorang sebagaimana pernyataannya di atas, karena anggota DPR bukan aparat penegak hukum. Jadi, meskipun menyampaikan pendapat atau pernyataannya di dalam forum resmi seperti RDP, anggota DPR tersebut tidak akan mendapatkan hak imunitasnya, karena tidak sesuai substansinya,” kata Yudistira menirukan ucapan pakar hukum Universitas Airlangga.
Salah satu pernyataan Muhammad Nasir yang cukup tajam, menurut Yudistira, adalah dengan mengatakan bahwa “Tan Paulin Ratu Batubara kerap mengambil hasil tambang batu bara dan tidak melaporkannya kepada pemerintah”. Kalimat inilah yang dinilainya dapat dikategorikan sebagai pernyataan yang diduga telah mencemarkan nama baik kliennya, Tan Paulin.
Bahkan, menurut Yudistira, Nasir juga patut diduga melakukan tindak pidana penghinaan terhadap kliennya. “Nasir mengeluarkan penyataan-pernyataannya di depan umum. Harap dicatat, menurut pasal 315 KUHP, penghinaan di tempat umum, termasuk penyataan dalam bentuk maki-makian seperti yang dilakukan Nasir, sudah patut diduga sebagai pelanggaran pidana,” katanya.
Tak hanya itu, penggunaan kata-kata “mencuri” seperti yang dilontarkan Muhammad Nasir di forum RDP, bagaimanapun tidak dapat dibenarkan. “Ingat, belum ada putusan sidang yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, yang menyatakan bahwa klien saya mencuri. Hati-hati, ini bisa kena pasal 315 KUHP,” tambahnya.
Menurut Yudistira, semua tuduhan yang digencarkan Muhammad Nasir tersebut sangat tidak berdasar. “Kami merasa telah diserang dengan tuduhan-tuduhan yang kejam, tidak berdasar dan sangat mencoreng nama baik klien kami sebagai pengusaha batu bara. Bayangkan, klien kami disebut telah menjual batu bara curian ke luar negeri. Ini adalah tuduhan keji yang tidak benar dan sangat tidak berdasar,” ujar Yudistira geram.
Ia mengatakan, kliennya merasa sangat dirugikan dengan pemberitaan-pemberitaan media terkait tudingan seperti itu, karena semuanya jauh dari kebenaran serta tidak berdasarkan fakta-fakta yang ada.
“Fakta hukum yang sebenarnya adalah klien kami merupakan Pengusaha yang membeli batubara dari tambang-tambang pemegang IUP-OP resmi, dan semua batu bara yang klien kami perdagangkan sudah melalui proses verifikasi kebenaran asal usul barang dan pajak yang sudah dituangkan di LHV (Laporan Hasil Verifikasi) dari surveyor yang ditunjuk,” katanya.
Dijelaskan juga oleh Yudistira bahwa Tan Paulin melakukan perdagangan batu bara dengan benar dan didasari oleh Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan Nomor 94/1/IUP/PMDN/2018 yang terdaftar di Minerba One Data Indonesia.
“Kegiatan penjualan batu bara yang dilakukan oleh klien kami sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Perdagangan batubara dilakukan dengan mengantongi dokumen resmi,” katanya seraya menambahkan bahwa semua kewajiban pembayaran kepada kas negara telah dipenuhi.
Misalnya, royalti fee melalui e-PNBP telah dibayarkan oleh pemegang IUP OP tempat asal barang batu bara secara self assesment melalui aplikasi SIMPONI atau MOMS berdasarkan quality dan quantity batu bara, mengacu kepada Laporan Hasil Verifikasi (LHV) dari surveyor.
Yudistira menegaskan, batu bara yang dijual oleh Tan Paulin ke luar negeri sudah melalui tahapan dan proses yang sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. “Dokumen resmi dari IUP-OP yang memproduksi batu bara sesuai dengan kuota dari RKAB tahun berjalan sudah dikantongi, royalti fee kepada negara juga sudah dibayarkan. Semua sudah sesuai aturan. Kami bukan maling. Kami menjalankan usaha secara benar dan transparan,” katanya.
(akr)