Kasus Pengadaan Pesawat ATR-71-600, Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar: Ada Hitungan Bisnisnya

Senin, 17 Januari 2022 - 20:37 WIB
loading...
Kasus Pengadaan Pesawat...
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Emirsyah Satar menerangkan pengadaan pesawat ATR-72-600 didasarkan pada sejumlah perhitungan, baik perhitungan bisnis hingga penugasan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Emirsyah Satar menerangkan pengadaan pesawat ATR-72-600 didasarkan pada sejumlah perhitungan, baik perhitungan bisnis hingga penugasan. Hal itu diutarakan Afrian Bondjol selaku kuasa hukum Emirsyah Satar.



Secara bisnis kata Afrian, pengadaan ATR-72-600 diyakini menguntungkan bagi Garuda Indonesia . Saat itu manajemen melakukan analisis fundamental dan teknis, hingga perhitungan bisnis plan sebelum manajemen menyetujui pengadaan pesawat ATR-72-600.

Meski begitu, persetujuan pengadaan jenis armada pesawat terjadi setelah PT Citilink Indonesia mengalihkan pesawat ATR-72-600 kepada emiten dengan kode saham GIAA itu. Sebelumnya, pengadaan dilakukan antara Citilink dengan lessor atau perusahaan penyewa pesawat.

"Dalam proses pengalihan pesawat dari Citilink ke Garuda Indonesia, tentu tidak serta merta. Ini perusahaan sekelas Garuda dalam hal mengambil suatu kebijakan atau corporate action, tentu pada analisis, atau pada bisnis modelnya, bisnis plannya, tentu tidak serta merta memberikan persetujuan atau kebijakan pengadaan tersebut," ujar Afrian dalam konferensi pers, Senin (17/1/2022).

Afrian juga mengakui, pengalihan pengadaan pesawat ATR-72-600 kepada Garuda sempat mendapat penolakan dari Dewan Komisaris emiten pelat merah itu. Alasan penolakan lantaran Garuda Indonesia harus memberikan jaminan kepada lessor. Afrian sendiri enggan menjelaskan jaminan yang dimaksud.

Hanya saja, merujuk pada keterangan Kementerian BUMN yang dipaparkan dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, salah satu jaminan yang harus tanggung Garuda adalah menyepakati harga sewa pesawat sebesar 26% atau paling tinggi atas rata-rata harga sewa pesawat secara global.

Sebaliknya, belum ada keterangan dari pihak Emirsyah Satar alasan kenapa dewan komisaris berbalik memberikan persetujuan dari semula menolak pengadaan ATR-72-600. Afrian secara normatif memandang, persetujuan itu untuk mendukung program kerja pemerintah saat itu.

"Apa yang ingin saya sampaikan bahwa kebijakan ini tidak diambil serta merta. Ini hanya semata-mata mendukung program pemerintah pada saat itu. Mengikuti tata kelola perusahaan yang baik dan benar," tutur dia.

Tak hanya itu, pengadaan pesawat itu pun diklaim untuk mendukung konektivitas transportasi udara antar pulau di Indonesia. Dukungan inilah disebut sebagai program penugasan yang diterima Garuda Indonesia.

"Dimana, konektivitas pada saat ini pemerintah memiliki kebijakan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia 2011-2025, jadi intinya mempermudah konektivitas antar pulau di Indonesia," papar dia.



Perkara pengadaan pesawat ATR-73-600 kini menjadi sorotan publik usai Menteri BUMN Erick Thohir mengajukan laporan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) yang berisikan adanya indikasi korupsi yang dilakukan manajemen maskapai penerbangan pelat merah itu sebelumnya.

Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pun telah memeriksa Emirsyah Satar.

Pemeriksaan itu terjadi pada Senin pekan lalu. Diketahui, saat ini Emir mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Jawa Barat, sejak Februari 2021. Dia dihukum selama 8 tahun penjara atas kasus korupsi dan pencucian uang terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus, Rolls-Royce, ATR, dan Bombardier yang diusut oleh KPK.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3278 seconds (0.1#10.140)