Aturan Anyar PLTS Atap Terbit, Berpeluang Datangkan Investasi Rp63,7 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian ESDM resmi menerbitkan aturan baru yang mengatur ketentuan PLTS atap , yaitu Permen ESDM No. 26 Tahun 2021. Kehadiran aturan ini memperjelas proses bisnis dan tata kelola PLTS atap ke depannya.
Diberlakukannya Permen 26 Tahun 2021 mendorong percepatan target PLTS atap sebesar 3,6 GW yang akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025. Menurut perhitungan Kementerian ESDM, penetapan target ini berdampak positif pada beberapa hal.
Misalnya, terdapat potensi meningkatkan investasi sebesar Rp45 triliun hingga Rp63,7 triliun untuk pembangunan fisik PLTS dan Rp2,04 triliun sampai Rp4,1 triliun untuk pengadaan kWh Exim.
Kemudian, dampak positif lainnya ialah berpotensi menyerap 121.500 orang tenaga kerja dan mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dan meningkatkan daya saing dengan semakin tingginya tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Lalu, penerapan aturan ini mendukung green product sektor jasa dan green industry untuk menghindari penerapan carbon border tax di tingkat global serta menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 4,58 juta ton CO2e.
Terakhir, terdapat potensi penerimaan dari penjualan nilai ekonomi karbon (NEK) sebesar Rp0,06 triliun/tahun (asumsi harga karbon 2 USD/ton CO2e).
Diberlakukannya Permen 26 Tahun 2021 mendorong percepatan target PLTS atap sebesar 3,6 GW yang akan dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025. Menurut perhitungan Kementerian ESDM, penetapan target ini berdampak positif pada beberapa hal.
Misalnya, terdapat potensi meningkatkan investasi sebesar Rp45 triliun hingga Rp63,7 triliun untuk pembangunan fisik PLTS dan Rp2,04 triliun sampai Rp4,1 triliun untuk pengadaan kWh Exim.
Kemudian, dampak positif lainnya ialah berpotensi menyerap 121.500 orang tenaga kerja dan mendorong tumbuhnya industri pendukung PLTS di dalam negeri dan meningkatkan daya saing dengan semakin tingginya tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Lalu, penerapan aturan ini mendukung green product sektor jasa dan green industry untuk menghindari penerapan carbon border tax di tingkat global serta menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 4,58 juta ton CO2e.
Terakhir, terdapat potensi penerimaan dari penjualan nilai ekonomi karbon (NEK) sebesar Rp0,06 triliun/tahun (asumsi harga karbon 2 USD/ton CO2e).
(uka)