Dihantam Kebijakan Keras Beijing, Harta 3 Pengusaha Properti Papan Atas China Raib Rp428,6 T

Rabu, 02 Februari 2022 - 10:24 WIB
loading...
Dihantam Kebijakan Keras...
Hari-hari kejayaan sektor properti yang mendominasi daftar orang terkaya China tampaknya bakal berakhir. Tiga pengusaha papan atas properti China melihat kekayaan mereka secara kolektif telah anjlok. Foto/Dok
A A A
BEIJING - Hari-hari kejayaan sektor properti yang mendominasi daftar orang terkaya China tampaknya bakal berakhir. Kebijakan keras Beijing dengan mereformasi sektor real estate nasional telah dibayar mahal oleh tiga pengembangkan properti teratas di Negeri Tirai Bambu -julukan China- tersebut.

Tiga pengusaha papan atas properti China melihat kekayaan mereka secara kolektif telah anjlok sebesar USD30 miliar setara Rp428,6 triliun (Kurs Rp14.288 per USD) sejak Daftar Miliarder Dunia diterbitkan pada bulan April.



Lenyapnya harta kekayaan dirasakan oleh orang-orang kaya China seperti Hui Ka Yan, Yang Huiyan dan Sun Hongbin. Kondisi ini jadi sinyal bahwa masa kejayaan pertumbuhan dua digit dalam penjualan dan keuntungan real estat China sudah berakhir dan kerugian lebih besar terus membayangi.

"Real estat mungkin akan diubah menjadi layanan publik seperti utilitas," kata Hong Hao, managing director dan kepala penelitian di Bocom International di Hong Kong.

"Margin keuntungan akan terbatas dan tidak ada yang akan diizinkan menghasilkan banyak uang," sambungnya.

Analis mengatakan, Presiden China Xi Jinping membayangkan pasar yang relatif tenang dimana para pengembang bakal membangun perumahan yang lebih terjangkau. Pemimpin negara itu bertekad mengekang pinjaman yang berlebihan di sektor properti.

Xi Jinping juga ingin menghentikan kenaikan harga real estat yang meroket dan rata-rata telah membebani keuangan rumah tangga, menghalangi mereka untuk membelanjakan lebih banyak uang pada bidang-bidang seperti membesarkan anak, dan memperburuk kesenjangan kekayaan antara orang kaya dan miskin yang terus melebar di negara itu.

Miliarder Hui Ka Yan menanggung beban dari kebijakan tersebut. China Evergrande Group meminta kreditor lepas pantai agar lebih bersabar dengan tidak mengambil "tindakan hukum agresif" ketika perusahaan merumuskan rencana restrukturisasi.

Evergrande, yang pernah menjadi pengembang terbesar di China, telah terjebak dalam krisis likuiditas setelah China menetapkan batas pinjaman dan mengeluarkan kebijakan "tiga garis merah" pada Agustus 2020.

Hui telah kehilangan 80% dari kekayaannya yang pada tahun 2017 tercatat mencapai lebih dari USD42,5 miliar. Kini Ia sedang berjuang untuk membayar lebih dari USD300 miliar dalam bentuk kewajiban kepada kreditur.

Didorong oleh keyakinan bahwa harga perumahan akan terus naik, dan pendapatan bakal meningkat, Evergrande meminjam dari karyawannya, investor ritel, serta berbagai lembaga keuangan termasuk bank dan perusahaan untuk memperoleh tanah dan membangun apartemen.

Tetapi setelah dana mengering dan harga rumah jatuh, model bisnia seperti yang diterapkan Evergrande berubah menjadi bangkrut.

Seluruh pasar telah melihat parade default tidak hanya Evergrande, tetapi Kaisa Group, Shimao Group, China Aoyuan Group dan Guangzhou R &F Properties, melakukan aksi jual dalam obligasi dan saham. Lalu meluas ke sektor terkait seperti Country Garden dan Longfor Properties.

Pekan lalu kegelisahan pasar menyebar ke saham Country Garden yang terdaftar di bursa Hong Kong. Dimana Ia anjlok sebanyak 8,1% hanya dalam satu hari karena kekhawatiran bahwa perusahaan telah gagal memenangkan dukungan yang cukup dari investor untuk kemungkinan kesepakatan obligasi konversi.



Krisis kepercayaan menyebabkan Chairman Country Garden Yang Huiyan, wanita terkaya di China, melihat kekayaannya turun lebih dari USD1 miliar hanya dalam satu hari. Meskipun kepanikan surut pada hari berikutnya dan saham pulih untuk menutup kerugian.

Kekayaan bersih Yang telah menyusut hingga USD6,2 miliar sejak April karena saham perusahaannya anjlok lebih dari sepertiga, serta menyeret kekayaannya turun menjadi USD23,4 miliar.

Sun's Sunac baru-baru ini eringkatnya dipangkas oleh Fitch Ratings dan S&P Global Ratings. Mengutip Fitch menerangkan, "penurunan fleksibilitas keuangan perusahaan di tengah volatilitas pasar modal yang tinggi."

Perusahaan mengumpulkan USD580 juta pada pertengahan Januari dengan menjual 452 juta saham dengan harga masing-masing dolar HK 10 atau diskon 15% untuk harga penutupan pada saat itu. Tetapi membutuhkan lebih banyak likuiditas, dan mungkin harus menjual aset nantinya, menurut Fitch.

Pemerintah China menyadari bahwa perombakan real estat bakal berdampak pada semua orang. Tetapi penyesuaian kebijakan baru-baru ini tidak boleh menyurutkan tekad, kata Qu Hongbin, kepala ekonom China dan co-head Asia Economics di HSBC di Hong Kong.

"Tekad tetap besar dan kekuatan reformasi belum pernah terjadi sebelumnya," katanya.

Namun untuk menghindari meluasnya dampak negatif ke banyak sektor, yang menurut beberapa perkiraan bisa mencapai 5% dari PDB China. Merespons hal itu, pihak berwenang telah mengeluarkan arahan mempercepat persetujuan hipotek, memudahkan pendanaan untuk merger dan akuisisi tertentu.

Ditambah serta memotong suku bunga utama untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun untuk membantu meningkatkan ekonomi secara keseluruhan. Penurunan sektor real estat, wabah virus corona yang berkepanjangan serta perlambatan pertumbuhan ekspor terus membayangi ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Pada bulan Desember, penjualan rumah menyusut 19,6% dari tahun sebelumnya, dan investasi properti menurun sebesar 14%. Sementara pembiayaan yang diterima oleh pengembang real estat turun sebanyak 19,3%.

Beberapa analis telah mendesak kehati-hatian dalam mereformasi pasar properti. "Mengingat tantangan yang saat ini dalam ekonomi secara keseluruhan, merombak sektor real estat seharusnya dilanjutkan dengan lebih hati-hati," kata Shen Meng, direktur di bank investasi Chanson &Co yang berbasis di Beijing.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1325 seconds (0.1#10.140)