Masuk Jebakan Liberal, 3 Permen Tak Mampu Atasi Masalah Minyak Goreng

Jum'at, 04 Februari 2022 - 04:58 WIB
loading...
Masuk Jebakan Liberal, 3 Permen Tak Mampu Atasi Masalah Minyak Goreng
Pedagang menata minyak goreng kemasan di kiosnya. ANTARA FOTO
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyebut saat ini Indonesia tengah dihadapkan pada struktur pasar persaingan sempurna yang menyebabkan di Indonesia tidak ada afirmasi terhadap harga kebutuhan pokok dalam negeri, khususnya yang tengah berpolemik saat ini adalah minyak goreng .

Dia menilai langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 1 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), kini tidak dapat berlaku lagi di Indonesia.

“Kemendag telah mengeluarkan Permendag nomor 1 tahun 2022 tentang perluasan minyak goreng, Bayangkan itu nggak laku Permen (peraturan menteri) karena memang pasokannya kurang,” ujarnya dalam webinar, dikutipJumat (4/2/2022).



Kemudian, lanjut Herman, pemerintah mengeluarkan Permendag nomor 3 tahun 2022sebagai payung kebijakan minyak goreng satu harga yang dibanderol Rp14.000 per liter. “Ini nggak laku (tidak berjalan dengan baik) juga, jadi mental dan tak berlaku,” tukasnya.

Sementara itu, pada 26 Januari 2022, Kemendag kembali menerbitkan Permendag no 6 tahun 2022 yang berisi penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) baru minyak goreng sawit, baik untuk minyak goreng curah maupun kemasan.



“Ini artinya apa, kita masuk ke pasar persaingan sempurna, tidak ada afirmatif price di Indonesia. Bahkan, kalau ada domestic market obligation (DMO) untuk CPO (minyak sawit mentah) saya juga masih pesimis. Kita sudah masuk jebakan liberal,” tuturnya.

Dengan begitu, imbuh Herman, ke depan yang harus diupayakan adalah cara agar Indonesia mampu kembali menguasai konsesi atas segala produk dan hasil pangan di Indonesia untuk memegang teguh Undang-undang dan Pancasila.



“Produksi dalam negeri tidak mampu menyeimbangi untuk bisa menjadi pemain yang berbasis lokal. Indonesia tak akan mampu melihat proyeksi masa depan yang lebih baik, khususnya pangan dan energi harus menjadi kemampuan negara,” tegasnya.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1107 seconds (0.1#10.140)