Kisah Sukses Petani Banyuwangi Raup Omzet Ratusan Juta Berkat Listrik PLN
loading...
A
A
A
Melihat percobaannya sukses, para petani lain pun mulai memasang lampu di kebun-kebun yang jauh dari aliran listrik PLN. Meski mahal tapi mereka tetap nekat. Sebab, lampu di kebun terbukti meningkatkan produktivitas nyaris dua kali lipat, dan tak kalah pentingnya, berbuah di luar musim sehingga harganya tinggi.
“Petani di Banyuwangi itu dikenal sebagai petani wani, pemberani. Berani modal asal hasilnya setimpal. Di kampung saya ini ada empat gardu induk, itu khusus untuk penerangan lampu di kebun,” ujarnya.
Edy sendiri kini memiliki tujuh hektare lahan buah naga. Enam hektare di antaranya telah menerapkan penerangan lampu secara intensif. Hasil penjualan per tahunnya mencapai miliaran rupiah.
Gerak Cepat PLN
Melihat antusiasme para petani untuk menerapkan Electrifying Agriculture, PLN pun merespons dengan langsung memasang jaringan khusus untuk para petani. Berawal dari Kecamatan Purwokarjo, intensifikasi pertanian buah naga itu kemudian berkembang hingga ke kecamatan lain dan terus meluas hingga saat ini.
Kemudahan jaringan ini kemudian disusul dengan penerapan Electrifying Agriculture lainnya, seperti untuk pengairan. Sebelumnya, petani menggunakan mesin pompa air berbahan bakar diesel sehingga kebutuhan biayanya cukup tinggi yaitu sekitar Rp8,9 juta per bulan.
"Kini setelah menggunakan listrik PLN, biaya yang dikeluarkan hanya Rp4,6 juta per bulan," ujar Edy.
Dia menambahkan migrasi alat pertanian ini membuat petani lebih hemat dan tetap produktif. Kini, total produksi buah naga di Banyuwangi meningkat dari 19.068 ton per tahun menjadi 98.436 ton per tahun. "Kami berharap kolaborasi PLN dan para petani tidak berhenti sampai di sini saja, tetapi semakin erat dan menguntungkan karena membuat petani maju dan sejahtera," ujarnya.
Melimpahnya panen buah naga membuka peluang lainnya. Misalnya saja, pemanfaatan buah naga menjadi makanan olahan seperti dodol buah naga, keripik buah naga dan mi buah naga.
Saat ini, Edy rutin memberikan pembinaan terkait bagaimana cara meningkatkan produktivitas buah naga, baik cara merawat tanaman buah naga maupun cara menggunakan lampu pada saat di luar musim.
“Petani di Banyuwangi itu dikenal sebagai petani wani, pemberani. Berani modal asal hasilnya setimpal. Di kampung saya ini ada empat gardu induk, itu khusus untuk penerangan lampu di kebun,” ujarnya.
Edy sendiri kini memiliki tujuh hektare lahan buah naga. Enam hektare di antaranya telah menerapkan penerangan lampu secara intensif. Hasil penjualan per tahunnya mencapai miliaran rupiah.
Gerak Cepat PLN
Melihat antusiasme para petani untuk menerapkan Electrifying Agriculture, PLN pun merespons dengan langsung memasang jaringan khusus untuk para petani. Berawal dari Kecamatan Purwokarjo, intensifikasi pertanian buah naga itu kemudian berkembang hingga ke kecamatan lain dan terus meluas hingga saat ini.
Kemudahan jaringan ini kemudian disusul dengan penerapan Electrifying Agriculture lainnya, seperti untuk pengairan. Sebelumnya, petani menggunakan mesin pompa air berbahan bakar diesel sehingga kebutuhan biayanya cukup tinggi yaitu sekitar Rp8,9 juta per bulan.
"Kini setelah menggunakan listrik PLN, biaya yang dikeluarkan hanya Rp4,6 juta per bulan," ujar Edy.
Dia menambahkan migrasi alat pertanian ini membuat petani lebih hemat dan tetap produktif. Kini, total produksi buah naga di Banyuwangi meningkat dari 19.068 ton per tahun menjadi 98.436 ton per tahun. "Kami berharap kolaborasi PLN dan para petani tidak berhenti sampai di sini saja, tetapi semakin erat dan menguntungkan karena membuat petani maju dan sejahtera," ujarnya.
Melimpahnya panen buah naga membuka peluang lainnya. Misalnya saja, pemanfaatan buah naga menjadi makanan olahan seperti dodol buah naga, keripik buah naga dan mi buah naga.
Saat ini, Edy rutin memberikan pembinaan terkait bagaimana cara meningkatkan produktivitas buah naga, baik cara merawat tanaman buah naga maupun cara menggunakan lampu pada saat di luar musim.