Konflik Ukraina-Rusia: Raksasa Makanan Cepat Saji Amerika Terancam

Senin, 28 Februari 2022 - 13:29 WIB
loading...
Konflik Ukraina-Rusia:...
Perusahaan raksasa makanan cepat saji Amerika memiliki banyak hal yang harus dikhawatirkan di tengah perang Rusia dan Ukraina. Menurut perhitungan Yahoo Finance, McDonalds, Papa Johns, KFC, Pizza Hut, Burger King dan Starbucks mengoperasikan sekitar 2.700
A A A
MOSKOW - Perusahaan raksasa makanan cepat saji Amerika memiliki banyak hal yang harus dikhawatirkan di tengah perang Rusia Ukraina . Sebagian besar karena perusahaan makanan cepat saji Barat telah berkembang secara signifikan ke Rusia dengan burger murah dan ayam goreng mereka selama 20 tahun terakhir.

Menurut perhitungan Yahoo Finance, McDonald's, Papa John's, KFC, Pizza Hut, Burger King dan Starbucks mengoperasikan sekitar 2.700 restoran di Rusia. Dua pemain terbesarnya tidak lain yakni McDonald's dan Yum! brand milik KFC yang secara keseluruhan memiliki gerai di 1.900 lokasi.



Tidak jelas apakah Rusia akan bergerak untuk menutup tempat-tempat makanan cepat saji kelahiran Amerika Serikat (AS) ini ketika Barat menjatuhkan sanksi untuk menghukum negara itu karena invasinya ke Ukraina. Tapi para eksekutif di industri bergerak cepat untuk mengurangi kekhawatiran di antara investor tentang potensi bisnis yang hilang.

"Saya kira ada beberapa kekhawatiran bahwa tindakan hari (perang Rusia Ukraina) akan berdampak pada perusahaan kami, tapi yang dapat saya katakan kepada Anda adalah bahwa kami tidak melihatnya seperti itu," kata CEO Papa John, Rob Lynch.

"Salah satu hal hebat tentang berada dalam bisnis makanan seperti ini adalah bahwa melalui masa-masa baik dan buruk, biasanya bisnis ini cukup stabil. Kami adalah perusahaan yang beragam secara global. Kami beroperasi di 50 negara," sambung Rob Lynch.

Hal itu disampaikan Lynch menanggapi pertanyaan tentang reaksi tajam di saham Papa John menyusul laporan pendapatan perusahaan yang solid pada hari sebelumnya. Papa John's mengoperasikan 186 toko di Rusia, sesuai laporan tahunan terbarunya.

Pada saat yang sama, industri makanan cepat saji memperingatkan investor bahwa ketegangan geopolitik yang memanas antara Rusia dan Ukraina dapat berdampak pada pendapatan bisnis di masa depan secara keseluruhan. Ini hanya masalah investor melakukan due diligence mereka pada perusahaan untuk memahami eksposur.

"Meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina dan setiap serangan militer potensial Rusia ke Ukraina dapat berdampak buruk pada kondisi makroekonomi, menimbulkan ketidakstabilan regional dan mengakibatkan meningkatnya sanksi ekonomi dari AS dan masyarakat internasional yang berdampak buruk bagi kami dan restoran konsep kami yang berlokasi di Rusia dan Eropa Timur," kata Yum, dalam laporan tahunan yang baru saja dirilis.

"Sejauh ini, sanksi semacam itu membatasi kemampuan kami di wilayah (Rusia) untuk melakukan bisnis dengan pemasok atau vendor tertentu, dan/atau memanfaatkan sistem perbankan dan mentransfer uang tunai," kata Yum.



Burger King mengeluarkan pernyataan serupa dalam laporan tahunan terbarunya. Dimana Burger King sendiri setidaknya memiliki lebih dari 550 restoran di Rusia.

"Konflik antara Rusia dan Ukraina dapat berdampak buruk pada kondisi ekonomi dan permintaan serta mengakibatkan sanksi ekonomi yang meningkat dari AS, Kanada dan negara-negara lain dengan cara yang dapat berdampak buruk bagi kami dan restoran franchisee kami yang berlokasi di Rusia dan Eropa Timur," kata laporan itu.

Kekhawatiran yang disampaikan para pemain bisnis makanan cepat saji soal tindakan Rusia dan inflasi di AS yang menghambat keuntungan tercermin dalam harga saham. Indeks Restoran S &P telah merosot 15% sejak mencapai level tertinggi 52 minggu pada 31 Desember. Saham McDonald's, Restaurant Brands dan Yum! masing-masing turun rata-rata 10% dari tahun ke tahun, menurut analisis data Yahoo Finance Plus.

McDonald's adalah saham makanan berkinerja terburuk di Dow Jones Industrial Average, dimana sahamnya turun 8% year-to-date, dibandingkan dengan kenaikan 4% untuk Coca-Cola.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1465 seconds (0.1#10.140)