Iklim Investasi Nasional Masih Menarik Bagi Investor

Selasa, 16 Juni 2020 - 04:19 WIB
loading...
Iklim Investasi Nasional Masih Menarik Bagi Investor
Iklim investasi di Indonesia masih menjanjikan di tengah pandemi Covid-19. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Iklim investasi di Indonesia masih menjanjikan di tengah pandemi Covid-19. Namun, pertumbuhan ekonomi nasional untuk kuartal dua diprediksi akan lebih berat dibandingkan kuartal pertama 2020.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto mengatakan, sampai saat ini belum ada pembatalan komitmen investasi akibat pandemi Covid-19 di Indonesia.

Menurut dia, yang terjadi adalah penundaan beberapa investasi. Dia mencontohkan investasi Hyundai untuk pembangunan pabrik mobil dan mobil listrik di Indonesia.

"Rencana groundbreaking pada April tahun ini tapi harus ditunda hingga November nanti. Lalu juga investasi pabrik susu senilai Rp4 triliun juga ditunda dari semester I/2020. Penyebabnya masih banyak tenaga ahli mereka yang belum bisa datang," ujar Septian dalam wawancara di IDX Channel di Jakarta, Senin (15/6/2020). (Baca juga : BKPM Sebut Target Realisasi Investasi 2020 Sulit Tercapai )

Menurutnya dua contoh itu menjadi indikator Indonesia masih menarik untuk investor. Meskipun optimistis, tetap diperlukan kehati-hatian. Apalagi, tekanan ekonomi akan lebih berat untuk kuartal dua 2020 dibandingkan kuartal pertama.

Hal ini karena pemberlakuan karantina atau PSBB di berbagai daerah marak dilakukan pada kuartal kedua 2020. "Dengan adanya PSBB tentu akan menekan angka pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan kuartal pertama 2020," ujarnya.

Septian juga menambahkan, meski kondisi berat dialami seluruh dunia, namun pemerintah tetap optimistis menghadapi perlambatan ekonomi akibat pandemi.

Adapun Indonesia beruntung karena pasar domestiknya sangat besar. "Sehingga pertumbuhan ekonomi kita di kuartal pertama 2020 masih positif. Sementara di sejumlah negara, ekonominya justru negatif," ujarnya.

Dari sisi investasi, Septian mengatakan, pemerintah akan fokus pada investasi yang bersifat strategis. Ini berarti investasi yang bisa memberi nilai tambah atas kekayaan alam Indonesia, menciptakan pemerataan pertumbuhan, dan menciptakan lapangan kerja.

Sementara itu, Portfolio Manager Equity Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Andrian Tanuwijaya juga cukup meyakini Indonesia memiliki konsumsi domestik yang menjadi kontributor utama pemulihan yang relatif lebih cepat.

Oleh karena itu, saat ini keberhasilan penanganan Covid-19 benar-benar menjadi menjadi kunci utama kembalinya keyakinan investor di pasar saham.

"Penguatan pasar saham Indonesia didorong oleh optimisme investor terhadap pembukaan ekonomi secara bertahap. Kita tergantung seberapa cepat perekonomian kembali dibuka normal," ujar Andrian.

Menurutnya secara fundamental pasar saham Indonesia masih menawarkan peluang yang menarik. Valuasi saat ini -1 standar deviasi dari periode 10 tahun terlihat sangat menarik.

Disamping itu, memperhitungkan proyeksi pertumbuhan earnings tahun ini yang merupakan salah satu yang terendah di kawasan, dibandingkan dengan kinerja tahun berjalan IHSG per 3 Juni yang sudah turun -21%. "Tampaknya potensi downside risk pasar saham Indonesia sudah semakin terbatas," ujarnya.

Begitu juga untuk earnings di tahun 2021 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang positif dikarenakan low base effect di tahun 2020. Pertumbuhan earnings pada umumnya akan sejalan dengan pertumbuhan PDB. Berdasarkan proyeksi dari lembaga internasional serta pemerintah Indonesia, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan pulih di tahun 2021.

Akan tetapi, lanjut dia, memang besaran dari tingkat pemulihan pertumbuhan ekonomi masih belum pasti. Ini karena apa yang dialami saat ini berkaitan dengan pandemi global, kejadian luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya di jaman modern.

Tidak ada kejadian di masa lalu yang bisa dijadikan sebagai tolok ukur atau pembanding yang tepat untuk dapat mengevaluasi apa yang dialami saat ini.

"Oleh sebab itu memang agak sulit untuk dapat memproyeksikan besaran angka pertumbuhan laba perusahaan bukan hanya untuk tahun 2021, namun juga untuk tahun 2020 ini. Kondisi ini sesungguhnya menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi investor di pasar saham," ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin menambahkan, penguatan nilai tukar rupiah tidak terlepas dari sentimen kondisi pasar global dan domestik. Sehingga sinergi kebijakan fiskal dan moneter perlu terus dioptimalkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Pasar merespon positif berbagai langkah pemulihan ekonomi Indonesia sehingga memicu masuknya portofolio investasi ke dalam instrumen SBN. Hal ini mendorong pasokan valuta asing (valas) yang menopang peningkatan cadangan devisa. Namun, BI juga harus terus memastikan intervensi moneter tetap dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pasar agar rupiah tetap stabil,” ujarnya.

Puteri juga menilai bauran kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah perlu dijaga tetap seimbang terhadap upaya pemulihan ekonomi. Semua demi mendorong peningkatan daya saing ekonomi nasional di tengah penanganan pandemi Covid-19.

Dia menegaskan, koordinasi dan sinergi antara pemerintah, BI, OJK, dan LPS dalam upaya pemulihan ekonomi dan penguatan nilai tukar rupiah, harus terus terjaga dan dilaksanakan dalam koridor kehati-hatian atau tetap prudent, serta agar pelonggaran kebijakan moneter BI berjalan efektif.

"Selain itu juga harus diiringi dengan percepatan stimulus fiskal dan relaksasi kredit bagi sektor riil yang mulai beroperasi. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi sentimen positif dan menjaga kepercayaan investor,” ujar Puteri.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1755 seconds (0.1#10.140)