Perang Rusia-Ukraina Bikin 4 Perusahaan Pilih Tutup Ketimbang Cari Untung

Kamis, 10 Maret 2022 - 17:35 WIB
loading...
Perang Rusia-Ukraina Bikin 4 Perusahaan Pilih Tutup Ketimbang Cari Untung
Perang Rusia dengan Ukraina membuat Shell menutup usahanya di Rusia. Foto/Reuters
A A A
JAKARTA - Perang Rusia dengan Ukraina membuat sejumlah perusahaan di dunia menutup atau menarik diri sementara dari Rusia . Eksodus massal ini dilakukan menyusul berbagai sanksi internasional yang diberikan kepada Rusia atas invasinya ke Ukraina.



Langkah eksodus atau behenti beroperasi merupakan bentuk dukungan sanksi terhadap Rusia. Beberapa brand ternama seperti jam mewah Rolex, McDonalds, Pizza Hut, hingga Coca Cola telah mengumumkan penangguhan produksinya di Rusia sampai waktu yang belum ditentukan.

Selain beberapa perusahaan tersebut, masih ada perusahaan lain yang menghentikan produksinya dari Rusia. Dihimpun dari berbagai sumber, berikut 4 perusahaan yang tutup atau menarik diri dari Rusia:

1. Shell Plc
Shell Plc merupakan perusahaan minyak dan gas multinasional yang memiliki kantor pusat di Belanda dan terdaftar juga di Inggris. Shell tercatat sebagai perusahaan terbesar ketujuh di dunia jika melihat dari pendapatannya, serta menjadi salah satu dari enam perusahaan minyak dan gas terbesar di dunia.

Shell memutuskan untuk tutup dan menarik diri dari Rusia setelah invasi Rusia ke Ukraina. Pihak Shell bahkan mengakhiri kemitraan dengan Gazprom, termasuk fasilitas gas alam cair Sakhalin-II dan keterlibatannya dalam project pipa Nord Stream 2 yang diblokir Jerman pekan lalu. Padahal, kedua project tersebut memiliki nilai sekitar USD3 miliar.

Shell juga menyatakan bahwa langkah selanjutnya yang diambil adalah menutup semua pom bensin dan layanan penjualan bahan bakar serta pelumas di Rusia. Sebelumnya, Kwasi Kwarteng selaku sekretaris bisnis Inggris telah bertemu Chief Executive Shell, Ben Van Beurden, untuk membahas keterlibatan perusahaan Shell dalam sanksi untuk Rusia.

“Shell telah membuat pilihan yang tepat. Sekarang ada keharusan moral yang kuat bagi perusahaan Inggris untuk ikut mengisolasi Rusia,” kata Kwasi.

2. Toyota Motor Corp

Perusahaan berikutnya yang tutup dan menarik diri dari Rusia adalah Toyota Motor Corp. Perusahaan Jepang ini bergabung dengan perusahaan lain yang terlebih dahulu menarik diri dari Rusia. Toyota Motor Corp mengatakan bahwa pihaknya menghentikan produksi St.Petersburg mulai 4 Maret 2022, serta menghentikan pengiriman kendaraan ke Rusia.

Padahal, produksi Toyota di St.Petersburg mencapai sekitar 80.000 kendaraan pada tahun 2021. Selain itu, pabrik Toyota di St.Petersburg juga mempekerjakan sekitar 2.600 orang. Pihak Toyota juga membenarkan adanya gangguan pasokan terkait konflik Rusia dengan Ukraina.

Selain Toyota sendiri, para kompetitornya seperti Honda juga telah menghentikan ekspor mobil dan motor ke Rusia.



3. Daimler Truck

Perusahaan berikutnya yang tutup dan menarik diri dari Rusia adalah Daimler Truck. Daimler Truck memutuskan penghentian bisnisnya di Rusia menyusul perang yang terjadi. Daimler Truck Holding AG merupakan salah satu produsen kendaraan komersial terbesar di dunia.

Daimler Truck telah menangguhkan semua kerja sama dengan mitra usaha patungan lokal Kamaz PJSC yang 47% sahamnya dimiliki oleh konglomerat Rusia, Rostec.

4. General Motors

General Motors menjadi nama selanjutnya dari perusahaan yang tutup atau menarik diri dari Rusia karena pecahnya perang Rusia dengan Ukraina. Pihak General Motors mengkonfirmasi penghentian pengiriman barangnya ke Rusia dengan sejumlah alasan seperti faktor pasokan dan hal lain yang berada di luar kendali perusahaan.

Perusahaan yang bermarkas di Detroit, Amerika Serikat, tersebut walaupun tidak memiliki pabrik di Rusia, namun tetap memasok ribuan kendaraan setiap tahunnya. Selain General Motors, perusahaan lain seperti Volvo Car, hingga Harley Davidson Inc juga telah mengumumkan penghentian penjualan dan produksinya di Rusia.



Keputusan hengkang dan menghentikan produksi jelas akan membuat perusahaan-perusahaan itu mengalami kerugian yang tak sedikit. Namun, mereka lebih memilih solidaritas sanksi ketimbang mencari keuntungan.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1678 seconds (0.1#10.140)