Butuh Kolaborasi Dorong Ketahanan Bisnis dan Rumah Tangga di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 diakui telah berdampak kepada banyak sektor dan bidang usaha di Indonesia. Untuk mengatasinya, butuh usaha kolaboratif dari seluruh sektor, baik pemerintah, korporasi, komunitas maupun organisasi nonprofit.
Hal itu mengemuka dalam Gagas Indonesia Forum: #SaveTalk Eps.01, Thought Leaders Webinar Series bertajuk "Mendorong ketahanan bisnis dan rumah tangga di Indonesia" yang kerja sama Save The Children dan Dreya Communications, yang digelar hari ini. Thought Leaders Webinar Series merupakan seri diskusi konstruktif yang meibatkan para pemimpin bisnis, pejabat publik, profesional multisektor, tokoh, dan pimpinan multi-industri untuk melahirkan soulsi maupun intervensi berdampak sosial yang praktis dan strategis terhadap situasi Covid-19.
Save the Children Indonesia selaku penyelenggara telah melakukan Rapid Need Assesment (RNA) kepada 15.000 responden dari berbagai daerah di Indonesia. Hasilnya, 1 dari 3 keluarga kehilangan mata pencaharian, 1 dari 5 orang tua tidak dapat memberikan fasilitas belajar bagi anak-anak selama pandemi yang dapat berdampak pada kenaikan angka drop out. Didapati pula, sebanyak 24 juta balita terancam mengalami malnutrisi akibat Covid-19.
"Dalam Gagas Indonesia, kami melihat seberapa besar skala masalah dalam membangun upaya kolaboratif di Indonesia untuk mengatasi tingkat kemiskinan dan pengangguran," ungkap Chief Business Development Save the Children Indonesia Rizal Algamar, selaku moderator dalam webinar tersebut, Selasa (16/6/2020).
(Baca Juga: Dampak Covid-19, Sri Mulyani: Ekonomi Kuartal II Akan Lebih Berat)
Melalui PP No 23 Tahun 2020, lanjut dia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang membantu masyarakat yang dilaksanakan dengan prinsip asas keadilan, mendukung pelaku usaha, dan menerapkan kaedah kebijakan yang penuh kehati-hatian.
Melihat masifnya dampak Covid-19 terhadap kondisi sosial, ekonomi, kesehatan dan berbagai aspek kehidupan masyarakat, khususnya anak-anak, Save the Children percaya bahwa perbaikan kondisi pasca-Covid-19 hanya bisa dikerjakan secara kolaboratif. Seluruh sektor, kata Rizal, harus mengembalikan sifat kegotong-royongan bangsa Indonesia. Sebab, tegas dia, hanya gerakan masif, terkoordinasi dan terfokus pada dampaklah yang dapat mengubah keadaan.
Dia menambahkan, Save the Children Indonesia telah meluncurkan "Protect A Generation" inisiatif yang fokus pada mitigasi risiko transmisi Covid-19, kelanjutan pendidikan untuk anak, perlindungan anak dan pemulihan penghidupan keluarga.
Gagas Indonesia: #SaveTalk yang diselenggarakan oleh Save the Children Indonesia menghadirkan lima orang narasumber, yakni Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Dr. Adi Budiarso, FCPA, Banker and Commisioner PT Bank Jago Tbk Anika Faisal, CEO Sandi Mas Group Linda Tan, Communication, Public Affairs and Sustainability Director L’oreal Indonesia Melanie Masriel, dan Deputy Head of Global Communication APP Sinar Mas Lia Mariani.
Pembicara lainnya, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Adi Budiarso mengatakan, Covid-19 merupakan krisis terbesar yang terjadi di dunia. Sebab, tidak hanya merontokkan demand, pandemi ini juga telah merontokkan sisi supply production dan juga pasar dengan adanya lockdown yang menghentikan segala aktivitas.
Kendati demikian, kata dia, Indonesia adalah 1 dari 3 negara yang diprediksi pendapatan dari pajaknya masih positif, yakni sebesar 2%. Sedang untuk skenario terburuk, pendapatan pajak berkurang sebesar 0,045%. Maka dari itu, strategi dari pemerintah adalah memulai kapasitas dukungan kepada masyarakat, terutama masyarakat kurang mampu.
"Saat ini literasi keuangan Indonesia masih sangat rendah. Padahal literasi keuangan yang dimulai dari keluarga perlu menjadi kunci untuk memulai kebiasaan go-digital sehingga pemerintah dapat memantau dan mungkin melakukan intervensi kepada masyarakat yang membutuhkan," ujar Adi Budiarso.
Kunci dari bertahan dari situasi ini di Indonesia menurutnya adalah keberanian untuk meningkatkan kapasitas pendanaan guna meningkatkan sistem kesehatan dalam menghadapi situasi perubahan ke new normal. Adapun pengusaha yang terdampak diharapkan memiliki ketahanan dan semangat untuk bangkit kembali dengan bantuan subsidi dari pemerintah. Selain itu, masyarakat diimbau untuk memiliki aspirasi untuk transformasi dan membangun inovasi.
Selanjutnya, Bankir dan and Komisaris Bank Artos Anika Faisal mengatakan, Covid-19 harus dihadapi dengan sikap positif dalam keluarga, seperti menentukan prioritas. Sebab, kata dia, dalam situasi ini sangat penting untuk mengetahui bahwa dana yang dimiliki hanya akan dibelanjakan untuk kebutuhan yang penting saja.
Anika juga menyebutkan, situasi Covid tidak memberikan banyak waktu kepada masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada. Namun, situasi saat ini memaksa penggunaan teknologi digital secara luas, termasuk pada kalangan bawah, antara lain untuk mendapatkan akses pendanaan dari sektor keuangan.
"Generasi sekarang adalah generasi instan dan Covid-19 ini memaksa kita untuk segera embrace teknologi dalam melakukan segala kegiatan secara digital," kata Anika. Dia menambahkan, era digital identik dengan kecepatan untuk beradaptasi. Untuk dunia usaha, imbuh dia, harus mampu mencari peluang baru yang sesuai dengan situasi saat ini.
Sementara, CEO Sandi Mas Group Linda Tan mengungkapkan, tujuan jangka pendek dalam keadaan darurat Covid-19 saat ini adalah untuk bertahan hidup. Tapi, untuk jangka menengah-panjang, Linda optimistis Indonesia sebagai negara berkembang akan bangkit. Untuk dunia usaha, kata dia, hal itu berarti kebutuhan akan produk-produk ke depan akan meningkat. "Dengan kata lain penurunan ini kami harapkan adalah penjualan yang tertunda," tuturnya.
(Baca Juga: Resiliensi Industri di Tengah Pandemi)
Dia mengakui, Covid-19 memang memengaruhi rantai pasokan komoditas. Namun, kata dia, khususnya bagi Sandi Mas Group dampak tersebut tidak signifikan. Sebab, pihaknya memiliki kerja sama dengan beberapa negara lain seperti China, Vietnam, dan Malaysia. Sandi Mas Group pun menurutnya berkomitmen untuk tidak mem-PHK karyawannya, serta menjamin kemampuan finansial pegawai meski mengurangi biaya operasi.
Di bagian lain, Communication, Public Affairs and Sustainability Director L’oreal Indonesia Melanie Masriel yang mewakili PT L’oreal Indonesia mengatakan, pasar barang-barang konsumsi saat ini fluktuaktif tergantung pada fokus produk yang dijual. Untuk mengatasi kondisi saat ini, kata dia, L’oreal melakukan social listening. Dia menegaskan, masih banyak kesempatan yang bisa dijelajahi di pasar, yang dalam hal ini bagi L’oreal kategorinya adalah self-care.
"Bisa dibilang saat ini konsumen memiliki waktu lebih untuk merawat diri sehingga produk dalam kategori self-care atau skin-care tetap bertahan. Perusahaan juga melihat channel mana yang masih dinamis seperti convenient store, atau supermarket yang masih buka, sehingga menjadi fokus mass market kami," jelas Melanie.
Di samping itu, kata dia, terdapat fenomena chat and shop dimana pembelanjaan kini dapat dilakukan dengan melakukan chat dengan penjual yang juga diterapkan oleh L’oreal. Para beauty advisor dikerahkan untuk memberikan konsultasi kepada konsumen sehingga produk dapat tersalurkan dengan tepat. Selain itu, e-commerce pun digenjot secara signifikan untuk meng-offset keadaan penjualan. Karena itu, aktivitas digital menjadi salah satu fokus L’oreal saat ini.
Deputy Head of Global Communication APP Sinar Mas Lia Mariani dalam kesempatan yang sama mengatakan, pihaknya setuju bahwa dalam kondisi ini semua harus fokus beradaptasi. "Dalam melakukan usaha, kami terus melakukan inovasi dan mengembangkan lini produk hygiene seperti tisu dan masker. Ini tentunya didukung oleh manajemen yang mempercepat proses digitalisasi," ungkapnya.
Dia menegaskan, banyak cara lain untuk menawarkan produk yang sebelumnya ditawarkan secara tatap muka. Saat ini APP Sinar Mas memanfaatkan website yang dimiliki untuk memberikan akses informasi data terhadap barang yang dibutuhkan. Sinar Mas, imbuh dia, juga tetap fokus dalam program pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah kerja perusahaan dengan penyesuaian menurut protokol kesehatan yang berlaku.
Hal itu mengemuka dalam Gagas Indonesia Forum: #SaveTalk Eps.01, Thought Leaders Webinar Series bertajuk "Mendorong ketahanan bisnis dan rumah tangga di Indonesia" yang kerja sama Save The Children dan Dreya Communications, yang digelar hari ini. Thought Leaders Webinar Series merupakan seri diskusi konstruktif yang meibatkan para pemimpin bisnis, pejabat publik, profesional multisektor, tokoh, dan pimpinan multi-industri untuk melahirkan soulsi maupun intervensi berdampak sosial yang praktis dan strategis terhadap situasi Covid-19.
Save the Children Indonesia selaku penyelenggara telah melakukan Rapid Need Assesment (RNA) kepada 15.000 responden dari berbagai daerah di Indonesia. Hasilnya, 1 dari 3 keluarga kehilangan mata pencaharian, 1 dari 5 orang tua tidak dapat memberikan fasilitas belajar bagi anak-anak selama pandemi yang dapat berdampak pada kenaikan angka drop out. Didapati pula, sebanyak 24 juta balita terancam mengalami malnutrisi akibat Covid-19.
"Dalam Gagas Indonesia, kami melihat seberapa besar skala masalah dalam membangun upaya kolaboratif di Indonesia untuk mengatasi tingkat kemiskinan dan pengangguran," ungkap Chief Business Development Save the Children Indonesia Rizal Algamar, selaku moderator dalam webinar tersebut, Selasa (16/6/2020).
(Baca Juga: Dampak Covid-19, Sri Mulyani: Ekonomi Kuartal II Akan Lebih Berat)
Melalui PP No 23 Tahun 2020, lanjut dia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang membantu masyarakat yang dilaksanakan dengan prinsip asas keadilan, mendukung pelaku usaha, dan menerapkan kaedah kebijakan yang penuh kehati-hatian.
Melihat masifnya dampak Covid-19 terhadap kondisi sosial, ekonomi, kesehatan dan berbagai aspek kehidupan masyarakat, khususnya anak-anak, Save the Children percaya bahwa perbaikan kondisi pasca-Covid-19 hanya bisa dikerjakan secara kolaboratif. Seluruh sektor, kata Rizal, harus mengembalikan sifat kegotong-royongan bangsa Indonesia. Sebab, tegas dia, hanya gerakan masif, terkoordinasi dan terfokus pada dampaklah yang dapat mengubah keadaan.
Dia menambahkan, Save the Children Indonesia telah meluncurkan "Protect A Generation" inisiatif yang fokus pada mitigasi risiko transmisi Covid-19, kelanjutan pendidikan untuk anak, perlindungan anak dan pemulihan penghidupan keluarga.
Gagas Indonesia: #SaveTalk yang diselenggarakan oleh Save the Children Indonesia menghadirkan lima orang narasumber, yakni Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Dr. Adi Budiarso, FCPA, Banker and Commisioner PT Bank Jago Tbk Anika Faisal, CEO Sandi Mas Group Linda Tan, Communication, Public Affairs and Sustainability Director L’oreal Indonesia Melanie Masriel, dan Deputy Head of Global Communication APP Sinar Mas Lia Mariani.
Pembicara lainnya, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Adi Budiarso mengatakan, Covid-19 merupakan krisis terbesar yang terjadi di dunia. Sebab, tidak hanya merontokkan demand, pandemi ini juga telah merontokkan sisi supply production dan juga pasar dengan adanya lockdown yang menghentikan segala aktivitas.
Kendati demikian, kata dia, Indonesia adalah 1 dari 3 negara yang diprediksi pendapatan dari pajaknya masih positif, yakni sebesar 2%. Sedang untuk skenario terburuk, pendapatan pajak berkurang sebesar 0,045%. Maka dari itu, strategi dari pemerintah adalah memulai kapasitas dukungan kepada masyarakat, terutama masyarakat kurang mampu.
"Saat ini literasi keuangan Indonesia masih sangat rendah. Padahal literasi keuangan yang dimulai dari keluarga perlu menjadi kunci untuk memulai kebiasaan go-digital sehingga pemerintah dapat memantau dan mungkin melakukan intervensi kepada masyarakat yang membutuhkan," ujar Adi Budiarso.
Kunci dari bertahan dari situasi ini di Indonesia menurutnya adalah keberanian untuk meningkatkan kapasitas pendanaan guna meningkatkan sistem kesehatan dalam menghadapi situasi perubahan ke new normal. Adapun pengusaha yang terdampak diharapkan memiliki ketahanan dan semangat untuk bangkit kembali dengan bantuan subsidi dari pemerintah. Selain itu, masyarakat diimbau untuk memiliki aspirasi untuk transformasi dan membangun inovasi.
Selanjutnya, Bankir dan and Komisaris Bank Artos Anika Faisal mengatakan, Covid-19 harus dihadapi dengan sikap positif dalam keluarga, seperti menentukan prioritas. Sebab, kata dia, dalam situasi ini sangat penting untuk mengetahui bahwa dana yang dimiliki hanya akan dibelanjakan untuk kebutuhan yang penting saja.
Anika juga menyebutkan, situasi Covid tidak memberikan banyak waktu kepada masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada. Namun, situasi saat ini memaksa penggunaan teknologi digital secara luas, termasuk pada kalangan bawah, antara lain untuk mendapatkan akses pendanaan dari sektor keuangan.
"Generasi sekarang adalah generasi instan dan Covid-19 ini memaksa kita untuk segera embrace teknologi dalam melakukan segala kegiatan secara digital," kata Anika. Dia menambahkan, era digital identik dengan kecepatan untuk beradaptasi. Untuk dunia usaha, imbuh dia, harus mampu mencari peluang baru yang sesuai dengan situasi saat ini.
Sementara, CEO Sandi Mas Group Linda Tan mengungkapkan, tujuan jangka pendek dalam keadaan darurat Covid-19 saat ini adalah untuk bertahan hidup. Tapi, untuk jangka menengah-panjang, Linda optimistis Indonesia sebagai negara berkembang akan bangkit. Untuk dunia usaha, kata dia, hal itu berarti kebutuhan akan produk-produk ke depan akan meningkat. "Dengan kata lain penurunan ini kami harapkan adalah penjualan yang tertunda," tuturnya.
(Baca Juga: Resiliensi Industri di Tengah Pandemi)
Dia mengakui, Covid-19 memang memengaruhi rantai pasokan komoditas. Namun, kata dia, khususnya bagi Sandi Mas Group dampak tersebut tidak signifikan. Sebab, pihaknya memiliki kerja sama dengan beberapa negara lain seperti China, Vietnam, dan Malaysia. Sandi Mas Group pun menurutnya berkomitmen untuk tidak mem-PHK karyawannya, serta menjamin kemampuan finansial pegawai meski mengurangi biaya operasi.
Di bagian lain, Communication, Public Affairs and Sustainability Director L’oreal Indonesia Melanie Masriel yang mewakili PT L’oreal Indonesia mengatakan, pasar barang-barang konsumsi saat ini fluktuaktif tergantung pada fokus produk yang dijual. Untuk mengatasi kondisi saat ini, kata dia, L’oreal melakukan social listening. Dia menegaskan, masih banyak kesempatan yang bisa dijelajahi di pasar, yang dalam hal ini bagi L’oreal kategorinya adalah self-care.
"Bisa dibilang saat ini konsumen memiliki waktu lebih untuk merawat diri sehingga produk dalam kategori self-care atau skin-care tetap bertahan. Perusahaan juga melihat channel mana yang masih dinamis seperti convenient store, atau supermarket yang masih buka, sehingga menjadi fokus mass market kami," jelas Melanie.
Di samping itu, kata dia, terdapat fenomena chat and shop dimana pembelanjaan kini dapat dilakukan dengan melakukan chat dengan penjual yang juga diterapkan oleh L’oreal. Para beauty advisor dikerahkan untuk memberikan konsultasi kepada konsumen sehingga produk dapat tersalurkan dengan tepat. Selain itu, e-commerce pun digenjot secara signifikan untuk meng-offset keadaan penjualan. Karena itu, aktivitas digital menjadi salah satu fokus L’oreal saat ini.
Deputy Head of Global Communication APP Sinar Mas Lia Mariani dalam kesempatan yang sama mengatakan, pihaknya setuju bahwa dalam kondisi ini semua harus fokus beradaptasi. "Dalam melakukan usaha, kami terus melakukan inovasi dan mengembangkan lini produk hygiene seperti tisu dan masker. Ini tentunya didukung oleh manajemen yang mempercepat proses digitalisasi," ungkapnya.
Dia menegaskan, banyak cara lain untuk menawarkan produk yang sebelumnya ditawarkan secara tatap muka. Saat ini APP Sinar Mas memanfaatkan website yang dimiliki untuk memberikan akses informasi data terhadap barang yang dibutuhkan. Sinar Mas, imbuh dia, juga tetap fokus dalam program pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah kerja perusahaan dengan penyesuaian menurut protokol kesehatan yang berlaku.
(fai)