Dongkrak Ekonomi Anggota, Ketua Ikafeb Usakti Dorong Pembentukan Koperasi Konsumen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagai sokoguru perekonomian nasional, koperasi bisa menjadi wadah yang ideal untuk mengakomodasi dan menyejahterakan para anggotanya.
Komitmen untuk mendongkrak ekonomi anggota melalui koperasi ini disampaikan oleh Muhammad Arif Pahlevi Pangerang yang baru terpilih sebagai Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti (Ikafeb Usakti) periode 2022-2026.
Dengan jumlah anggota Ikafeb Usakti yang mencapai 40.000 orang, Levi –sapaan akrab Muhammad Arif Pahlevi Pangerang mengaku akan membentuk koperasi untuk mendongkrak ekonomi anggota Ikafeb Usakti.
"Kendaraan ekonomi yang pas untuk bisa mengakomodir jumlah anggota yang besar adalah koperasi," ujarnya, dikutip Senin (21/3/2022).
Alumni jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP) angkatan 1986 itu menjelaskan, terdapat empat jenis koperasi. Dia menilai, Ikafeb Usakti akan cocok menjalankan jenis koperasi konsumen. Jika dilihat nomenklaturnya, koperasi konsumen lebih lengkap dan fleksibilitas usahanya lebih luas.
Levi bilang, orang sering salah kaprah dengan koperasi. Menurut dia, koperasi bukanlah sebuah entitas sosial, melainkan entitas usaha. Maka, tujuan mendirikan koperasi adalah untuk mencari untung.
Meski demikian, perbedaan koperasi dan perusahaan ada pada pembagian keuntungan. Kalau di dalam perusahaan, yang untung hanya pemilik saham atau pemilik modalnya saja. Tetapi kalau di koperasi, seluruh anggota bisa menikmati buah keuntungan yang dikerjakan sama-sama sebelumnya.
"Saya tertantang untuk mewujudkan bahwa koperasi ini bisa menjadi besar. Tinggal bagaimana kita memberikan penjelasan dan mencarikan usaha-usaha yang pas," tuturnya.
Sebagai contoh, nantinya kebutuhan pokok anggota Ikafeb Usakti bisa dipenuhi dari koperasi alumni. Berarti, perputaran uangnya sudah jelas. Apabila anggota membeli kebutuhan bahan pokok di koperasi, maka untungnya akan kembali kepada seluruh anggota.
Adapun, sebagian besar alumni Universitas Trisakti adalah pengusaha atau wiraswasta (usaha mikro, kecil, dan menengah/UMKM) yang memiliki usaha di bidang kuliner. Hal ini, kata Levi, harus diakomodasi.
Untuk mendukung anggota yang memiliki usaha di bidang kuliner, organisasi akan menyiapkan platform besar dan marketplace. Tujuannya agar produk-produk yang dihasilkan alumni bisa difasilitasi dan dipasarkan melalui platform yang dibuat tersebut.
"Jadi kita atau panitia, berusaha untuk bisa menjawab persoalan mereka (anggota Ikafeb Usakti). Persoalan dalam usaha itu kan tidak lepas dari masalah permodalan, pemasaran dan manajemen. Itu semua akan kita fasilitasi dengan memberikan program-program pelatihan," paparnya.
Kendati demikian, Levi sadar bahwa tantangan dalam menggelorakan koperasi cukup besar. Sebab di zaman sekarang ini, koperasi dianggap old fashion. Padahal sebenarnya, koperasi merupakan bentuk paling ideal untuk menjalankan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Selain dianggap gaya lama, koperasi juga diselimuti stigma. Kejadian-kejadian yang mencoreng nama koperasi pada akhirnya membuat perbankan memberikan label merah. Selain itu, ada kekuatan kapitalis yang tidak menginginkan koperasi berkembang.
Oleh karena itu, dia ingin seluruh anggota kompak menggunakan motor koperasi untuk memajukan atau meningkatkan ekonomi alumni yang tergabung dalam Ikafeb Usakti.
Komitmen untuk mendongkrak ekonomi anggota melalui koperasi ini disampaikan oleh Muhammad Arif Pahlevi Pangerang yang baru terpilih sebagai Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti (Ikafeb Usakti) periode 2022-2026.
Dengan jumlah anggota Ikafeb Usakti yang mencapai 40.000 orang, Levi –sapaan akrab Muhammad Arif Pahlevi Pangerang mengaku akan membentuk koperasi untuk mendongkrak ekonomi anggota Ikafeb Usakti.
"Kendaraan ekonomi yang pas untuk bisa mengakomodir jumlah anggota yang besar adalah koperasi," ujarnya, dikutip Senin (21/3/2022).
Alumni jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP) angkatan 1986 itu menjelaskan, terdapat empat jenis koperasi. Dia menilai, Ikafeb Usakti akan cocok menjalankan jenis koperasi konsumen. Jika dilihat nomenklaturnya, koperasi konsumen lebih lengkap dan fleksibilitas usahanya lebih luas.
Levi bilang, orang sering salah kaprah dengan koperasi. Menurut dia, koperasi bukanlah sebuah entitas sosial, melainkan entitas usaha. Maka, tujuan mendirikan koperasi adalah untuk mencari untung.
Meski demikian, perbedaan koperasi dan perusahaan ada pada pembagian keuntungan. Kalau di dalam perusahaan, yang untung hanya pemilik saham atau pemilik modalnya saja. Tetapi kalau di koperasi, seluruh anggota bisa menikmati buah keuntungan yang dikerjakan sama-sama sebelumnya.
"Saya tertantang untuk mewujudkan bahwa koperasi ini bisa menjadi besar. Tinggal bagaimana kita memberikan penjelasan dan mencarikan usaha-usaha yang pas," tuturnya.
Sebagai contoh, nantinya kebutuhan pokok anggota Ikafeb Usakti bisa dipenuhi dari koperasi alumni. Berarti, perputaran uangnya sudah jelas. Apabila anggota membeli kebutuhan bahan pokok di koperasi, maka untungnya akan kembali kepada seluruh anggota.
Adapun, sebagian besar alumni Universitas Trisakti adalah pengusaha atau wiraswasta (usaha mikro, kecil, dan menengah/UMKM) yang memiliki usaha di bidang kuliner. Hal ini, kata Levi, harus diakomodasi.
Untuk mendukung anggota yang memiliki usaha di bidang kuliner, organisasi akan menyiapkan platform besar dan marketplace. Tujuannya agar produk-produk yang dihasilkan alumni bisa difasilitasi dan dipasarkan melalui platform yang dibuat tersebut.
"Jadi kita atau panitia, berusaha untuk bisa menjawab persoalan mereka (anggota Ikafeb Usakti). Persoalan dalam usaha itu kan tidak lepas dari masalah permodalan, pemasaran dan manajemen. Itu semua akan kita fasilitasi dengan memberikan program-program pelatihan," paparnya.
Kendati demikian, Levi sadar bahwa tantangan dalam menggelorakan koperasi cukup besar. Sebab di zaman sekarang ini, koperasi dianggap old fashion. Padahal sebenarnya, koperasi merupakan bentuk paling ideal untuk menjalankan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Selain dianggap gaya lama, koperasi juga diselimuti stigma. Kejadian-kejadian yang mencoreng nama koperasi pada akhirnya membuat perbankan memberikan label merah. Selain itu, ada kekuatan kapitalis yang tidak menginginkan koperasi berkembang.
Oleh karena itu, dia ingin seluruh anggota kompak menggunakan motor koperasi untuk memajukan atau meningkatkan ekonomi alumni yang tergabung dalam Ikafeb Usakti.
(ind)