Pasar Automotif Baru Pulih Tahun Depan

Rabu, 17 Juni 2020 - 06:27 WIB
loading...
Pasar Automotif Baru Pulih Tahun Depan
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Industri automotif nasional memasuki masa suram akibat dihantam pandemi virus corona (Covid-19). Penjualan mobil di pasar domestik turun hingga 95% dalam kurun dua bulan terakhir. Rontoknya industri automotif ini lebih buruk dari era krisis moneter 1998 silam. Sejumlah model baru yang diluncurkan ke pasar pada Februari hingga Maret 2020 tak mampu menarik minat masyarakat untuk membeli mobil.

Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan, penjualan wholesales atau penjualan dari pabrik ke dealer secara nasional pada April mencapai 7.871 unit, sedangkan penjualan Mei hanya 3.705 unit dari semua merek yang dipasarkan di Indonesia. Para Agen Pemegang Merek (APM) masih memiliki banyak stok dari bulan-bulan sebelumnya yang belum terjual. Turunnya pasar mobil tersebut diperkirakan akan terjadi hingga tahun depan. "Kami perkirakan recovery pasar domestik baru terjadi pada akhir 2021," tegas Praktisi Automotif Fransiscus Soerjopranoto di Jakarta, kemarin.

Soerjopranoto yang menjabat Executive General Manager di salah satu Agen Pemegang Merek (APM) mobil merek Jepang itu mengungkapkan, anjloknya pasar automotif nasional sejatinya sudah diprediksi sejak awal tahun lalu. Dimana saat itu, ada penurunan penjualan di pasar domestik China hingga mencapai 80% dari kondisi normal. Saat Covid-19 merebak ke seluruh dunia, maka perekonomian di negara-negara yang terjangkit pandemi langsung anjlok. Sehingga memengaruhi daya beli masyarakat negara-negara yang terdampak.

Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga dinilai menjadi salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap penjualan mobil nasional. Dengan kebijakan tersebut jaringan penjualan tidak beroperasi. "Para pelaku bisnis automotif tentu mendukung dan mengikuti peraturan pemerintah itu," tegasnya. (Baca: Maskapai Dapat Lampu Hijau Naikan Harga Tiket Pesawat)

Menurut Soerjopranoto, industri automotif nasional tidak bisa memprediksi kapan pasar akan kembali pulih. Karena hal itu tergantung dari keberhasilan penanganan pandemi dan daya beli masyarakat. Selain itu, kebijakan lembaga keuangan baik bank maupun non bank juga memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan industri automotif nasional. "Lebih dari 80% pembelian mobil nasional dilakukan secara kredit," ungkapnya. Sedangkan segmen yang menjadi kontributor penjualan terbesar selama ini yakni di segmen menegah ke bawah seperti Low Multi Purpose Vehicle (MPV) maupun Low Cost Green Car (LCGC). Sehingga, pengetatan pembiayaan di segmen ini akan semakin memukul industri automotif nasional.

Industri automotif, kata Soerjopranoto, mengusulkan agar pemerintah memberikan relaksasi kepada sektor pembiayaan. Sebab, lembaga pembiayaan saat ini menerapkan prinsip kehati-hatian yang ketat dalam mengucurkan pembiayaan. Relaksasi tersebut bisa berupa menurunkan suku bunga, memperpanjang tenor cicilan ataupun dengan mempermudah proses approval bagi masyarakat yang membeli kendaraan. "Misalnya, jika dulu down payment 30% direlaksasi jadi dibawah itu. Kemudian proses approval pembiayaannya tidak berbelit," paparnya. Soerjopranoto mengakui, industri automotif nasional menghadapi tantangan yang sangat berat tahun ini. Dipastikan target penjualan yang dipatok sebesar 1 juta unit di pasar domestik tahun ini tak akan tercapai. "Tentu berat dan sesuai dengan forecast kami, itu akan sulit tercapai," tuturnya.

Hal senada disampaikan Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara. Menurut dia, industri automotif nasional tidak bisa memastikan kapan pasar domestik akan membaik. "Sejauh ini masyarakat masih berhati-hati dan masih menunggu sejauh mana penanganan pandemi ini sukses," paparnya. Kukuh mengungkapkan, lesunya penjualan mobil berdampak langsung pada lesunya industri manufaktur. Bahkan, saat ini, pabrik-pabrik mobil hanya beroperasi satu shift saja. "Artinya ada pengurangan (kapasitas produksi) separuhnya. Kami tidak bisa memprediksi kapan kondisi pasar akan pulih kembali. Meskipun kondisi kita lebih baik dari Malaysia yang bulan lalu hanya menjual 131 unit mobil," katanya. (Baca juga: Higga Mei Penerimaan Negara Baru Capai Rp664,4 Triliun)

Gaikindo sudah mengusulkan kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk memberikan relaksasi perpajakan sebagai stimulus sehingga masyarakat tertarik untuk membeli kendaraan. Misalnya menurunkan Bea Balik Nama (BBN) dari 12% menjadi 5%, juga melakukan moratorium pajak progresif. "Dengan demikian masyarakat yang masih memiliki daya beli dan memiliki keinginan untuk membeli mobil akan tertarik," paparnya. Hal ini tidak hanya berdampak pada bergeraknya sektor hulu hingga hilir automotif, tetapi juga memberikan pemasukan kepada daerah. "Kami sudah berkirim surat ke Pemda di seluruh Indonesia, tetapi tidak ada respons positif," ungkapnya. Padahal, lanjut dia, dengan tidak anjloknya penjualan kendaraan bermotor, maka pendapatan pajak daerah dari BBN juga ikut anjlok.

Sedangkan dari sisi produksi, Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengungkapkan, ada penurunan drastis kegiatan produksi di seluruh pabrik yang dioperasikan TMMIN. Hal ini lantaran penurunan demand di dalam negeri maupun kendala yang dihadapi saat ekspor. Dimana negara-negara tujuan ekspor juga mengalami nasib serupa bahkan ada yang lebih buruk dari Indonesia yakni negara-negara Amerika Latin. "Domestik memang lesu imbas dari pandemi. Begitupula ekspor dimana negara tujuan ekspor kami di Amerika Latin tak hanya terpengaruh pandemi saja, tetapi kondisi perekonomiannya sudah drop," ungkapnya. (Baca juga: Masih Tak Percaya Ada Virus Corona? Ini Penjelasan Dokter Reisa)

Saat ini, utilisasi pabrik TMMIN hanya 50% saja dan beroperasi hanya satu shift. Bob memperkirakan, hingga akhir tahun nanti, recovery rate pasar domestik hanya akan mencapai 30% saja dibandingkan dengan pencapaian tahun lalu. "Kami perkirakan tahun depan baru bisa pulih. Itupun tergantung bagaimana penanganan pandemi ini. Tentunya semua pihak membutuhkan kebijakan yang tegas dari pemerintah kita," urainya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1807 seconds (0.1#10.140)