Pedagang Pecel Lele Buka Suara Soal Gugatan Minyak Goreng ke MK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Seorang pedagang pecel lele bernama Basri melayangkan gugatan melalui Mahkamah Konstitusi (MK) sehubungan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng .
Dalam wawancara ekslusif dengan MNC Portal Indonesia (MPI), dia menceritakan gugatannya tersebut karena dirinya dan juga rekan-rekannya banyak yang kesulitan mendapatkan minyak goreng baik kemasan maupun curah. Padahal, minyak goreng merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam menyajikan hidangan.
"Sejak adanya pandemi, saya dan teman-teman pedagang pecel lele lainnya kesulitan berjualan. Daya beli masyarakat menurun, ditambah lagi sekarang ini harga minyak goreng mahal. Cari yang murah susah banget," ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (29/3/2022).
Baca Juga: Serba Salah Minyak Goreng Curah, Disubsidi Malah Langka
Menurut Basri, selama ini dirinya membeli minyak goreng kemasan di pasar langganannya. Namun, terkadang barangnya tidak tersedia hingga akhirnya ia berkeliling mencari ke ritel-ritel modern maupun agen.
Lantaran barang tersebut sulit didapat, Basri beralih ke minyak goreng curah yang sebenarnya minyak tersebut tidak biasa dia pakai untuk menggoreng lele.
"Saya biasa langganan itu kan di pasar tapi kadang barangnya nggak ada. Terus saya cari ke toko-toko kue, Hypermart, ritel-ritel lain yang ada disekitar Probolinggo," tuturnya.
Dia menyebut, ketergantungannya terhadap minyak goreng kemasan sangat tinggi. Lantaran dirinya mengendepankan kehigienisan pada hidangannya. Maka dari itu ia terbebani dengan kondisi harga minyak goreng kemasan yang melambung dari harga normal.
"Untuk menjaga kualitas itu kan pakai minyak goreng kemasan lebih jernih, awet lagi. Sementara curah itu kan, kalau kita pakai untuk dua kali goreng, minyaknya sudah hitam," tukasnya.
Adapun minyak goreng kemasan yang saat ini ia beli harganya bisa mencapai Rp40.000 per liter. Di mana harga itu melompat jauh dari yang biasanya dia beli. Akibat tingginya harga minyak goreng tersebut, Basri mengaku jadi tidak aktif berjualan.
"Saya jadi jarang jualan, kadang buka, kadang tutup. Ya habis gimana?" imbuh pedagang pecel lele yang berjualan di Paiton, Probolinggo, Jawa Timur itu.
Akibat tidak rutin berjualan, dia mengaku omzetnya anjlok 50%. Dari yang sebelumnya Rp15 juta sehari menurun menjadi Rp7,5 juta.
Dari tuntuntan yang dilayangkan melalui MK, Basri berharap pemerintah bisa memihak kepada rakyat kecil terutama para pedagang makanan yang ketergantungan dengan minyak goreng khususnya minyak goreng kemasan.
"Harapannya paling tidak pemerintah bisa memihak ke kami. Kemudian harga minyak kemasan bisa turun dan barangnya mudah dijangkau," tandasnya.
Ahmad Irawan selaku penerima kuasa menyampaikan, dari keluhan tersebut, Basri yang menjadi pemohon mengajukan permohonan untuk melakukan pengujian Pasal 29 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 2024 tentang Perdagangan ke MK.
Permohonannya telah didaftarkan ke MK dan saat ini sedang diproses oleh Kepaniteraan MK untuk selanjutnya diregistrasi dan disidangkan oleh MK.
Ahmad memaparkan, pasal yang sedang diuji tersebut pada pokoknya mengatur tentang penyimpanan barang kebutuhan pokok dalam jumlah dan waktu tertentu dalam hal terjadi keadaan barang langka, terjadi gejolak harga dan terjadi hambatan lalu lintas perdagangan barang.
“Ketentuan tersebut memiliki masalah konstitusional dan struktural sehingga terjadi situasi seperti sekarang minyak goreng menjadi langkah dan mahal di pasar,” imbuhnya. "Kami berharap permohonan kami bisa mendapat titik terang," pungkas Ahmad.
Dalam wawancara ekslusif dengan MNC Portal Indonesia (MPI), dia menceritakan gugatannya tersebut karena dirinya dan juga rekan-rekannya banyak yang kesulitan mendapatkan minyak goreng baik kemasan maupun curah. Padahal, minyak goreng merupakan bahan baku yang dibutuhkan dalam menyajikan hidangan.
"Sejak adanya pandemi, saya dan teman-teman pedagang pecel lele lainnya kesulitan berjualan. Daya beli masyarakat menurun, ditambah lagi sekarang ini harga minyak goreng mahal. Cari yang murah susah banget," ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (29/3/2022).
Baca Juga: Serba Salah Minyak Goreng Curah, Disubsidi Malah Langka
Menurut Basri, selama ini dirinya membeli minyak goreng kemasan di pasar langganannya. Namun, terkadang barangnya tidak tersedia hingga akhirnya ia berkeliling mencari ke ritel-ritel modern maupun agen.
Lantaran barang tersebut sulit didapat, Basri beralih ke minyak goreng curah yang sebenarnya minyak tersebut tidak biasa dia pakai untuk menggoreng lele.
"Saya biasa langganan itu kan di pasar tapi kadang barangnya nggak ada. Terus saya cari ke toko-toko kue, Hypermart, ritel-ritel lain yang ada disekitar Probolinggo," tuturnya.
Dia menyebut, ketergantungannya terhadap minyak goreng kemasan sangat tinggi. Lantaran dirinya mengendepankan kehigienisan pada hidangannya. Maka dari itu ia terbebani dengan kondisi harga minyak goreng kemasan yang melambung dari harga normal.
"Untuk menjaga kualitas itu kan pakai minyak goreng kemasan lebih jernih, awet lagi. Sementara curah itu kan, kalau kita pakai untuk dua kali goreng, minyaknya sudah hitam," tukasnya.
Adapun minyak goreng kemasan yang saat ini ia beli harganya bisa mencapai Rp40.000 per liter. Di mana harga itu melompat jauh dari yang biasanya dia beli. Akibat tingginya harga minyak goreng tersebut, Basri mengaku jadi tidak aktif berjualan.
"Saya jadi jarang jualan, kadang buka, kadang tutup. Ya habis gimana?" imbuh pedagang pecel lele yang berjualan di Paiton, Probolinggo, Jawa Timur itu.
Akibat tidak rutin berjualan, dia mengaku omzetnya anjlok 50%. Dari yang sebelumnya Rp15 juta sehari menurun menjadi Rp7,5 juta.
Dari tuntuntan yang dilayangkan melalui MK, Basri berharap pemerintah bisa memihak kepada rakyat kecil terutama para pedagang makanan yang ketergantungan dengan minyak goreng khususnya minyak goreng kemasan.
"Harapannya paling tidak pemerintah bisa memihak ke kami. Kemudian harga minyak kemasan bisa turun dan barangnya mudah dijangkau," tandasnya.
Ahmad Irawan selaku penerima kuasa menyampaikan, dari keluhan tersebut, Basri yang menjadi pemohon mengajukan permohonan untuk melakukan pengujian Pasal 29 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 2024 tentang Perdagangan ke MK.
Permohonannya telah didaftarkan ke MK dan saat ini sedang diproses oleh Kepaniteraan MK untuk selanjutnya diregistrasi dan disidangkan oleh MK.
Ahmad memaparkan, pasal yang sedang diuji tersebut pada pokoknya mengatur tentang penyimpanan barang kebutuhan pokok dalam jumlah dan waktu tertentu dalam hal terjadi keadaan barang langka, terjadi gejolak harga dan terjadi hambatan lalu lintas perdagangan barang.
“Ketentuan tersebut memiliki masalah konstitusional dan struktural sehingga terjadi situasi seperti sekarang minyak goreng menjadi langkah dan mahal di pasar,” imbuhnya. "Kami berharap permohonan kami bisa mendapat titik terang," pungkas Ahmad.
(ind)