Bersurat ke Presiden RI, Investor di KIMA Mohon Perlindungan Berusaha
loading...
A
A
A
"Suratnya sudah kami kirimkan. Kami berharap ada perhatian, biaya perpanjangan PPTI bisa diturunkan, sehingga pengusaha di sana bisa merasa nyaman," ungkapnya.
Dia menegaskan paguyuban yang menghimpun 30 perusahaan di KIMA adalah resmi dan telah memberikan persetujuan terkait keberatan pengenaan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen itu.
Tahir Arifin menegaskan kalau saat ini tekanan yang dialami investor di Kawasan Industri Makassar (KIMA) dari pihak pengelola kian besar. Selain intimidasi, pihak investor juga keberatan dengan rencana audit keuangan internal perusahaan kalau menyatakan tidak mampu membayar biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI).
Imbasnya, karena ketakutan usahanya akan terganggu, sejumlah investor terpaksa menyerahkan kembali tanahnya ke PT KIMA yang telah dimiliki melalui perikatan jual beli di awal tahun 90-an.
Sebagian lagi pelaku usaha di KIMA, dipaksa melakukan pembayaran biaya PPTI dengan cara cicil. Padahal, telah menyatakan keberatan dan tidak mampu membayar biaya perpanjangan PPTI yang ditetapkan sebesar 30 persen dari NJOP karena terlalu tinggi.
Sementara itu, Direktur Utama PT KIMA, Zainuddin Mappa, menyampaikan tidak ada kenaikan PPTI. Toh, biaya PPTI yang dikeluhkan oleh segelintir investor merupakan tarif lama. Ia menegaskan biaya PPTI tidak pernah berubah sejak tahun 2014.
Ia juga menegaskan sama sekali tidak ada tenant atau investor di KIMA yang kabur karena persoalan PPTI. "Tidak ada tenant KIMA yang tutup karena PPTI. Tarif PPTI adalah tarif lama, tidak berubah sejak 2014," ungkapnya.
Zainuddin mengimbuhkan dari sekitar 200-an tenant di KIMA, ada sekitar 30-an yang berproses membayar biaya PPTI. Sisanya, ada pula yang belum lantaran memang masa kontraknya masih berlangsung. Pihaknya pun sudah mengupayakan memberi kemudahan dengan mekanisme angsuran.
"Kami tidak bisa mengurangi (biaya PPTI) tapi kami sudah berupaya memberikan kemudahan. Bisa lewat mekanisme angsuran atau dicicil bergantung dengan hasil negoisasi dengan pihak tenant," ujarnya.
Dia menegaskan paguyuban yang menghimpun 30 perusahaan di KIMA adalah resmi dan telah memberikan persetujuan terkait keberatan pengenaan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen itu.
Tahir Arifin menegaskan kalau saat ini tekanan yang dialami investor di Kawasan Industri Makassar (KIMA) dari pihak pengelola kian besar. Selain intimidasi, pihak investor juga keberatan dengan rencana audit keuangan internal perusahaan kalau menyatakan tidak mampu membayar biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI).
Imbasnya, karena ketakutan usahanya akan terganggu, sejumlah investor terpaksa menyerahkan kembali tanahnya ke PT KIMA yang telah dimiliki melalui perikatan jual beli di awal tahun 90-an.
Sebagian lagi pelaku usaha di KIMA, dipaksa melakukan pembayaran biaya PPTI dengan cara cicil. Padahal, telah menyatakan keberatan dan tidak mampu membayar biaya perpanjangan PPTI yang ditetapkan sebesar 30 persen dari NJOP karena terlalu tinggi.
Sementara itu, Direktur Utama PT KIMA, Zainuddin Mappa, menyampaikan tidak ada kenaikan PPTI. Toh, biaya PPTI yang dikeluhkan oleh segelintir investor merupakan tarif lama. Ia menegaskan biaya PPTI tidak pernah berubah sejak tahun 2014.
Ia juga menegaskan sama sekali tidak ada tenant atau investor di KIMA yang kabur karena persoalan PPTI. "Tidak ada tenant KIMA yang tutup karena PPTI. Tarif PPTI adalah tarif lama, tidak berubah sejak 2014," ungkapnya.
Zainuddin mengimbuhkan dari sekitar 200-an tenant di KIMA, ada sekitar 30-an yang berproses membayar biaya PPTI. Sisanya, ada pula yang belum lantaran memang masa kontraknya masih berlangsung. Pihaknya pun sudah mengupayakan memberi kemudahan dengan mekanisme angsuran.
"Kami tidak bisa mengurangi (biaya PPTI) tapi kami sudah berupaya memberikan kemudahan. Bisa lewat mekanisme angsuran atau dicicil bergantung dengan hasil negoisasi dengan pihak tenant," ujarnya.