Shanghai Lockdown: Sejauh Mana Menguncang Ekonomi China

Selasa, 05 April 2022 - 05:38 WIB
loading...
Shanghai Lockdown: Sejauh Mana Menguncang Ekonomi China
Dengan sedikit pemberitahuan, para pejabat memberlakukan dua gelombang lockdown pada lebih dari 26 juta penduduk kota Shanghai. Lantas bagaimana dampaknya bagi ekonomi China?. Foto/Dok
A A A
BEIJING - Dari pabrik Tesla hingga wahana Disney, banyak perusahaan multinasional memiliki pijakan mereka di Shanghai, China. Tetapi dalam beberapa hari terakhir pusat keuangan yang biasanya ramai telah berhenti sementara setelah adanya lonjakan kasus virus corona .

Dengan sedikit pemberitahuan, para pejabat memberlakukan dua gelombang lockdown pada lebih dari 26 juta penduduk kota Shanghai. Sisi timur Shanghai baru saja melalui empat hari pembatasan ketat. Sedangkan bagian barat memulai isolasi empat hari sejak 1 April.



Kebijakan penguncian yang dilakukan Shanghai menjadi yang terbesar di China sejak wabah virus corona pertama kali diidentifikasi di Wuhan pada akhir 2019. Keputusan lockdown ini bisa berubah menjadi sangat mahal bagi ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

Selain menjadi fokus utama industri keuangan, Shanghai adalah pusat untuk semikonduktor, elektronik dan manufaktur mobil. Ini juga merupakan pelabuhan pengiriman tersibuk di dunia.

Xu Tianchen, ekonom China untuk Economist Intelligence Unit mengatakan, gangguan rantai pasokan jangka pendek akan berdampak pada ekonomi China secara keseluruhan.

"Juga akan ada efek riak di tempat lain karena keterkaitan antara Shanghai dan daerah lain di China, terutama pusat manufaktur Delta Sungai Yangtze," katanya.

Di tingkat yang lebih lokal, kota yang dikenal dengan etalase kelas atas seperti Gucci dan Louis Vuitton telah mengalami kemerosotan belanja konsumen. Kehilangan bisnis di sektor ritel, hotel, dan restoran dapat secara langsung menelan ekonomi Shanghai 3,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahunannya, menurut Xu.

PDB menjadi ukuran utama kesehatan, atau sebaliknya dari suatu ekonomi.

Target Pertumbuhan China

Pemerintah China telah menetapkan target untuk PDB negara itu tumbuh sebesar 5,5% tahun ini. Tetapi beberapa analis mengatakan, China harus berjuang keras untuk mencapai target itu.

Pada akhir pekan lalu, data menunjukkan perlambatan pada bulan Maret untuk sektor manufaktur dan jasa China. Hal itu terjadi setelah pusat teknologi Shenzhen dan Jilin di timur laut industri China bulan lalu juga menghadapi lockdown.

Keputusan nol tolerasi Covid-19 membuat mereka gencar melakukan tes Covid-19 secara massal dan mencoba untuk mengekang penyebaran varian Omnicron yang sangat menular dari Covid-19.

"Kami telah melihat data PMI, yang menunjukkan bahwa sektor manufaktur dan jasa sangat terpukul keras. Dan itu belum termasuk lockdown Shanghai. Jadi saya pikir secara kualitatif kita melihat lebih banyak tekanan penurunan untuk kuartal pertama dan kedua data PDB," menurut Peiqian Liu, ekonom China untuk NatWest Markets.

Sebagai informasi, Data PMI adalah ringkasan kondisi pasar yang dikumpulkan melalui survei eksekutif senior di industri utama tentang harapan mereka untuk sejumlah faktor termasuk permintaan pesanan baru, produksi dan pekerjaan.

Dengan meningkatnya jumlah kasus virus corona, mungkin juga ada lebih banyak masalah ke depannya jika ada kebijakan Lockdown lanjutan, terutama bagi pemilik usaha kecil.

"Fokusnya jauh lebih pada bagaimana pekerjaan akan bertahan dalam penguncian yang berkepanjangan atau periode ketidakpastian saat adanya kemungkinan Lockdown yang diperpanjang karena wabah," jelasnya.



"Jadi saya pikir sektor jasa tidak hanya menghadapi tekanan jangka pendek dari penguncian tiga minggu dari Shenzhen atau lockdown satu minggu dari Shanghai, tetapi menghadapi lebih banyak tekanan dari ketidakpastian yang terjadi dengan serangkaian kebijakan manajemen Covid saat ini," kata Liu.

Tertutup

Sementara itu beberapa perusahaan di Shanghai telah memutuskan untuk tutup selama periode Lockdown, yang lainnya seperti industri jasa keuangan dan manufaktur mobil telah menerapkan apa yang disebut sistem "loop tertutup", menurut Liu.

Pada dasarnya, ini berarti bahwa karyawan harus tinggal serta bekerja di kantor atau pabrik mereka. "Bayangkan apa yang terjadi di Olimpiade Musim Dingin. Itu juga merupakan manajemen loop tertutup, hanya untuk memastikan bahwa dalam hal bekerja normal secara operasional, dan bahwa mereka mengisolasi orang-orang dari luar atau dari seluruh China."

Namun, Xu menunjukkan bahwa itu bukan strategi yang dapat dipertahankan dalam jangka panjang. "Ada kekhawatiran bahwa jika lockdown menjadi berkepanjangan dan gangguan pada transportasi ke rantai pasokan tetap ada, bisnis tidak akan dapat sumber pasokan," paparnya.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1293 seconds (0.1#10.140)