Langkah Strategis LinkAja Perkuat Layanan Guna Akselerasi Inklusi Keuangan di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan teknologi dan digitalisasi layanan keuangan terutama di sektor usaha mikro dan menengah merupakan bagian dari inklusi keuangan digital yang menuntut peranan finansial teknologi. LinkAja melalui Deal Street Asia mengusung diskusi panel berskala internasional “Indonesia Private Equity Venture Capital (PE-VC) Summit 2022” bertajuk “The Financial Inclusion Opportunity in the digitalisasion of MSMEs” beberapa waktu lalu.
PLT CEO LinkAja, Wibawa Prasetyawan memaparkan, peluang inklusi keuangan di tengah era digitalisasi UMKM bersama para pakar lain, yaitu Pandu Sjahrir - Chairman of the Indonesian Fintech Association (AFTECH), Eddi Danusaputro - Chief of Executive Officer Mandiri Capital Indonesia, dan Aldi Haryopratomo - Board of Commissioner Halodoc, Efishery, & Mapan.
Euromonitor International, melalui studi dan analisisnya memaparkan, bahwa perdagangan yang tidak terorganisir masih mendominasi di sejumlah negara Asia Tenggara dan merupakan penggerak penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Tercatat ada penyerapan sebesar 27,8% dari total populasinya, termasuk Indonesia dengan jumlah UMKMnya yang sangat besar dan umumnya dimiliki dan dikelola oleh keluarga.
LinkAja memahami kondisi ini dan melihat peluang baik untuk bisa menyederhanakan inefisiensi rantai pasok, khususnya dalam hal layanan keuangan berbasis digital.
Dalam diskusi panel tersebut, dipaparkan juga hasil riset Deal Street Asia kepada lebih dari 1.000 UMKM di sejumlah provinsi di Indonesia, yang menunjukkan bahwa saat ini dompet digital (e-wallet) merupakan metode pembayaran kedua yang paling digemari, setelah uang tunai, oleh para konsumen bisnis UMKM masing-masing sebesar 25% dan 72%.
Sedangkan bagi pelaku UMKM sendiri, penggunaan dompet digital dianggap lebih nyaman ketimbang penggunaan layanan perbankan tradisional. Alasan terbesar karena penggunaan dompet digital memudahkan dalam pengadaan barang, penanganan transaksi dengan pelanggan, serta transfer uang dengan beban biaya yang lebih efisien dibanding penggunaan layanan bank.
Menyadari akan adanya peningkatan potensi penggunaan layanan keuangan digital membuat LinkAja semakin memperkuat dukungannya dalam memfasilitasi kebutuhan kedua sisi sekaligus, yaitu merchant dan konsumen di dalam suatu ekosistem rantai pasok yang merupakan mitra bisnis LinkAja.
Saat ini LinkAja tengah memfasilitasi transaksi keuangan digital di dalam ekosistem rantai pasok pada bisnis DigiPOS (Telkomsel), Sampoerna Retail Community (SRC), dan akan mereplikasikannya ke sejumlah ekosistem mitra strategis lainnya, terutama rantai pasok BUMN.
“Dengan berfokus pada ekosistem tersebut, kami yakin bisa mewujudkan unit economics yang baik. Dalam beberapa bulan terakhir saja, kami melihat adanya peningkatan pada CLV (customer lifetime value) dan penurunan CAC (customer acquisition cost)," terang Wibawa Prasetyawan.
PLT CEO LinkAja, Wibawa Prasetyawan memaparkan, peluang inklusi keuangan di tengah era digitalisasi UMKM bersama para pakar lain, yaitu Pandu Sjahrir - Chairman of the Indonesian Fintech Association (AFTECH), Eddi Danusaputro - Chief of Executive Officer Mandiri Capital Indonesia, dan Aldi Haryopratomo - Board of Commissioner Halodoc, Efishery, & Mapan.
Baca Juga
Euromonitor International, melalui studi dan analisisnya memaparkan, bahwa perdagangan yang tidak terorganisir masih mendominasi di sejumlah negara Asia Tenggara dan merupakan penggerak penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Tercatat ada penyerapan sebesar 27,8% dari total populasinya, termasuk Indonesia dengan jumlah UMKMnya yang sangat besar dan umumnya dimiliki dan dikelola oleh keluarga.
LinkAja memahami kondisi ini dan melihat peluang baik untuk bisa menyederhanakan inefisiensi rantai pasok, khususnya dalam hal layanan keuangan berbasis digital.
Dalam diskusi panel tersebut, dipaparkan juga hasil riset Deal Street Asia kepada lebih dari 1.000 UMKM di sejumlah provinsi di Indonesia, yang menunjukkan bahwa saat ini dompet digital (e-wallet) merupakan metode pembayaran kedua yang paling digemari, setelah uang tunai, oleh para konsumen bisnis UMKM masing-masing sebesar 25% dan 72%.
Sedangkan bagi pelaku UMKM sendiri, penggunaan dompet digital dianggap lebih nyaman ketimbang penggunaan layanan perbankan tradisional. Alasan terbesar karena penggunaan dompet digital memudahkan dalam pengadaan barang, penanganan transaksi dengan pelanggan, serta transfer uang dengan beban biaya yang lebih efisien dibanding penggunaan layanan bank.
Menyadari akan adanya peningkatan potensi penggunaan layanan keuangan digital membuat LinkAja semakin memperkuat dukungannya dalam memfasilitasi kebutuhan kedua sisi sekaligus, yaitu merchant dan konsumen di dalam suatu ekosistem rantai pasok yang merupakan mitra bisnis LinkAja.
Saat ini LinkAja tengah memfasilitasi transaksi keuangan digital di dalam ekosistem rantai pasok pada bisnis DigiPOS (Telkomsel), Sampoerna Retail Community (SRC), dan akan mereplikasikannya ke sejumlah ekosistem mitra strategis lainnya, terutama rantai pasok BUMN.
“Dengan berfokus pada ekosistem tersebut, kami yakin bisa mewujudkan unit economics yang baik. Dalam beberapa bulan terakhir saja, kami melihat adanya peningkatan pada CLV (customer lifetime value) dan penurunan CAC (customer acquisition cost)," terang Wibawa Prasetyawan.