Peningkatan Akses Pembiayaan Bantu UMKM Tangguh Hadapi Pandemi
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Risma, perempuan berusia 26 tahun yang sehari-harinya beraktivitas sebagai tukang jahit di Jalan Selayar Raya, Perumnas Sudiang, Kota Makassar, tampak semringah karena banjir orderan, Rabu (11/5/2022).
Meskipun usahanya masih seumur jagung, yaitu baru berdiri pada awal tahun 2021 lalu, tapi perkembangannya cukup pesat. Dia bahkan menambah alat jahit untuk meningkatkan kapasitas usaha agar semakin banyak pelanggan yang bisa dilayani.
Berkat alat tersebut, Risma kini bisa melayani orderan hingga tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Alhasil, banyaknya orderan pada saat Ramadhan dan Idul Fitri bisa terlayani dengan optimal.
Perempuan ibu satu anak itu mengungkapkan rasa syukurnya karena orderan jahitan yang melimpah bisa menambah penghasilan keluarga kecilnya di tengah sulitnya perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19.
Menurut Risma, usahanya mampu berkembang berkat dukungan kemudahan akses pembiayaan dari perbankan. Tanpa kucuran kredit dari bank, usahanya akan berjalan stagnan. Orderan jahitan yang bisa dilayaninya sangat terbatas karena kekurangan alat.
"Sebelum penambahan alat, sangat terbatas orderan yang bisa saya terima. Jadi saya ambil kredit untuk membeli mesin jahit. Bunganya juga rendah sekali. Jadi sangat membantu," bebernya, Rabu (11/5/2022).
Fasilitas kredit yang dikucurkan perbankan memang sangat membantu ratusan ribu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah ( UMKM ) seperti Risma, utamanya di tengah pandemi Covid-19 yang melanda sejak tahun 2020 lalu.
Penyaluran kredit untuk pengembangan UMKM yang dilakukan oleh perbankan tentunya juga berkat berbagai kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI).
Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Fadjar Majardi menjelaskan, BI terus mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas melalui peningkatan akses pembiayaan inklusif dan pengembangan UMKM.
Salah satunya, kata dia, melalui kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), yang merupakan rasio pembiayaan oleh Bank untuk UMKM, Korporasi UMKM, dan/atau Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR).
"RPIM mensyaratkan perbankan dapat menyalurkan kreditnya kepada UMKM dengan porsi minimal 30 persen dari total kredit yang disalurkan," ungkap Fadjar, dalam keterangannya kepada SINDO, Kamis (12/5/2022).
Lanjut dia, per 31 Desember 2021, porsi kredit perbankan di Sulsel kepada UMKM tercatat sudah mencapai 34,9 persen. Hal itu dinilainya menjadi indikator yang positif dalam mendukung dan penguatan pengembangan UMKM di Sulsel.
Dari total Rp49,3 triliun kredit UMKM di Sulsel pada akhir tahun 2021, 56,24 persen didominasi oleh sektor perdagangan, 17,95 persen oleh sektor pertanian, dan 7,48 persen oleh sektor industri pengolahan.
"Berdasarkan hasil asesmen BI, salah satu tantangan mendasar yang dihadapi oleh UMKM terletak pada aspek pembiayaan. Oleh karena itu, kebijakan RPIM hadir untuk mendorong akses pembiayaan terhadap UMKM," jelas Fadjar.
Dia melanjutkan, upaya lain yang dilakukan oleh BI untuk mengakselerasi/memperkuat peningkatan akses keuangan UMKM dilakukan dengan membuat Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SIAPIK).
Terobosan tersebut dapat memudahkan UMKM dalam pencatatan transaksi keuangan usaha dan secara otomatis menghasilkan laporan keuangan secara digital.
"Sejak diluncurkan pada 2017 lalu sampai dengan akhir tahun 2021 tercatat sebanyak 17.837 pengguna SIAPIK, dengan mayoritas penggunanya (99 persen) berasal dari usaha mikro," urai Fadjar.
Tak hanya itu, BI juga menyediakan model bisnis dan pola pembiayaan komoditas dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM, sekaligus menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya.
Namun demkian, menurut Fadjar, hal penting yang perlu dicatat adalah kebijakan RPIM maupun berbagai upaya lain BI merupakan bagian dari sekian banyak faktor pendukung penting lainnya yang diperlukan untuk mengembangkan UMKM di Indonesia.
"Dalam konteks ini, dibutuhkan dukungan dan sinergi semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media massa, hingga masyarakat luas," pungkasnya.
Meskipun usahanya masih seumur jagung, yaitu baru berdiri pada awal tahun 2021 lalu, tapi perkembangannya cukup pesat. Dia bahkan menambah alat jahit untuk meningkatkan kapasitas usaha agar semakin banyak pelanggan yang bisa dilayani.
Berkat alat tersebut, Risma kini bisa melayani orderan hingga tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Alhasil, banyaknya orderan pada saat Ramadhan dan Idul Fitri bisa terlayani dengan optimal.
Perempuan ibu satu anak itu mengungkapkan rasa syukurnya karena orderan jahitan yang melimpah bisa menambah penghasilan keluarga kecilnya di tengah sulitnya perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19.
Menurut Risma, usahanya mampu berkembang berkat dukungan kemudahan akses pembiayaan dari perbankan. Tanpa kucuran kredit dari bank, usahanya akan berjalan stagnan. Orderan jahitan yang bisa dilayaninya sangat terbatas karena kekurangan alat.
"Sebelum penambahan alat, sangat terbatas orderan yang bisa saya terima. Jadi saya ambil kredit untuk membeli mesin jahit. Bunganya juga rendah sekali. Jadi sangat membantu," bebernya, Rabu (11/5/2022).
Fasilitas kredit yang dikucurkan perbankan memang sangat membantu ratusan ribu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah ( UMKM ) seperti Risma, utamanya di tengah pandemi Covid-19 yang melanda sejak tahun 2020 lalu.
Penyaluran kredit untuk pengembangan UMKM yang dilakukan oleh perbankan tentunya juga berkat berbagai kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI).
Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Fadjar Majardi menjelaskan, BI terus mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas melalui peningkatan akses pembiayaan inklusif dan pengembangan UMKM.
Salah satunya, kata dia, melalui kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), yang merupakan rasio pembiayaan oleh Bank untuk UMKM, Korporasi UMKM, dan/atau Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR).
"RPIM mensyaratkan perbankan dapat menyalurkan kreditnya kepada UMKM dengan porsi minimal 30 persen dari total kredit yang disalurkan," ungkap Fadjar, dalam keterangannya kepada SINDO, Kamis (12/5/2022).
Lanjut dia, per 31 Desember 2021, porsi kredit perbankan di Sulsel kepada UMKM tercatat sudah mencapai 34,9 persen. Hal itu dinilainya menjadi indikator yang positif dalam mendukung dan penguatan pengembangan UMKM di Sulsel.
Dari total Rp49,3 triliun kredit UMKM di Sulsel pada akhir tahun 2021, 56,24 persen didominasi oleh sektor perdagangan, 17,95 persen oleh sektor pertanian, dan 7,48 persen oleh sektor industri pengolahan.
"Berdasarkan hasil asesmen BI, salah satu tantangan mendasar yang dihadapi oleh UMKM terletak pada aspek pembiayaan. Oleh karena itu, kebijakan RPIM hadir untuk mendorong akses pembiayaan terhadap UMKM," jelas Fadjar.
Dia melanjutkan, upaya lain yang dilakukan oleh BI untuk mengakselerasi/memperkuat peningkatan akses keuangan UMKM dilakukan dengan membuat Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SIAPIK).
Terobosan tersebut dapat memudahkan UMKM dalam pencatatan transaksi keuangan usaha dan secara otomatis menghasilkan laporan keuangan secara digital.
"Sejak diluncurkan pada 2017 lalu sampai dengan akhir tahun 2021 tercatat sebanyak 17.837 pengguna SIAPIK, dengan mayoritas penggunanya (99 persen) berasal dari usaha mikro," urai Fadjar.
Tak hanya itu, BI juga menyediakan model bisnis dan pola pembiayaan komoditas dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM, sekaligus menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya.
Namun demkian, menurut Fadjar, hal penting yang perlu dicatat adalah kebijakan RPIM maupun berbagai upaya lain BI merupakan bagian dari sekian banyak faktor pendukung penting lainnya yang diperlukan untuk mengembangkan UMKM di Indonesia.
"Dalam konteks ini, dibutuhkan dukungan dan sinergi semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media massa, hingga masyarakat luas," pungkasnya.
(agn)