Inflasi Tinggi Bayangi Pemulihan Ekonomi, Pemerintah Harus Jaga Stabilitas Harga Kebutuhan Pokok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang kian melonggarkan berbagai syarat bepergian menjadi angin segar yang mendorong peningkatan mobilitas masyarakat.
Geliat ekonomi pascalibur Lebaran pun makin kencang, terlihat dari kota-kota besar seperti Jakarta yang kembali dilanda kemacetan. Optimisme ekonomi segera pulih pun menguat. Namun, di lain pihak ada hal yang perlu diwaspadai yaitu kenaikan harga-harga barang dan jasa atau inflasi .
Di awal tahun 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan harga atau inflasi tahunan per Desember 2021 sebesar 1,87%. Angka tersebut merupakan angka inflasi tahunan tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Penyumbang inflasi terbesar datang dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan kenaikan sebesar 1,6%, diikuti oleh komponen transportasi yang datangnya dari angkutan udara dengan kenaikan sebesar 0,6%.
Belakangan, inflasi di berbagai negara juga merangkak naik, menyebabkan melemahnya daya beli dan pada akhirnya memperlambat proses pemulihan ekonomi.
Keadaan diperparah dengan masih berlangsungnya perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan harga sejumlah komoditas global dan energi yang semakin melejit.
Sejumlah harga pangan yang merangkak naik seperti harga minyak goreng, harga kedelai yang tinggi dan harga beras yang sudah mulai naik harga juga menjadi pendorong inflasi.
Kondisi ini memicu kenaikan level inflasi di berbagai negara, serta menahan laju pemulihan ekonomi global yang sedang berlangsung.
Sebut saja inflasi Turki yang nyaris menyentuh 70% pada April lalu, menembus rekor tertinggi dalam dua dekade terakhir.
Pada bulan Maret dan April 2022, inflasi tinggi melanda banyak negara di dunia. Tak hanya negara berkembang, sejumlah negara maju juga mengalami lonjakan inflasi bahkan mencatatkan rekor.
Contohnya Amerika Serikat (AS) yang pada April 2022 mengalami inflasi 8,3% secara tahunan (year on year/yoy). Meski lebih rendah dibanding Maret di level 8,5% namun tetap saja angkanya masih dalam level tertinggi dalam empat dekade.
Indonesia sendiri pada bulan April 2022 juga mencatatkan inflasi 3,47% yoy dan 0,95% secara bulanan (month-to-month/mtm).
Dalam catatan BPS, inflasi 0,95% ini merupakan yang tertinggi sejak Januari 2017, di mana saat itu terjadi inflasi 0,97%.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan, dengan munculnya varian Omicron Covid-19 beberapa bulan lalu ditambah dengan ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina, tentu bukan hal yang mudah bagi Indonesia untuk menahan laju inflasi.
Di sisi lain, keberhasilan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dalam menekan kasus harian akibat Covid-19 membuat beberapa sektor esensial kembali dibuka.
Imbasnya, aktivitas ekonomi pun kembali bergeliat dan mendorong permintaan masyarakat di tengah kenaikan harga komoditas.
Ditambah dengan kegiatan mudik Lebaran tahun ini dan juga berbagai pelonggaran lainnya juga turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Terbukti dengan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2022 yang mampu tumbuh kuat sebesar 5,0% secara tahunan.
“Kita tetap perlu mengapresiasi kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah sampai saat ini dalam melakukan pemulihan ekonomi nasional,” kata Johanna dalam keterangannya, dikutip Kamis (19/5/2022).
Dia menambahkan, capaian pertumbuhan ekonomi RI kuartal I/2022 tersebut lebih baik dibanding beberapa negara lainnya seperti China (4,8%), Singapura (3,4%), Korea Selatan (3,0%), Amerika Serikat (4,3%), dan Jerman (4,0%). Adapun perekonomian global sendiri pada tahun ini diperkirakan tumbuh sebesar 3,6% hingga 4,5%.
Johanna menambahkan, pertumbuhan ekonomi pasca Lebaran juga dipastikan akan lebih tinggi, mengingat pandemi yang sekarang semakin mereda dan juga kebijakan pemerintah dalam melonggarkan aktivitas mudik masyarakat selama Lebaran.
Bahkan yang terbaru, presiden Joko Widodo juga mengumumkan pelonggaran protokol kesehatan yaitu dibolehkannya masyarakat tidak mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan dan dalam kondisi sehat.
“Namun, ke depannya pemerintah tetap perlu menjaga harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, terutama bahan bakar minyak, gas, dan listrik, mengingat kondisi perekonomian global yang masih belum pulih,” tandasnya.
Geliat ekonomi pascalibur Lebaran pun makin kencang, terlihat dari kota-kota besar seperti Jakarta yang kembali dilanda kemacetan. Optimisme ekonomi segera pulih pun menguat. Namun, di lain pihak ada hal yang perlu diwaspadai yaitu kenaikan harga-harga barang dan jasa atau inflasi .
Di awal tahun 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan harga atau inflasi tahunan per Desember 2021 sebesar 1,87%. Angka tersebut merupakan angka inflasi tahunan tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Penyumbang inflasi terbesar datang dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan kenaikan sebesar 1,6%, diikuti oleh komponen transportasi yang datangnya dari angkutan udara dengan kenaikan sebesar 0,6%.
Belakangan, inflasi di berbagai negara juga merangkak naik, menyebabkan melemahnya daya beli dan pada akhirnya memperlambat proses pemulihan ekonomi.
Keadaan diperparah dengan masih berlangsungnya perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan harga sejumlah komoditas global dan energi yang semakin melejit.
Sejumlah harga pangan yang merangkak naik seperti harga minyak goreng, harga kedelai yang tinggi dan harga beras yang sudah mulai naik harga juga menjadi pendorong inflasi.
Kondisi ini memicu kenaikan level inflasi di berbagai negara, serta menahan laju pemulihan ekonomi global yang sedang berlangsung.
Sebut saja inflasi Turki yang nyaris menyentuh 70% pada April lalu, menembus rekor tertinggi dalam dua dekade terakhir.
Pada bulan Maret dan April 2022, inflasi tinggi melanda banyak negara di dunia. Tak hanya negara berkembang, sejumlah negara maju juga mengalami lonjakan inflasi bahkan mencatatkan rekor.
Contohnya Amerika Serikat (AS) yang pada April 2022 mengalami inflasi 8,3% secara tahunan (year on year/yoy). Meski lebih rendah dibanding Maret di level 8,5% namun tetap saja angkanya masih dalam level tertinggi dalam empat dekade.
Indonesia sendiri pada bulan April 2022 juga mencatatkan inflasi 3,47% yoy dan 0,95% secara bulanan (month-to-month/mtm).
Dalam catatan BPS, inflasi 0,95% ini merupakan yang tertinggi sejak Januari 2017, di mana saat itu terjadi inflasi 0,97%.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan, dengan munculnya varian Omicron Covid-19 beberapa bulan lalu ditambah dengan ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina, tentu bukan hal yang mudah bagi Indonesia untuk menahan laju inflasi.
Di sisi lain, keberhasilan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dalam menekan kasus harian akibat Covid-19 membuat beberapa sektor esensial kembali dibuka.
Imbasnya, aktivitas ekonomi pun kembali bergeliat dan mendorong permintaan masyarakat di tengah kenaikan harga komoditas.
Ditambah dengan kegiatan mudik Lebaran tahun ini dan juga berbagai pelonggaran lainnya juga turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Terbukti dengan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2022 yang mampu tumbuh kuat sebesar 5,0% secara tahunan.
“Kita tetap perlu mengapresiasi kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah sampai saat ini dalam melakukan pemulihan ekonomi nasional,” kata Johanna dalam keterangannya, dikutip Kamis (19/5/2022).
Dia menambahkan, capaian pertumbuhan ekonomi RI kuartal I/2022 tersebut lebih baik dibanding beberapa negara lainnya seperti China (4,8%), Singapura (3,4%), Korea Selatan (3,0%), Amerika Serikat (4,3%), dan Jerman (4,0%). Adapun perekonomian global sendiri pada tahun ini diperkirakan tumbuh sebesar 3,6% hingga 4,5%.
Johanna menambahkan, pertumbuhan ekonomi pasca Lebaran juga dipastikan akan lebih tinggi, mengingat pandemi yang sekarang semakin mereda dan juga kebijakan pemerintah dalam melonggarkan aktivitas mudik masyarakat selama Lebaran.
Bahkan yang terbaru, presiden Joko Widodo juga mengumumkan pelonggaran protokol kesehatan yaitu dibolehkannya masyarakat tidak mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan dan dalam kondisi sehat.
“Namun, ke depannya pemerintah tetap perlu menjaga harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, terutama bahan bakar minyak, gas, dan listrik, mengingat kondisi perekonomian global yang masih belum pulih,” tandasnya.
(ind)