Suarakan Isu Pengendalian di Surga Bisnis Bagi Industri Rokok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2022, Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) didukung oleh Lentera Anak dan Campaign Tobacco Free Kids akan menggelar kegiatan Indonesian Youth Summit on Tobacco Control. Kegiatan yang akan mengambil tema “Speaking Truth to Power” itu sebagai wadah berkumpul dan partisipasi anak muda dari seluruh Indonesia menyuarakan kebenaran terkait isu pengendalian tembakau .
“Melalui Indonesian Youth Summit on Tobacco Control ini, kami akan mengumpulkan 500 anak muda dari seluruh Indonesia mewakili organisasi komunitas maupun individu untuk menyuarakan bahwa industri rokok menargetkan kita anak muda jadi korban adiksi produknya,” kata Sekretaris Jenderal IYCTC, Rama Tantra, Rabu (18/5/2022).
Dia menambahkan, industri rokok tidak peduli terhadap masalah kesehatan dan lingkungan yang mereka timbulkan. “Pemerintah harus melindungi kami melalui peraturan (revisi PP 109) yang kuat,” tuturnya.
Diketahui, Indonesia adalah surga bisnis bagi industri rokok karena rokok dianggap normal untuk dikonsumsi maupun diiklankan ke masyarakat, belum lagi peraturan pengendalian tembakau di Indonesia yang masih sangat lemah tak mampu melindungi kaum muda dari target pemasaran.
Diketahui hingga saat ini korban jeratan adiksi rokok di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) tahun 2019 menyebutkan jumlah prevalensi perokok di Indonesia mencapai 65 juta orang menjadi terbanyak ke-3 di dunia.
Angka tersebut seiring dengan peningkatan prevalensi perokok muda usia 10-18 tahun dari 7,2% menjadi 9,1% tahun 2019. Peningkatan jumlah perokok ini membuat industri rokok berhasil meraup keuntungan besar dari penjualan rokok konvensional.
Sekretaris Jenderal IYCTC, Rama Tantra menyatakan anak muda tidak boleh berdiam diri melihat produk rokok yang dianggap normal di kalangan masyarakat khususnya anak muda sebagai calon korban.
“Sudah sangat jelas, industri rokok menargetkan anak muda melalui iklan promosi sponsor yang masif secara offline maupun online di internet agar kita tertarik (merokok). Selain itu sebenarnya, iklan promosi sponsorship adalah upaya manipulasi yang dilakukan industri rokok untuk menormalisasi produknya. Tidak bisa terus didiamkan,” ucapnya.
Terbaru masa kini industri rokok mulai memperkenalkan produk barunya yaitu rokok elektronik dengan dalih bebas asap dan sebagai produk baru yang dapat memberhentikan perokok konvensional. Namun, faktanya penelitian membuktikan bahwa kandungan bahan kimia dalam rokok elektrik berbahaya mengandung nikotin dan bahkan lebih berbahaya dibandingkan rokok konvensional (ExposeTobacco, 2020).
“Kami di Ambon, resah juga melihat teman-teman kami yang merokok biasa dengan juga nge-vape. Karna dorang so anggap biasa (merokok) itu. Mungkin juga karena mereka yang mau merokok itu mudah sekali beli rokok (rokok konvensional dan vape). Jadi akhirnya banyak yang merokok,” kata Fasilitator Fakota Jordan Vegard.
Selain itu tidak banyak diketahui dan disuarakan fakta bahwa dalam satu batang rokok menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan merusak ekosistem. Semua proses pembuatan rokok konvensional, mulai dari pembudidayaan, produksi, distribusi, dan limbah produk tembakau berkontribusi terhadap perubahan iklim dan mengurangi ketahanan iklim, dengan membuang-buang sumber daya dan merusak ekosistem (Environment Science and Technology American Chemical Society (ACS) 2018).
Menurut aktivis lingkungan River Warrior Aeshnina Azzahra Aqilani, rokok berbahaya bagi lingkungan. “Puntung rokok sudah jelas berbahaya bagi lingkungan karena merupakan sampah residu (B3) yang mencemari udara dan merusak kualitas air hingga dapat membunuh makhluk hidup didalamnya. Dan sampah ini (puntung rokok) sangat banyak di sekitar kita,” katanya.
Sementara itu, aktivis lingkungan dan Staf Edukasi GIDKP Rd Sarah Rauzana Putri menambahkan bahwa penting adanya komitmen pemerintah melalui kebijakan terkait sampah produk rokok yang ditimbulkan.
“Rokok elektronik bukanlah solusi, melainkan menambah masalah baru dari segi lingkungan. Sisa konsumsi atau sampah rokok elektronik, harus dikelola secara spesifik sebagai sampah elektronik. Industri rokok harus bertanggung jawab untuk mengelola sampah produk mereka (Extended Producer Responsibility), tetapi sampai sekarang belum ada bentuk tanggung jawab yang konkret dari industri rokok,” katanya.
“Melalui Indonesian Youth Summit on Tobacco Control ini, kami akan mengumpulkan 500 anak muda dari seluruh Indonesia mewakili organisasi komunitas maupun individu untuk menyuarakan bahwa industri rokok menargetkan kita anak muda jadi korban adiksi produknya,” kata Sekretaris Jenderal IYCTC, Rama Tantra, Rabu (18/5/2022).
Dia menambahkan, industri rokok tidak peduli terhadap masalah kesehatan dan lingkungan yang mereka timbulkan. “Pemerintah harus melindungi kami melalui peraturan (revisi PP 109) yang kuat,” tuturnya.
Diketahui, Indonesia adalah surga bisnis bagi industri rokok karena rokok dianggap normal untuk dikonsumsi maupun diiklankan ke masyarakat, belum lagi peraturan pengendalian tembakau di Indonesia yang masih sangat lemah tak mampu melindungi kaum muda dari target pemasaran.
Diketahui hingga saat ini korban jeratan adiksi rokok di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) tahun 2019 menyebutkan jumlah prevalensi perokok di Indonesia mencapai 65 juta orang menjadi terbanyak ke-3 di dunia.
Angka tersebut seiring dengan peningkatan prevalensi perokok muda usia 10-18 tahun dari 7,2% menjadi 9,1% tahun 2019. Peningkatan jumlah perokok ini membuat industri rokok berhasil meraup keuntungan besar dari penjualan rokok konvensional.
Sekretaris Jenderal IYCTC, Rama Tantra menyatakan anak muda tidak boleh berdiam diri melihat produk rokok yang dianggap normal di kalangan masyarakat khususnya anak muda sebagai calon korban.
“Sudah sangat jelas, industri rokok menargetkan anak muda melalui iklan promosi sponsor yang masif secara offline maupun online di internet agar kita tertarik (merokok). Selain itu sebenarnya, iklan promosi sponsorship adalah upaya manipulasi yang dilakukan industri rokok untuk menormalisasi produknya. Tidak bisa terus didiamkan,” ucapnya.
Terbaru masa kini industri rokok mulai memperkenalkan produk barunya yaitu rokok elektronik dengan dalih bebas asap dan sebagai produk baru yang dapat memberhentikan perokok konvensional. Namun, faktanya penelitian membuktikan bahwa kandungan bahan kimia dalam rokok elektrik berbahaya mengandung nikotin dan bahkan lebih berbahaya dibandingkan rokok konvensional (ExposeTobacco, 2020).
“Kami di Ambon, resah juga melihat teman-teman kami yang merokok biasa dengan juga nge-vape. Karna dorang so anggap biasa (merokok) itu. Mungkin juga karena mereka yang mau merokok itu mudah sekali beli rokok (rokok konvensional dan vape). Jadi akhirnya banyak yang merokok,” kata Fasilitator Fakota Jordan Vegard.
Selain itu tidak banyak diketahui dan disuarakan fakta bahwa dalam satu batang rokok menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan merusak ekosistem. Semua proses pembuatan rokok konvensional, mulai dari pembudidayaan, produksi, distribusi, dan limbah produk tembakau berkontribusi terhadap perubahan iklim dan mengurangi ketahanan iklim, dengan membuang-buang sumber daya dan merusak ekosistem (Environment Science and Technology American Chemical Society (ACS) 2018).
Menurut aktivis lingkungan River Warrior Aeshnina Azzahra Aqilani, rokok berbahaya bagi lingkungan. “Puntung rokok sudah jelas berbahaya bagi lingkungan karena merupakan sampah residu (B3) yang mencemari udara dan merusak kualitas air hingga dapat membunuh makhluk hidup didalamnya. Dan sampah ini (puntung rokok) sangat banyak di sekitar kita,” katanya.
Sementara itu, aktivis lingkungan dan Staf Edukasi GIDKP Rd Sarah Rauzana Putri menambahkan bahwa penting adanya komitmen pemerintah melalui kebijakan terkait sampah produk rokok yang ditimbulkan.
“Rokok elektronik bukanlah solusi, melainkan menambah masalah baru dari segi lingkungan. Sisa konsumsi atau sampah rokok elektronik, harus dikelola secara spesifik sebagai sampah elektronik. Industri rokok harus bertanggung jawab untuk mengelola sampah produk mereka (Extended Producer Responsibility), tetapi sampai sekarang belum ada bentuk tanggung jawab yang konkret dari industri rokok,” katanya.
(akr)