Kebutuhan Pangan Meningkat, Inovasi Sawit Menjadi Keharusan

Jum'at, 27 Mei 2022 - 15:15 WIB
loading...
Kebutuhan Pangan Meningkat, Inovasi Sawit Menjadi Keharusan
Minyak sawit telah menjadi kebutuhan utama masyarakat global yang digunakan sebagai bahan baku produk makanan, kosmetik, sabun, hand sanitizer, oleochemical hingga renewable energy.
A A A
JAKARTA - Minyak sawit telah menjadi kebutuhan utama masyarakat global yang digunakan sebagai bahan baku produk makanan, kosmetik, sabun, hand sanitizer, oleochemical hingga renewable energy. Masyarakat selama 24 jam berdampingan dengan produk berbahan minyak sawit.

“Kegiatan riset dan inovasi menjadi keharusan agar penggunaan produk sawit sesuai kebutuhan masyarakat,” kata Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan, Moch. Edy Yusuf, pada Webinar “Inovasi Sawit dalam Industri Pangan”.

Edy menjelaskan bahwa perlu aksi bersama untuk membangun keberlanjutan hulu hingga hilir kelapa sawit sehingga terjadi harmonisasi people, planet dan profit. “Sawit menjadi komoditas penting bagi masyarakat global karena dapat menjadi olahan produk pangan, kosmetik, sabun, hand sanitizer sampai renewable energy. Selama 24 jam kita hidup berdampingan dengan produk-produk sawit,” ujarnya.

(Baca juga:Bisnis Kuliner Minyak Sawit Sehat Terus Berkembang)

Dikatakan Edy, kebutuhan minyak goreng nasional sebanyak 5,7 juta kiloliter terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebanyak 3,9 juta kiloliter. Sementara, kebutuhan industri sebesar 1,8 juta kiloliter.

“Adanya kebutuhan minyak goreng perlu dibarengi edukasi penggunaan produk berbasis sawit aman dan kegiatan ini perlu ditingkatkan,” jelasnya.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mendukung pengembangan riset sawit termasuk bidang pangan sesuai amanat Perpres Nomor 66/2018 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

(Baca juga:Wah, Ternyata Minyak Sawit Kaya Akan Vitamin)

Arfie Thahar, Kepala Divisi Pelayanan BPDKS menjelaskan terdapat tujuh bidang kelompok riset yaitu budidaya, pascapanen dan pengolahan, pangan dan kesehatan, bioenergy, oleokimia dan biomaterial, lingkungan serta sosial, ekonomi, bisnis manajemen dan pasar. Kegiatan penelitian dan pengembangan sawit bertujuan meningkatkan produktivitas, sustainability, penciptaan produk atau pasar baru dan meningkatkan kesejahteran petani.

Jumlah dana riset disalurkan BPDPKS mencapai Rp389,3 miliar kepada 235 bidang penelitian sepanjang periode 2015-2021. Riset ini meliputi 48 bidang bioenergi, 9 bidang pascapanen, 26 riset budidaya,17 bidang pangan dan kesehatan, 37 bidang oleokimia dan biomaterial, 61 bidang sosial ekonomi, dan 37 bidang lingkungan.

Arfie menuturkan program riset BPDPKS menjalin kerja sama dengan 70 Lembaga Penelitian dan Pengembangantermasuk perguruan tinggi dan BRIN. Selain itu, ada 840 peneliti, 346 mahasiswa, 201 publikasi yang terlibat dalam riset BPDPKS. “Dari program riset ini dihasilkan 42 paten dan 6 buku,” ujar Arfie.

(Baca juga:Tudingan Dewan Minyak Sawit Indonesia Soal Kelangkaan Minyak Goreng)

Sahat Sinaga, Plt. Ketua Umum Dewan Sawit Indonesia menjelaskan bahwa kampanye negatif sawit sudah berlangsung semenjak 1980-an. Harga sawit yang kompetitif selalu dikaitkan dengan kualitas. Tuduhan rendahnya kualitas minyak sawit selalu digaungkan negara produsen minyak nabati lain.

Sebab, harga minyak nabati lain lebih tinggi USD200 per ton daripada sawit. “Kalau ada tuduhan harga sawit murah lalu kualitasnya rendah, itu tidak benar,” jelasnya.

Sahat juga menjelaskan banyak orang tidak tahu bahwa kandungan gizi minyak sawit setara dengan Air Susu Ibu (ASI). Maka itu dalam industri susu digunakan juga sawit ini.

Dalam upaya meningkatkan kualitas minyak sawit telah ada inovasi seperti Pabrik Minyak Sawit Tanpa Uap (PMTU). Sahat menjelaskan pengolahan dengan teknologi tanpa uap akan membuat kandungan klorin yang mengandung senyawa karsinogenik dari proses pemurnian CPO yang menghasilkan Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Olien dapat memenuhi standar pasar internasional. Manfaat lain pengoperasian PMTU lebih efisien dan ramah lingkungan.

Dijelaskan Sahat, pengoperasian teknologi PMTU dapat dijalankan melalui skema korporasi petani di 26 provinsi. Alhasil posisi tawar petani akan meningkat terutama dari aspek harga TBS sawit.

Pada kesempatan itu, Prof Nuri Andarwulan, Guru Besar IPB University menyampaikan minyak sawit sebagai ingredien pangan olahan yang sulit digantikan oleh minyak atau lemak lainnya.

“Minyak sawit sebagai ingredien minyak pangan olahan. Minyak sawit sangat sulit untuk disubstitusi oleh minyak nabati lain yang ada di pasaran. Ini berhubungan dengan keekonomian dan teknologi yang diterapkan,” ucapnya.

Dijelaskan Prof Nuri, salah satu produk berbahan minyak sawit yang digunakan untuk olahan pangan yaitu margarin untuk oles. Dulu, margarin lebih banyak dari minyak biji-bijian yang dihidrogenasi. Saat ini margarin dari minyak sawit dapat berkompetisi dengan produk lain di pasaran.

“Berikutnya minyak sawit untuk masak yaitu vegetable ghee atau margarin cair adalah teksturisasi campuran dari fraksi minyak sawit dan masih banyak lagi produk lain dari sawit yang digunakan untuk makanan misalnya margarin for cream yang sulit digantikan oleh minyak nabati lainnya. Dan, untuk bahan non dairy creamer dan chocolate coating,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof Nuri menegaskan minyak sawit sebagai ingedrien produk susu formula (infant, follow on, growing-up formula). Minyak sawit digunakan untuk growing-up formula supaya mirip dengan Air Susu Ibu (ASI). Hasil dari sampling susu formula yang ada di pasaran 90% mengandung minyak sawit.

Jummy Bismar Sinaga, Senior Manager Commercial Biofuel APICAL Indonesia, menuturkan bahwa APICAL terus mengembangkan riset dan inovasi untuk menghasilkan produk hilir kelapa sawit. Dari sektor hulu, APICAL mendapatkan dukungan dari Asian Agri yang memiliki luas 100.000 ha kebun inti dan 60.000 ha kebun plasma serta 41.000 ha kebun swadaya. Didukung 22 pabrik kelapa sawit dan 10 unit kernel crushing plant.

“Keberadaan kebun, pabrik sawit, dan refineri kami saling terjangkau sehingga mengoptimalkan efektivitas dan efisiensi rantai suplai APICAL. Keunggulan ini menjadikan nilai jual kepada konsumen sehingga delivery bisa on time,” ujarnya.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1174 seconds (0.1#10.140)