SIMURP Ajarkan Petani dan Penyuluh Cara Mengukur Emisi Gas Rumah Kaca

Selasa, 23 Juni 2020 - 17:42 WIB
loading...
SIMURP Ajarkan Petani dan Penyuluh Cara Mengukur Emisi Gas Rumah Kaca
Kerja sama Proyek SIMURP-Pusat Penyuluhan BPPSDMP dengan Balingtan-Badan Litbang Pertanian, memberikan banyak manfaat buat petani dan penyuluh.
A A A
JAKARTA - Kerja sama Proyek SIMURP-Pusat Penyuluhan BPPSDMP dengan Balingtan-Badan Litbang Pertanian, memberikan banyak manfaat buat petani dan penyuluh. Diantaranya, mengajarkan petani dan penyuluh cara mengukur emisi gas rumah kaca.

Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Indonesia telah memasuki industri 4.0. Semua sektor telah menyentuh digital, begitu juga dengan pertanian.

“Kita ingin menjadikan pertanian Indonesia maju, mandiri, dan modern. Yang artinya, penggunaan teknologi tidak bisa lagi dihindari. Lewat teknologi kita ingin hasil produksi menjadi maksimal, dan lebih tinggi lagi,” tuturnya, Senin (22/06/2020).

Sedangkan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, mengatakan meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) tak lepas dari aktivitas manusia.

“Peningkatan emisi gas rumah kaca, dapat menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Dampaknya tentu saja akan sangat dirasakan sektor pertanian, serta bisa mengancam ketersediaan pangan nasional. Lewat kegiatan yang dilakukan SIMURP, kita ingin kondisi itu diantisipasi,” katanya.

Proyek SIMURP-Pusat Penyuluhan BPPSDMP dengan Balingtan-Badan Litbang Pertanian telah menyusun Modul dan video tutorial tentang Pengukuran Emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Modul ini juga juga menjadi bahan ToT dan ToF Climate Smart Agriculture bagi penyuluh/petugas dan petani.

“Agar mereka memahami pentingnya upaya penurunan emisi GRK yang disebabkan oleh praktek pertanian yang kurang ramah lingkungan,” tutur Dedi.

Kegiatan ini sebagai Tindak lanjut dari kegiatan Training of Master Trainer yang berlangsung pada bulan awal tahun 2020 lalu, Pusat Penyuluhan akan melaksanakan pelatihan bagi para penyuluh dan petugas dan pelatihan bagi petani pada bulan Juli 2020.

Terkait dengan hal tersebut Pusat Penyuluhan bekerja sama dengan Balai Lingkungan Pertanian (Balingtan) Pati, mempersiapkan materi video tutorial sebagai pengganti kegiatan prakatek, salah satu materi yang dipersiapkan adalah cara bagaimana mengukur GRK.

Gas rumah kaca adalah gas di troposfer yang mampu menyerap sinar infra merah yang kemudian dipantulkan oleh bumi sehingga bumi menjadi hangat. Suhu permukaan bumi tanpa gas rumah kaca akan 33 derajat celcius lebih dingin dibandingkan suhu saat ini. Berdasarkan IPCC, 2007 emisi GRK yang tinggi berpotensi menaikkan suhu bumi 1,31-2,32oC pada pertengahan abad 21.

Kegiatan pertanian dipandang sebagai sumber CO2, CH4, dan N2O yaitu sebagai hasil pembakaran biomassa, penanaman padi, fermentasi enterik, pengelolaan pupuk, tanah, dan sumber pertanian lainnya. Oleh karena itu, harus dilakukan upaya adaptasi dan mitigasi untuk menghadapi perubahan iklim sebagai akibat meningkatnya GRK.

Beberapa contoh aksi adaptasi pada lahan sawah adalah penanaman varietas dengan potensi hasil tinggi dan adaptif terhadap perubahan iklim dan pengelolaan air. Upaya adaptasi yang dapat dilakukan oleh petani adalah peningkatan efisiensi pemupukan dan pemupukan berimbang. Kegiatan tersebut merupakan aksi adaptasi, namun sekaligus dapat memberikan nilai tambah berupa penurunan emisi gas N2O.

Di Balingtan dapat dilakukan pengenalan alat untuk mengukur emisi GRK dari lahan sawah berupa Sungkup (Chamber) berbentuk balok, Vial/ampul, Termometer, Baterai, Bangku, Alat tulis dan Stopwatch.

Pengambilan sampel GRK sebaiknya dilakukan minimal 3 kali dalam satu musim, yaitu pada saat tanaman padi memasuki fase anakan aktif (35 Hari), fase berbunga (65 Hari) dan fase pemasakan biji atau menjelang panen (90 Hari).

Setelah mengetahui cara besarnya konsentrasi gas maka kita dapat menghitung emisi dari suatu perlakuan. Perlakuan yg dapat meningkatkan hasil namun dapat menurunkan emisi GRK itulah yg dinamakan tindakan mitigasi. Contohnya adalah pengaturan air dengan pengairan intermittent atau berselang, pengairan AWD. Kemudian penggunaan varietas padi yang emisi gas metan rendah misalnya Ciherang, Membramo, Inpari 32. Demikian juga dengan penggunaan bahan organik matang, dapat mengurangi emisi GRK.

Setelah mengetahui besarnya emisi GRK, kita bisa menentukan tindakan yg dapat menurunkan emisi GRK dari lahan sawah, salah satunya adalah dengan menerapkan teknologi pertanian cerdas iklim (Climate Smart Agriculture/CSA), dengan CSA diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman, meningkatkan produksi sehingga meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus meningkatkan ketangguhan petani terhadap perubahan iklim.
(ars)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1641 seconds (0.1#10.140)