Mal Masih Lesu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejak diizinkan beroperasi kembali pada 15 Juni 2020, pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Di pusat perbelanjaan Plaza Indonesia misalnya, sebelum masuk ke dalam mal, pengunjung harus melakukan scan barcode dan mengisi data diri seperti nama, nomor telepon, dan alamat surat elektronik. Selain itu, pengunjung juga harus melewati scanner suhu tubuh yang dilengkapi dengan layar lebar (thermal camera).
Di dalam mal pengunjung wajib melakukan scan barcode di tenant yang hendak dikunjungi. Tak hanya Plaza Indonesia, mal lain di Ibu Kota seperti Central Park, Neo Soho Mal, Senayan City, Pacific Place juga melakukan hal serupa. Sejumlah fasilitas didesain touchless sehingga tangan pengunjung tak menyentuh langsung fasilitas seperti lift, tombol parkir, hingga saniter. Pengelola mal juga menyiapkan hand sanitizer di banyak tempat.
Para pengunjung yang masuk ke gerai tenant harus sabar mengantre karena setiap tenant diwajibkan membatasi jumlah pengunjung. Termasuk tenant yang sedang menggelar program diskon. Dengan ada protokol kesehatan tersebut, suasana di dalam mal menjadi lebih nyaman dan segar.
Tak terlihat penumpukan jumlah pengunjung di gerai-gerai yang sedang mengadakan diskon tengah tahun. Protokol yang ketat tersebut membuat pengunjung mal merasa tenang. Di Centarl Park mal, petugas mal berseragam hijau abu-abu pun bersiap berbaris di depan pintu masuk untuk mengecek kembali tanda konfirmasi pengunjung yang sudah mengisi data melalui QR Code. (Baca: 4 Tahun Menyamar, Marinir Gadugan Diciduk Polisi Militer)
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan, rata-rata kunjungan mal selama masa transisi sebesar 30%. Jumlah ini memang masih lebih kecil dari batas maksimal tingkat kunjungan yang sebesar 50% dari kapasitas mal. “Awal-awal sekitar 20%, kemudian mulai meningkat 30%, dan sekarang sudah mendekati 40%. Saya kira ini oke, yang penting bertahap,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Stefanus mengakui penurunan daya beli menjadi satu di antara faktor yang membuat mal masih sepi. Selain itu, beberapa tenant hiburan di mal seperti bioskop dan tempat bermain anak juga belum dibuka. Stefanus mengatakan, jumlah pengunjung tidak akan membeludak seperti sebelum pandemi Covid-19. Ini karena ada pertimbangan second wave (gelombang kedua) Covid-19 yang berpotensi terjadi.
“Walaupun saat ini mal sudah kembali beroperasi, tetapi tidak langsung orang banyak datang ke sana. Tentunya mereka memiliki pemikiran tersendiri tentang bahaya kesehatan atau bisa juga karena penghasilan mereka yang menurun karena dalam fase new normal baru mendapatkan kembali pekerjaan setelah lama dirumahkan atau terkena PHK,” kata Stefanus.
Dia mencontohkan pengalaman di China di mana industri ritel pada tahap awal hanya memiliki recovery rate 10%. Stefanus juga mengakui penjualan ritel memang sudah menurun saat Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus Covid-19 masuk ke Indonesia, ditambah lagi dengan ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat orang takut keluar rumah.
Penurunan aktivitas belanja di mal maupun pusat ritel lainnya juga dikarenakan perubahan perilaku belanja konsumen yang beralih pada peningkatan pembelian bahan pangan dan belanja barang medis. “Covid-19 telah mengubah perilaku konsumsi masyarakat seperti income-nya kebanyakan ?turun. Juga, perubahan prioritas konsumen untuk tidak melakukan pembelian kebutuhan sekunder,” ungkapnya.
APPBI terus melakukan sosialisasi penerapan protokol kesehatan sehingga bisa meyakinkan masyarakat bahwa mal merupakan tempat berbelanja yang aman. “Saya kira pelan-pelan pasti naik lagi. Kalau lihat data, pengunjung mal juga naik terus karena tidak bisa dipaksa buru-buru. Jadi kita jangan berpikir untung saja,” jelasnya. (Baca juga: WHO: Kurangnya Kepemimpinan Global Ancaman Besar Perangi Pandemi)
Di dalam mal pengunjung wajib melakukan scan barcode di tenant yang hendak dikunjungi. Tak hanya Plaza Indonesia, mal lain di Ibu Kota seperti Central Park, Neo Soho Mal, Senayan City, Pacific Place juga melakukan hal serupa. Sejumlah fasilitas didesain touchless sehingga tangan pengunjung tak menyentuh langsung fasilitas seperti lift, tombol parkir, hingga saniter. Pengelola mal juga menyiapkan hand sanitizer di banyak tempat.
Para pengunjung yang masuk ke gerai tenant harus sabar mengantre karena setiap tenant diwajibkan membatasi jumlah pengunjung. Termasuk tenant yang sedang menggelar program diskon. Dengan ada protokol kesehatan tersebut, suasana di dalam mal menjadi lebih nyaman dan segar.
Tak terlihat penumpukan jumlah pengunjung di gerai-gerai yang sedang mengadakan diskon tengah tahun. Protokol yang ketat tersebut membuat pengunjung mal merasa tenang. Di Centarl Park mal, petugas mal berseragam hijau abu-abu pun bersiap berbaris di depan pintu masuk untuk mengecek kembali tanda konfirmasi pengunjung yang sudah mengisi data melalui QR Code. (Baca: 4 Tahun Menyamar, Marinir Gadugan Diciduk Polisi Militer)
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan, rata-rata kunjungan mal selama masa transisi sebesar 30%. Jumlah ini memang masih lebih kecil dari batas maksimal tingkat kunjungan yang sebesar 50% dari kapasitas mal. “Awal-awal sekitar 20%, kemudian mulai meningkat 30%, dan sekarang sudah mendekati 40%. Saya kira ini oke, yang penting bertahap,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Stefanus mengakui penurunan daya beli menjadi satu di antara faktor yang membuat mal masih sepi. Selain itu, beberapa tenant hiburan di mal seperti bioskop dan tempat bermain anak juga belum dibuka. Stefanus mengatakan, jumlah pengunjung tidak akan membeludak seperti sebelum pandemi Covid-19. Ini karena ada pertimbangan second wave (gelombang kedua) Covid-19 yang berpotensi terjadi.
“Walaupun saat ini mal sudah kembali beroperasi, tetapi tidak langsung orang banyak datang ke sana. Tentunya mereka memiliki pemikiran tersendiri tentang bahaya kesehatan atau bisa juga karena penghasilan mereka yang menurun karena dalam fase new normal baru mendapatkan kembali pekerjaan setelah lama dirumahkan atau terkena PHK,” kata Stefanus.
Dia mencontohkan pengalaman di China di mana industri ritel pada tahap awal hanya memiliki recovery rate 10%. Stefanus juga mengakui penjualan ritel memang sudah menurun saat Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus Covid-19 masuk ke Indonesia, ditambah lagi dengan ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat orang takut keluar rumah.
Penurunan aktivitas belanja di mal maupun pusat ritel lainnya juga dikarenakan perubahan perilaku belanja konsumen yang beralih pada peningkatan pembelian bahan pangan dan belanja barang medis. “Covid-19 telah mengubah perilaku konsumsi masyarakat seperti income-nya kebanyakan ?turun. Juga, perubahan prioritas konsumen untuk tidak melakukan pembelian kebutuhan sekunder,” ungkapnya.
APPBI terus melakukan sosialisasi penerapan protokol kesehatan sehingga bisa meyakinkan masyarakat bahwa mal merupakan tempat berbelanja yang aman. “Saya kira pelan-pelan pasti naik lagi. Kalau lihat data, pengunjung mal juga naik terus karena tidak bisa dipaksa buru-buru. Jadi kita jangan berpikir untung saja,” jelasnya. (Baca juga: WHO: Kurangnya Kepemimpinan Global Ancaman Besar Perangi Pandemi)