Pemerintah Jawab Keberatan Asosiasi Ecommerce Soal E-Meterai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keberatan Indonesian E-Commerce Association (IdEA) soal penerapan materai elektronik ( e-meterai ) dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi digital tampaknya bakal sedikit terjawab. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menegaskan bahwa rencana penerapan bea meterai dengan syarat dan ketentuan tertentu (terms and conditions) di e-commerce hanya untuk transaksi belanja di atas Rp5 juta.
"Rencana ini enggak mengganggu (ekosistem digital). Itu kan ada minimumnya, jadi harusnya enggak mengganggu. Tapi coba nanti kita kaji ya, harusnya untuk belanja besar saja," ujar Febrio di kawasan DPR RI Jakarta, Senin (13/6/2022).
Landasan hukum mengenai bea meterai digital ini tertuang dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Dalam beleid tersebut, transaksi digital yang dikenakan bea meterai atau e-meterai yaitu yang memiliki nilai di atas Rp5 juta.
Menurut Febrio, pengenaan bea meterai Rp10 ribu di e-commerce tersebut merupakan hal yang wajar, terlebih minimal transaksi belanjanya tergolong besar, yakni Rp5 juta. Sehingga, menurut dia, penerapan bea meterai ini tak akan mengganggu masyarakat secara luas.
"Tapi kan ada batas minimumnya, harusnya enggak akan berpengaruh. Tapi kalau yang ingin kita lihat formalitasnya, kalau makin besar (belanjanya), ya formalitas juga makin kuat. Ya wajar dong untuk bayar meterai, enggak apa-apa," pungkasnya.
Sebelumnya, IdEA menyatakan bahwa penerapan e-meterai akan menghambat pertumbuhan ekonomi digital dan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global. Kebijakan itu juga akan memberatkan pelaku usaha kecil yang mencoba mendigitalisasi usahanya.
"Apalagi UMKM, laku saja belum sudah harus bayar meterai," ujar Ketua Umum IdEA Bima Laga.
"Rencana ini enggak mengganggu (ekosistem digital). Itu kan ada minimumnya, jadi harusnya enggak mengganggu. Tapi coba nanti kita kaji ya, harusnya untuk belanja besar saja," ujar Febrio di kawasan DPR RI Jakarta, Senin (13/6/2022).
Landasan hukum mengenai bea meterai digital ini tertuang dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Dalam beleid tersebut, transaksi digital yang dikenakan bea meterai atau e-meterai yaitu yang memiliki nilai di atas Rp5 juta.
Menurut Febrio, pengenaan bea meterai Rp10 ribu di e-commerce tersebut merupakan hal yang wajar, terlebih minimal transaksi belanjanya tergolong besar, yakni Rp5 juta. Sehingga, menurut dia, penerapan bea meterai ini tak akan mengganggu masyarakat secara luas.
"Tapi kan ada batas minimumnya, harusnya enggak akan berpengaruh. Tapi kalau yang ingin kita lihat formalitasnya, kalau makin besar (belanjanya), ya formalitas juga makin kuat. Ya wajar dong untuk bayar meterai, enggak apa-apa," pungkasnya.
Sebelumnya, IdEA menyatakan bahwa penerapan e-meterai akan menghambat pertumbuhan ekonomi digital dan mengurangi daya saing Indonesia di kancah global. Kebijakan itu juga akan memberatkan pelaku usaha kecil yang mencoba mendigitalisasi usahanya.
"Apalagi UMKM, laku saja belum sudah harus bayar meterai," ujar Ketua Umum IdEA Bima Laga.
(uka)