Pedagang valas desak UU Devisa Bebas direvisi

Jum'at, 13 Desember 2013 - 10:09 WIB
Pedagang valas desak UU Devisa Bebas direvisi
Pedagang valas desak UU Devisa Bebas direvisi
A A A
Sindonews.com - Pemerintah didesak untuk mengkaji kembali Undang-Undang (UU) Devisa Bebas, mengingat beleid yang membebaskan lalu lintas devisa valuta asing (valas) ini, membuat ekonomi nasional rentan gejolak dan terjadi volatilitas kurs rupiah.

‪"Melihat kondisi ekonomi bangsa, saat ini yang harus coba direformasi adalah UU Nomor 24 Tahun 1999 soal Devisa Bebas. UU tersebut membuat ekonomi kita rentan sekali dengan gejolak ekonomi global. Krisis yang terjadi membuat rupiah kita mudah goyang dalam enam bulan saja," kata Ketua Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Muhamad Idrus di Jakarta, Kamis (12/12/2013) malam.

‪Sebagai pedagang, kata Idrus, dia bersama 500 anggota APVA mungkin bisa mengail untung lebih dari gejolak rupiah. Jika di kondisi normal, selisih kurs yang diraih para pedagang valas hanya sebesar 10-30 poin, di kondisi saat ini dengan fluktuasi yang tinggi, para pedagang bisa mengambil selisih hingga 300 poin.‬

‪"Bagi kami pedagang mau rupiah berapa saja tidak masalah, tapi secara moral lebih baik stabil," kata dia.‬

‪Sejauh ini, perdagangan valas di Indonesia sangat terpengaruh oleh kondisi Amerika serikat yang menjadi sentral perdagangan valas paling tinggi di dunia.

"Kita hanya kecil sekali, cuma USD3,1 miliar (0,45 persen transaksi dunia) per hari. Dibanding Singapura saja jauh. Mereka bisa USD34 miliar per hari," ungkap dia.‬

‪Sebagai warga negara Indonesia, dia mengaku merasa terusik dengan kondisi saat ini. Dengan pengalamannya berdagang valas, dia meyakini lalu lintas devisa saat ini memang perlu diperbaiki dengan mengubah UU yang ada.‬

‪"Sejak kita menganut devisa bebas, gejolak rupiah itu siklusnya lima tahun sekali. Gejolak rupiah terjadi di 2003, 2008 lalu di 2013 ini. Semuanya terkait resesi global, makanya tak heran jika di awal Januari tahun ini rupiah masih di Rp9.600 per USD, tapi saat ini menjadi Rp 12.000 per USD. India yang terderpresiasi 18 persen sudah dibilang dalam, kita lebih dalam," tutur Idrus.‬

‪Regulasi peninggalan era ketergantungan RI terhadap Dana Moneter Internasional (IMF) ini dituding Idrus yang merupakan calon legislatif (caleg) DPR Dapil III DKI menjadi biang keladi pasar valas dan pasar modal Indonesia mudah goyah.

‪Kebijakan rezim devisa bebas juga dinilai kurang produktif terhadap pengelolaan cadangan devisa dari hasil ekspor dalam negeri. "Eksportir sebenarnya juga gak untung-untung banget dengan depresiasi rupiah," pungkas dia.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5350 seconds (0.1#10.140)