Hemat Subsidi, Pengamat Usulkan Pertamax Gantikan Pertalite
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite di angka Rp17.200 per liter dinilai terpaut terlalu jauh dengan harga jualnya yang hanya Rp7.650 per liter. Subdidi negara sebesar Rp9.550 per liter untuk Pertalite ini dinilai terlalu besar, sehingga akan sangat membebani Keuangan Pemerintah.
"Karena itu, Pemerintah sebaiknya menghapus BBM Pertalite RON 90 dan menggantinya dengan Pertamax RON 92 sebagai BBM bersubsidi," ujar Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria dalam siaran pers, Sabtu (9/7/2022).
Dia mengatakan, dengan mensubsidi Pertamax, beban subsidi yang ditanggung Pemerintah tidak akan sebesar subsidi terhadap Pertalite. Dengan harga jual eceran Pertamax 92 saat ini sebesar Rp12.500 per liter, selisih dengan harga keekonomian hanya sebesar Rp5.400 per liter.
Sofyano beralasan, dengan beban subsidi yang lebih ringan, kalaupun masih terjadi kebocoran sehingga kuota BBM bersubsidi jebol, pemerintah masih lebih mungkin mengatasinya.
Pemakaian Pertamax adalah sebesar 23 juta kiloliter (KL) per tahun, atau sama dengan kuota Pertalite untuk tahun 2022. Dengan demikian, secara nominal subsidi Pertamax adalah sekitar Rp124 triliun, sedangkan subsidi Pertalite untuk kuota 23 juta KL adalah Rp219,65 triliun. "Jika nanti terjadi kebocoran, atau kuota jebol yang diperkirakan besarnya bisa mencapai 3,7 juta KL, tidak akan terlalu berat," tuturnya.
Dia menambahkan, jika Pertamax yang disubsidi, Pemerintah juga bisa menurunkan harga jualnya misalnya menjadi Rp11.500 per liter. Ini berarti Pemerintah hanya menyubsidi sebesar Rp6.400 per liter, tetap masih lebih hemat ketimbang subsidi Pertalite yang sebesar Rp9.550 per liter.
"Yang tak kalah pentingnya dengan menjadikan Pertamax RON 92 sebagai BBM subsidi, dari segi kualitas ini juga lebih positif untuk lingkungan, karena BBM dengan RON 92 jelas lebih ramah lingkungan daripada RON 90," tambahnya.
Terlepas dari itu, Sofyano menegaskan bahwa Pemerintah perlu merevisi aturan pengawasan pengendalian kuota BBM subsidi/kompensasi tahun 2022. Tanpa itu, menurutnya Pemerintah akan sulit menghindar dari penggelembungan dari kuota yang telah ditetapkan.
"Karena itu, Pemerintah sebaiknya menghapus BBM Pertalite RON 90 dan menggantinya dengan Pertamax RON 92 sebagai BBM bersubsidi," ujar Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria dalam siaran pers, Sabtu (9/7/2022).
Dia mengatakan, dengan mensubsidi Pertamax, beban subsidi yang ditanggung Pemerintah tidak akan sebesar subsidi terhadap Pertalite. Dengan harga jual eceran Pertamax 92 saat ini sebesar Rp12.500 per liter, selisih dengan harga keekonomian hanya sebesar Rp5.400 per liter.
Sofyano beralasan, dengan beban subsidi yang lebih ringan, kalaupun masih terjadi kebocoran sehingga kuota BBM bersubsidi jebol, pemerintah masih lebih mungkin mengatasinya.
Pemakaian Pertamax adalah sebesar 23 juta kiloliter (KL) per tahun, atau sama dengan kuota Pertalite untuk tahun 2022. Dengan demikian, secara nominal subsidi Pertamax adalah sekitar Rp124 triliun, sedangkan subsidi Pertalite untuk kuota 23 juta KL adalah Rp219,65 triliun. "Jika nanti terjadi kebocoran, atau kuota jebol yang diperkirakan besarnya bisa mencapai 3,7 juta KL, tidak akan terlalu berat," tuturnya.
Dia menambahkan, jika Pertamax yang disubsidi, Pemerintah juga bisa menurunkan harga jualnya misalnya menjadi Rp11.500 per liter. Ini berarti Pemerintah hanya menyubsidi sebesar Rp6.400 per liter, tetap masih lebih hemat ketimbang subsidi Pertalite yang sebesar Rp9.550 per liter.
"Yang tak kalah pentingnya dengan menjadikan Pertamax RON 92 sebagai BBM subsidi, dari segi kualitas ini juga lebih positif untuk lingkungan, karena BBM dengan RON 92 jelas lebih ramah lingkungan daripada RON 90," tambahnya.
Terlepas dari itu, Sofyano menegaskan bahwa Pemerintah perlu merevisi aturan pengawasan pengendalian kuota BBM subsidi/kompensasi tahun 2022. Tanpa itu, menurutnya Pemerintah akan sulit menghindar dari penggelembungan dari kuota yang telah ditetapkan.
(fai)