Mayoritas Warga Amerika Mulai Ancang-ancang Hadapi Kedatangan Resesi
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Para ahli sedang menimbang peluang tentang seberapa besar kemungkinan resesi ekonomi dan seberapa cepat bakal menimpa Amerika Serikat (AS). Mayoritas orang Amerika atau sebanyak 70% mempercayai bahwa penurunan ekonomi sedang dalam perjalanan, berdasarkan survei terbaru dari MagnifyMoney.
Dikutip dari CNBC, survei online dilakukan antara periode 10 dan 14 Juni dan melibatkan 2.082 responden. Resesi didefinisikan sebagai penurunan ekonomi signifikan yang berlangsung lebih dari beberapa bulan. Tanda peringatan resesi terbesar menurut 88% responden, adalah inflasi yang tinggi.
Selanjutnya 61% responden juga meyakini sinyal penurunan ekonomi terlihat dalam harga perumahan dan sewa properti, lalu 56% dari kenaikan suku bunga. Sedangkan 55% dari pergerakan pasar saham, penurunan belanja konsumen 42% dan meningkatnya pengangguran 36%.
Beberapa persepsi itu bersandar pada bagaimana banyak orang memandang tentang ekonomi, saat angka-angka memperlihatkan penurunan. Sementara ekonomi AS masih memiliki titik terang, ketika pasar tenaga kerja secara keseluruhan cederung menguat dan ada kenaikamn upah.
Namun kenaikan harga yang lebih tinggi telah meningkatkan kekhawatiran terhadap keuangan orang Amerika, menurut Matt Schulz, Kepala Analis Kredit di LendingTree, yang memiliki MagnifyMoney.
"Ketika sesuatu yang mendasar bagi kehidupan sehari-hari banyak orang seperti harga gas dan tagihan bahan makanan menjadi sangat tinggi, itu benar-benar memiliki dampak besar pada cara orang melihat sesuatu," kata Schulz.
Lonjakan Inflasi
Data inflasi yang akan datang dapat semakin memicu kecemasan konsumen. Indeks Harga Konsumen, yang mengukur perubahan rata-rata harga dari waktu ke waktu untuk barang dan jasa tertentu, naik 8,6% pada Mei dari tahun sebelumnya dengan kenaikan tertinggi sejak 1981.
Data terbaru untuk bulan Juni dijadwalkan akan dirilis pada hari Rabu. "Kami memperkirakan beberapa hal utama, yang mencakup gas dan makanan akan sangat tinggi, terutama karena harga gas sangat tinggi pada bulan Juni," kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre selama konferensi pers.
Namun, angka-angka Juni itu sudah ketinggalan zaman karena harga energi sejak itu turun secara substansial, katanya.
"Prioritas ekonomi nomor satu Presiden adalah mengatasi inflasi," ujar Jean-Pierre.
"Dan ke depan, ada sejumlah alasan mengapa kami memperkirakan harga tinggi itu akan mereda selama beberapa bulan mendatang," sambungnya.
Persiapan Menghadapi Resesi
Kekhawatiran terbesar banyak orang tentang resesi yang membayangi adalah ketidakmampuan untuk membayar tagihan mereka, dimana menurut survei MagnifyMoney sebesar 44%.
Untuk mempersiapkan kedatangan resesi, banyak yang fokus menjaga pengeluaran mereka. Tercatat 62% responden mengatakan mereka mengurangi pengeluaran, sementara 39% tetap berpegang pada anggaran.
Langkah-langkah itu bisa menjadi penting jika terjadi kehilangan pekerjaan atau merosotnya keuangan, kata para ahli. Lainnya mempersiapkan tabungan darurat, yang dilakukan oleh 26% responden.
Responden MagnifyMoney juga melaporkan,24% terpaksa mengambil pekerjaan sampingan untuk menopang aliran pendapatan mereka dan 6% meningkatkan kinerja pekerjaan. 6% lainnya melaporkan menyesuaikan portofolio investasi mereka.
Sementara itu 11% responden mengatakan mereka tidak melakukan apa-apa.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Dikutip dari CNBC, survei online dilakukan antara periode 10 dan 14 Juni dan melibatkan 2.082 responden. Resesi didefinisikan sebagai penurunan ekonomi signifikan yang berlangsung lebih dari beberapa bulan. Tanda peringatan resesi terbesar menurut 88% responden, adalah inflasi yang tinggi.
Selanjutnya 61% responden juga meyakini sinyal penurunan ekonomi terlihat dalam harga perumahan dan sewa properti, lalu 56% dari kenaikan suku bunga. Sedangkan 55% dari pergerakan pasar saham, penurunan belanja konsumen 42% dan meningkatnya pengangguran 36%.
Beberapa persepsi itu bersandar pada bagaimana banyak orang memandang tentang ekonomi, saat angka-angka memperlihatkan penurunan. Sementara ekonomi AS masih memiliki titik terang, ketika pasar tenaga kerja secara keseluruhan cederung menguat dan ada kenaikamn upah.
Namun kenaikan harga yang lebih tinggi telah meningkatkan kekhawatiran terhadap keuangan orang Amerika, menurut Matt Schulz, Kepala Analis Kredit di LendingTree, yang memiliki MagnifyMoney.
"Ketika sesuatu yang mendasar bagi kehidupan sehari-hari banyak orang seperti harga gas dan tagihan bahan makanan menjadi sangat tinggi, itu benar-benar memiliki dampak besar pada cara orang melihat sesuatu," kata Schulz.
Lonjakan Inflasi
Data inflasi yang akan datang dapat semakin memicu kecemasan konsumen. Indeks Harga Konsumen, yang mengukur perubahan rata-rata harga dari waktu ke waktu untuk barang dan jasa tertentu, naik 8,6% pada Mei dari tahun sebelumnya dengan kenaikan tertinggi sejak 1981.
Data terbaru untuk bulan Juni dijadwalkan akan dirilis pada hari Rabu. "Kami memperkirakan beberapa hal utama, yang mencakup gas dan makanan akan sangat tinggi, terutama karena harga gas sangat tinggi pada bulan Juni," kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre selama konferensi pers.
Namun, angka-angka Juni itu sudah ketinggalan zaman karena harga energi sejak itu turun secara substansial, katanya.
"Prioritas ekonomi nomor satu Presiden adalah mengatasi inflasi," ujar Jean-Pierre.
"Dan ke depan, ada sejumlah alasan mengapa kami memperkirakan harga tinggi itu akan mereda selama beberapa bulan mendatang," sambungnya.
Persiapan Menghadapi Resesi
Kekhawatiran terbesar banyak orang tentang resesi yang membayangi adalah ketidakmampuan untuk membayar tagihan mereka, dimana menurut survei MagnifyMoney sebesar 44%.
Untuk mempersiapkan kedatangan resesi, banyak yang fokus menjaga pengeluaran mereka. Tercatat 62% responden mengatakan mereka mengurangi pengeluaran, sementara 39% tetap berpegang pada anggaran.
Langkah-langkah itu bisa menjadi penting jika terjadi kehilangan pekerjaan atau merosotnya keuangan, kata para ahli. Lainnya mempersiapkan tabungan darurat, yang dilakukan oleh 26% responden.
Responden MagnifyMoney juga melaporkan,24% terpaksa mengambil pekerjaan sampingan untuk menopang aliran pendapatan mereka dan 6% meningkatkan kinerja pekerjaan. 6% lainnya melaporkan menyesuaikan portofolio investasi mereka.
Sementara itu 11% responden mengatakan mereka tidak melakukan apa-apa.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(akr)