Jebakan Utang Kembali Menggema, 4 Proyek Nasional Ini Didanai Utang dari China
loading...
A
A
A
JAKARTA - Utang terselubung China kembali menggema seiring krisis yang menimpa Sri Lanka, hingga negara itu dinyatakan bangkrut karena gagal membayar utang luar negerinya. Jebakan utangChina diyakini berada di balik krisis terparah sepanjang sejarah berdirinya Sri Lanka.
Sebuah studi menuding Belt and Road Initiative atau juga disebut jalur sutera modern yang digagas China telah menyebabkan lusinan negara berpenghasilan rendah hingga menengah terlilit "utang tersembunyi" dengan nilai sebesar USD385 miliar (sekitar Rp5.390 triliun) ke Beijing.
AidData, laboratorium penelitian pengembangan internasional yang berbasis di Virginia's College of William & Mary telah menganalisis 13.427 proyek pembangunan China senilai total USD843 miliar (sekitar Rp11.802 triliun) di 165 negara, selama periode 18 tahun hingga akhir 2017.
Sementara itu di Tanah Air, pemerintah Indonesia diketahui sedang gencar menggarap proyek infrastruktur. Kebutuhan dana yang besar untuk mewujudkan mega proyek infrastruktur tersebut, membuat utang luar negeri menjadi salah satu sumber dananya.
Setidaknya ada beberapa proyek Infrastruktur di Indonesia yang kecipratan utang dari China sebagai sumber pendanaan:
1. Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Proyek yang paling dibicarakan dan dibiayai China yakni Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, saat Presiden Jokowi melakukan groundbreaking Proyek KCJB pada Kamis, 21 Januari 2016, disebutkan investasi sebesar USD5,573 miliar tidak menggunakan APBN dan tanpa jaminan pemerintah.
Tapi saat ini, biaya pengerjaan proyek itu membengkak sebesar Rp27,09 triliun. Untuk menutupi kebutuhan dana tersebut, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres No. 93 Tahun 2021 yang mengizinkan penggunaan APBN untuk mendanai pengerjaan proyek oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium beberapa BUMN dan perusahaan China Railway.
Investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung tercatat mencapai USD3,96 miliar atau setara Rp56 triliun. Dimana 60% saham dimiliki oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) milik Indonesia dan 40% China.
Berdasarkan perhitungan terbaru Lembaga audit internal negara, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) membenarkan adanya potensi penambahan pembengkakan biaya (cost overrun) atas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Tercatat hingga saat ini nilai cost overrun proyek strategi nasional (PSN) ini mencapai USD1,176 miliar atau setara Rp16,8 triliun. Sementara itu Pemerintah telah menetapkan suntikan dana dari kas negara untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) sebesar Rp4,3 triliun yang menggunakan mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun anggaran 2021.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sempat angkat bicara atas isu jebakan utang atau hidden debt di proyek Kereta Cepat (KCIC) Jakarta-Bandung. Diterangkan olehnya utang yang dimiliki Indonesia saat ini adalah utang produktif. Dengan begitu, pihaknya menegaskan bahwa tidak ada yang namanya hidden debt.
"Utang kita itu utang produktif. Kalau ada yang bilang hidden debt, kau datang kemari tunjukkin hidden debt-nya yang mana. Wong saya yang tangani," kata Menko Luhut kepada Wartawan, dikutip di Jakarta, Kamis (26/5/2022).
Luhut menjelaskan hidden debt dapat terjadi untuk proyek dengan skema Government to Government (G to G). Sementara untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek infrastruktur dengan skema G to B atau business to business.
2. Waduk Jatigede
Waduk Jatigede merupakan waduk kedua terbesar di Indonesia yang terletak di Sumedang, Jawa Barat. Proyek tersebut dibiayai utang luar negeri sebesar USD215,62 juta dari CEXIM-China.
Pembangunan Waduk Jatigede disebut dimulai sejak zaman Presiden Soekarno. Namun baru bisa direalisasikan pada pemerintahan Presiden SBY pada tahun 2008, dan diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 31 Agustus 2015.
Mengaliri 90 ribu hektare khususnya wilayah Majalengka, Cirebon dan Indramayu, Waduk Jatigede mempunyai luas mencapai 4.983 hektare. Selain untuk irigasi, Waduk Jatigede juga menjadi pembangkit listrik sumber tenaga PLTS 110 megawatt.
Waduk Jatigede yang mempunyai kapasitas tampungan sebesar 979,5 juta m3 merupakan waduk terbesar kedua setelah Waduk Jatiluhur. Nilai investasinya sebesar Rp4 triliun yang berasal dari APBN, sedangkan 90% mendapatkan pinjaman Bank Exim China.
“Waduk ini memberikan banyak manfaat, disamping akan memberikan manfaat untuk mengairi Daerah Irigasi Rentang di Kabupaten Indramayu seluas + 90 ribu ha, juga dapat menyediakan air baku sebesar 3500 liter/detik, PLTA 110 MW, pengendalian banjir, dan pariwisata,” jelas Direktur Jenderal SDA, Imam Santoso, dalam Kunjungan Menteri Sumber Daya Air China ke Waduk Jatigede, di Jawa Barat pada 2017 lalu.
Diterangkan Indonesia sebenarnya menawarkan kerja sama pembangunan empat waduk tahun 2018 senilai Rp.4,5 Triliun yang memiliki potensi pembangkit listrik cukup besar. Ke empat bendungan tersebut yaitu Waduk Pelosika di Sulawesi Tenggara, Waduk Rokan Kiri (Lompatan Harimau) di Riau, Waduk Jenelata di Sulawesi Selatan dan Waduk Riam Kiwa di Kalimantan Selatan.
Keempat waduk tersebut dipilih untuk mendapatkan pendanaan dari China karena memiliki kapasitas pembangkit listrik yang cukup besar dan terletak di luar Jawa. “Selain itu China ingin mempelajari geologi dan pengetahuan lain di luar Jawa,” kata Imam Santoso.
Menteri SDA Cina mengatakan hubungan Indonesia dan Cina selama ini berjalan dengan baik dan akan mempertimbangkan dengan serius tawaran ini. “Jatigede merupakan pilot project kerjasama antara Indonesia dan China dalam bidang sumber daya air. Saya berharap akan ada proyek lain dalam pengelolaan air di Indonesia di masa mendatang,” imbuh Chen Lei seperti dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR.
3. Jalan Tol Medan-Kualanamu
Ruas jalan tol Medan-Kualanamu sepanjang 61,8 km diresmikan dan beroperasi pada 2018. Dalam unggahan di akun instagram DJPPR Kemenkeu, proyek Jalan Tol Medan-Kualanamu juga dibiayai utang luar negeri dari CEXIM-China sebesar USD122,43 juta.
"Pemerintah hadir untuk kita melalui pembangunan Jalan Tol Medan- Kualanamu tahap satu yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri CEXIM-China. Melalui pinjaman tersebut, jalan tol Medan-Kualanamu telah mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatera khususnya Provinsi Sumatera Utara," tulis informasi di akun DJPPR Kemenkeu.
4. Pelabuhan Kuala Tanjung
Ada juga pelabuhan yang berpeluang mendapatkan pendanaan dari China. Dimana pada 2019 lalu, PT Pelindo l menggandeng Port of Rotterdam Authority (Belanda) dan Zhejiang Provincial Seaport Investment & Operation Group Co, Ltd. (China) untuk pengoptimalisasian pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara.
Pelabuhan Kuala Tanjung memiliki dua fungsi yaitu, sebagai pusat alih muatan kapal (transhipment) dan sebagai pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industri. Untuk itu, keberadaannya diharapkan dapat menekan biaya logistik dan meningkatkan daya saing logistik Indonesia dengan negara-negara lain di dunia.
Untuk mengembangkan kawasan ini, Pelindo membutuhkan dana Rp 12 triliun. Terbaru, tiga BUMN siap mengembangkan pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara (Sumut) dalam rangka mengoptimalkan fasilitas Terminal Multipurpose Kuala Tanjung dan kawasan industri pendukungnya.
Sebuah studi menuding Belt and Road Initiative atau juga disebut jalur sutera modern yang digagas China telah menyebabkan lusinan negara berpenghasilan rendah hingga menengah terlilit "utang tersembunyi" dengan nilai sebesar USD385 miliar (sekitar Rp5.390 triliun) ke Beijing.
AidData, laboratorium penelitian pengembangan internasional yang berbasis di Virginia's College of William & Mary telah menganalisis 13.427 proyek pembangunan China senilai total USD843 miliar (sekitar Rp11.802 triliun) di 165 negara, selama periode 18 tahun hingga akhir 2017.
Sementara itu di Tanah Air, pemerintah Indonesia diketahui sedang gencar menggarap proyek infrastruktur. Kebutuhan dana yang besar untuk mewujudkan mega proyek infrastruktur tersebut, membuat utang luar negeri menjadi salah satu sumber dananya.
Setidaknya ada beberapa proyek Infrastruktur di Indonesia yang kecipratan utang dari China sebagai sumber pendanaan:
1. Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Proyek yang paling dibicarakan dan dibiayai China yakni Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, saat Presiden Jokowi melakukan groundbreaking Proyek KCJB pada Kamis, 21 Januari 2016, disebutkan investasi sebesar USD5,573 miliar tidak menggunakan APBN dan tanpa jaminan pemerintah.
Tapi saat ini, biaya pengerjaan proyek itu membengkak sebesar Rp27,09 triliun. Untuk menutupi kebutuhan dana tersebut, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres No. 93 Tahun 2021 yang mengizinkan penggunaan APBN untuk mendanai pengerjaan proyek oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium beberapa BUMN dan perusahaan China Railway.
Investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung tercatat mencapai USD3,96 miliar atau setara Rp56 triliun. Dimana 60% saham dimiliki oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) milik Indonesia dan 40% China.
Berdasarkan perhitungan terbaru Lembaga audit internal negara, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) membenarkan adanya potensi penambahan pembengkakan biaya (cost overrun) atas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Tercatat hingga saat ini nilai cost overrun proyek strategi nasional (PSN) ini mencapai USD1,176 miliar atau setara Rp16,8 triliun. Sementara itu Pemerintah telah menetapkan suntikan dana dari kas negara untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) sebesar Rp4,3 triliun yang menggunakan mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun anggaran 2021.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sempat angkat bicara atas isu jebakan utang atau hidden debt di proyek Kereta Cepat (KCIC) Jakarta-Bandung. Diterangkan olehnya utang yang dimiliki Indonesia saat ini adalah utang produktif. Dengan begitu, pihaknya menegaskan bahwa tidak ada yang namanya hidden debt.
"Utang kita itu utang produktif. Kalau ada yang bilang hidden debt, kau datang kemari tunjukkin hidden debt-nya yang mana. Wong saya yang tangani," kata Menko Luhut kepada Wartawan, dikutip di Jakarta, Kamis (26/5/2022).
Luhut menjelaskan hidden debt dapat terjadi untuk proyek dengan skema Government to Government (G to G). Sementara untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek infrastruktur dengan skema G to B atau business to business.
2. Waduk Jatigede
Waduk Jatigede merupakan waduk kedua terbesar di Indonesia yang terletak di Sumedang, Jawa Barat. Proyek tersebut dibiayai utang luar negeri sebesar USD215,62 juta dari CEXIM-China.
Pembangunan Waduk Jatigede disebut dimulai sejak zaman Presiden Soekarno. Namun baru bisa direalisasikan pada pemerintahan Presiden SBY pada tahun 2008, dan diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 31 Agustus 2015.
Mengaliri 90 ribu hektare khususnya wilayah Majalengka, Cirebon dan Indramayu, Waduk Jatigede mempunyai luas mencapai 4.983 hektare. Selain untuk irigasi, Waduk Jatigede juga menjadi pembangkit listrik sumber tenaga PLTS 110 megawatt.
Waduk Jatigede yang mempunyai kapasitas tampungan sebesar 979,5 juta m3 merupakan waduk terbesar kedua setelah Waduk Jatiluhur. Nilai investasinya sebesar Rp4 triliun yang berasal dari APBN, sedangkan 90% mendapatkan pinjaman Bank Exim China.
“Waduk ini memberikan banyak manfaat, disamping akan memberikan manfaat untuk mengairi Daerah Irigasi Rentang di Kabupaten Indramayu seluas + 90 ribu ha, juga dapat menyediakan air baku sebesar 3500 liter/detik, PLTA 110 MW, pengendalian banjir, dan pariwisata,” jelas Direktur Jenderal SDA, Imam Santoso, dalam Kunjungan Menteri Sumber Daya Air China ke Waduk Jatigede, di Jawa Barat pada 2017 lalu.
Diterangkan Indonesia sebenarnya menawarkan kerja sama pembangunan empat waduk tahun 2018 senilai Rp.4,5 Triliun yang memiliki potensi pembangkit listrik cukup besar. Ke empat bendungan tersebut yaitu Waduk Pelosika di Sulawesi Tenggara, Waduk Rokan Kiri (Lompatan Harimau) di Riau, Waduk Jenelata di Sulawesi Selatan dan Waduk Riam Kiwa di Kalimantan Selatan.
Keempat waduk tersebut dipilih untuk mendapatkan pendanaan dari China karena memiliki kapasitas pembangkit listrik yang cukup besar dan terletak di luar Jawa. “Selain itu China ingin mempelajari geologi dan pengetahuan lain di luar Jawa,” kata Imam Santoso.
Menteri SDA Cina mengatakan hubungan Indonesia dan Cina selama ini berjalan dengan baik dan akan mempertimbangkan dengan serius tawaran ini. “Jatigede merupakan pilot project kerjasama antara Indonesia dan China dalam bidang sumber daya air. Saya berharap akan ada proyek lain dalam pengelolaan air di Indonesia di masa mendatang,” imbuh Chen Lei seperti dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR.
3. Jalan Tol Medan-Kualanamu
Ruas jalan tol Medan-Kualanamu sepanjang 61,8 km diresmikan dan beroperasi pada 2018. Dalam unggahan di akun instagram DJPPR Kemenkeu, proyek Jalan Tol Medan-Kualanamu juga dibiayai utang luar negeri dari CEXIM-China sebesar USD122,43 juta.
"Pemerintah hadir untuk kita melalui pembangunan Jalan Tol Medan- Kualanamu tahap satu yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri CEXIM-China. Melalui pinjaman tersebut, jalan tol Medan-Kualanamu telah mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatera khususnya Provinsi Sumatera Utara," tulis informasi di akun DJPPR Kemenkeu.
4. Pelabuhan Kuala Tanjung
Ada juga pelabuhan yang berpeluang mendapatkan pendanaan dari China. Dimana pada 2019 lalu, PT Pelindo l menggandeng Port of Rotterdam Authority (Belanda) dan Zhejiang Provincial Seaport Investment & Operation Group Co, Ltd. (China) untuk pengoptimalisasian pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara.
Pelabuhan Kuala Tanjung memiliki dua fungsi yaitu, sebagai pusat alih muatan kapal (transhipment) dan sebagai pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industri. Untuk itu, keberadaannya diharapkan dapat menekan biaya logistik dan meningkatkan daya saing logistik Indonesia dengan negara-negara lain di dunia.
Untuk mengembangkan kawasan ini, Pelindo membutuhkan dana Rp 12 triliun. Terbaru, tiga BUMN siap mengembangkan pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara (Sumut) dalam rangka mengoptimalkan fasilitas Terminal Multipurpose Kuala Tanjung dan kawasan industri pendukungnya.
(akr)