Jantung Industri Eropa Terancam Eksodus Pabrik Imbas Krisis Gas

Jum'at, 19 Agustus 2022 - 22:28 WIB
loading...
A A A
"Harga memberikan beban berat pada banyak perusahaan padat energi yang bersaing secara internasional," kata Matthias Ruch, juru bicara Evonik Industries AG, produsen bahan kimia terbesar kedua di dunia dengan pabrik di 27 negara.

Perusahaan ini mengganti sebanyak 40% dari volume gas alam Jermannya dengan gas minyak cair dan batu bara, lalu meneruskan beberapa biaya yang lebih tinggi kepada pelanggan. Tetapi gagasan relokasi adalah nonstarter, kata seorang juru bicara.

Namun ada bukti bahwa posisi industri Jerman tergelincir. Dalam enam bulan pertama tahun ini, volume impor bahan kimia naik sekitar 27% dari periode yang sama tahun lalu, menurut data pemerintah yang dianalisis oleh konsultan Oxford Economics. Secara bersamaan, produksi bahan kimia turun, dengan output pada Juni turun hampir 8% dari Desember.

Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan, pada bulan lalu bahwa Jerman akan menjadi negara dengan kinerja terburuk di antara anggota G7 tahun ini akibat ketergantungan industri pada gas alam Rusia.

Produsen tembaga terbesar di Eropa, Aurubis AG yang berbasis di Hamburg sedang mempertimbangkan penghematan penggunaan gas dan meneruskan biaya listrik kepada pelanggan. Pernyataan itu disampaikan oleh CEO, Roland Harings pada 5 Agustus, lalu.

Sementara raksasa produsen gula, Suedzucker AG sedang menyusun rencana energi darurat jika Rusia benar-benar memutus pasokan gas ke Jerman, kata seorang juru bicara melalui email.

BMW AG sedang mematangkan persiapan menghadapi potensi kekurangan pasokan gas. Pembuat mobil yang berbasis di Munich itu menjalankan 37 fasilitas bertenaga gas yang menghasilkan panas dan listrik pada pabrik-pabrik di Jerman dan Austria, dan sedang mempertimbangkan untuk menggunakan utilitas lokal sebagai gantinya.

Selanjutnya perusahaan pengemasan, Delkeskamp Verpackungswerke GmbH berencana untuk menutup pabrik kertas di kota utara Nortrup karena biaya energi yang terlalu tinggi. Dimana 70 karyawan telah kehilangan pekerjaan mereka.

Kenaikan harga energi yang berkepanjangan mungkin akan mengubah lanskap ekonomi benua itu, kata Simone Tagliapietra, peneliti senior di lembaga think tank Bruegel yang berbasis di Brussels.

"Beberapa industri akan berada di bawah tekanan serius dan harus memikirkan kembali produksi mereka di Eropa," katanya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2274 seconds (0.1#10.140)