Kemenperin: Baja Abal-abal Picu Defisit Perdagangan

Rabu, 04 Juni 2014 - 11:17 WIB
Kemenperin: Baja Abal-abal Picu Defisit Perdagangan
Kemenperin: Baja Abal-abal Picu Defisit Perdagangan
A A A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) hingga saat ini masih terus mengusahakan pengetatan terhadap impor terutama untuk industri manufaktur.

Satu sektor industri strategis yang saat ini yang menjadi fokus Kemenperin adalah industri baja. Hal itu karena jumlah baja ilegal lebih banyak dibanding baja legal.

Direktur Jenderal Basis Industri Maufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian Harjanto menjelaskan bahwa banyaknya baja abal-abal menyebabkan neraca perdagangan mengalami defisit.

"Bajanya banyak yang abal-abal, perusahaan tidak terkenal minta impor. Yang minta impor, seperti Toyota, Nissan itu sesuai kebutuhan, yang di luar itu yang tidak terkenal mintanya luar biasa besar. Itu yang mengakibatkan neraca perdagangan anjlok," katanya di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Rabu (4/6/2014).

Herjanto menambahkan, saat ini masih banyak kasus permintaan impor oleh salah satu perusahaan baja, di mana permintaan tersebut tidak sinkron dengan kebutuhan yang diperlukan.

"Contoh kasus adalah satu investasi minta rekomendasi bangun pabrik 11 juta meter, contoh di tekstil. Kemudian saya periksa, investasi hanya Rp1 miliar, apa mungkin 11 juta meter hanya investasi Rp1 miliar? Tidak masuk akal itu," paparnya.

Menurut dia, banyaknya permintaan impor oleh perusahaan-perusahaan tidak jelas tersebut hanyalah kedok untuk memasarkan baja impor yang notabene memiliki harga lebih muran dan kualitas lebih rendah.

Untuk mengurangi tindak impor oleh para pelaku industri yang tidak jelas tersebut, Harjanto mengaku telah mengeluarkan kebijakan lintas kementerian antar Kemenperin dan Kementerian Perdagangan untuk lebih selektif dalam pemberian izin impor.

"Di antaranya kita mengurangi impor kita lihat betul, kebijakan antara Kemenperin dan Kementerian Perdagangan untuk pemeriksaan barang sebelum masuk dalam negeri, diperiksa dulu," pungkas dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) awal bulan ini menyatakan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada April 2014 mengalami defisit hingga USD1,97 miliar atau sekitar Rp23 triliun (kurs Rp11.721/USD) karena ekspor USD14,29 miliar, sedangkan impor mencapai USD16,26 miliar.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7786 seconds (0.1#10.140)