Permentan No 01/2018 Masih Relevan dan Lindungi TBS Petani
loading...
A
A
A
“Jelas penetapan harga dalam permentan ini berlaku untuk semua pekebun tanpa pengecualian. Jadi tidak ada diskriminasi,” kata Ponten ketika dihubungi, Sabtu (3/9/2022).
Menurut sebagian petani kelapa sawit hal yang menjadi polemik dalam Permentan ada dalam Pasal 4 ayat (1). Isinya berbunyi bahwa Perusahaan Perkebunan membeli TBS produksi Pekebun mitra melalui Kelembagaan Pekebun untuk diolah dan dipasarkan sesuai dengan perjanjian kerjasama secara tertulis yang diketahui oleh bupati/walikota atau gubernur sesuai dengan kewenangan. Pasal tersebut dianggap menjadi kendala di lapangan.
(Baca juga:Dongkrak Harga TBS, DMO dan DPO Sawit Perlu Segera Dicabut)
Menyikapi hal ini, Ponten menjelaskan bahwa pemahaman pekebun mitra dalam pasal dimaksud, dimaknai sebagai pekebun yang melakukan kemitraan, kesepakatan atau perjanjian kerjasama tertulis dengan PKS.
“Bukan hanya pekebun plasma yang TBS-nya bisa dibeli PKS, pekebun swadaya juga bisa, sepanjang tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) atau kelembagaan pekebun, tentu dengan ikatan perjanjian kerjasama tertulis yang diketahui oleh bupati/wali kota atau gubernur sesuai kewenangan,” ungkap Ponten.
Ponten menekankan, perlu adanya pemahaman dan penafsiran yang sama terhadap pemaknaan norma-norma yang berlaku di Permentan 01 tahun 2018 ini. Permentan ini menjelaskan definisi pekebun secara umum, tidak ada diskriminasi terhadap pekebun swadaya, sepanjang TBS pekebun swadaya memenuhi kriteria dalam permentan. Sehingga, kata dia, sebenarnya tidak perlu merevisi Permentan tersebut.
“Kewajiban perusahaan perkebunan harus melakukan kemitraan usaha atas dasar saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, serta saling memperkuat dan saling ketergantungan dengan pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan. Prinsip ini diatur dalam Pasal 57 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang perlu dimasifkan adalah pengawasan Pemerintah,” jelas dia.
Lebih lanjut Ponten menegaskan, Permentan 01 tahun 2018 telah memenuhi kaidah hukum keperdataan mengenai jual-beli. Jual beli merupakan hubungan perdata, salah satunya harus ada kesepakatan dan tidak bisa juga dipaksakan kalau tidak ada perjanjiannya.
“Permentan 01 Tahun 2018 pada prinsipnya untuk mengatur tata niaga TBS pekebun sawit dengan perjanjian bahwa TBS sebagai komoditas harus memenuhi persyaratan bahan baku PKS. Jika TBS yang diterima tidak sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam perjanjian maka PKS berhak menolak.
Menurut sebagian petani kelapa sawit hal yang menjadi polemik dalam Permentan ada dalam Pasal 4 ayat (1). Isinya berbunyi bahwa Perusahaan Perkebunan membeli TBS produksi Pekebun mitra melalui Kelembagaan Pekebun untuk diolah dan dipasarkan sesuai dengan perjanjian kerjasama secara tertulis yang diketahui oleh bupati/walikota atau gubernur sesuai dengan kewenangan. Pasal tersebut dianggap menjadi kendala di lapangan.
(Baca juga:Dongkrak Harga TBS, DMO dan DPO Sawit Perlu Segera Dicabut)
Menyikapi hal ini, Ponten menjelaskan bahwa pemahaman pekebun mitra dalam pasal dimaksud, dimaknai sebagai pekebun yang melakukan kemitraan, kesepakatan atau perjanjian kerjasama tertulis dengan PKS.
“Bukan hanya pekebun plasma yang TBS-nya bisa dibeli PKS, pekebun swadaya juga bisa, sepanjang tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) atau kelembagaan pekebun, tentu dengan ikatan perjanjian kerjasama tertulis yang diketahui oleh bupati/wali kota atau gubernur sesuai kewenangan,” ungkap Ponten.
Ponten menekankan, perlu adanya pemahaman dan penafsiran yang sama terhadap pemaknaan norma-norma yang berlaku di Permentan 01 tahun 2018 ini. Permentan ini menjelaskan definisi pekebun secara umum, tidak ada diskriminasi terhadap pekebun swadaya, sepanjang TBS pekebun swadaya memenuhi kriteria dalam permentan. Sehingga, kata dia, sebenarnya tidak perlu merevisi Permentan tersebut.
“Kewajiban perusahaan perkebunan harus melakukan kemitraan usaha atas dasar saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, serta saling memperkuat dan saling ketergantungan dengan pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan. Prinsip ini diatur dalam Pasal 57 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang perlu dimasifkan adalah pengawasan Pemerintah,” jelas dia.
Lebih lanjut Ponten menegaskan, Permentan 01 tahun 2018 telah memenuhi kaidah hukum keperdataan mengenai jual-beli. Jual beli merupakan hubungan perdata, salah satunya harus ada kesepakatan dan tidak bisa juga dipaksakan kalau tidak ada perjanjiannya.
“Permentan 01 Tahun 2018 pada prinsipnya untuk mengatur tata niaga TBS pekebun sawit dengan perjanjian bahwa TBS sebagai komoditas harus memenuhi persyaratan bahan baku PKS. Jika TBS yang diterima tidak sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam perjanjian maka PKS berhak menolak.
(dar)