Masih Tertekan The Fed, Wall Street Dibuka Koreksi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tiga indeks utama Wall Street dibuka koreksi pada perdagangan Kamis (15/9), di tengah rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang semakin memperjelas langkah Federal Reserve atau The Fed ke dalam jalur suku bunga agresifnya.
Dow Jones Industrial Average (DJI) turun 0,27% di 31.051,19, S&P 500 (SPX) dibuka lebih rendah sebesar 0,42% di 3.930,21, sedangkan Nasdaq Composite (IXIC) anjlok 0,46% di 11.665,23.
Komponen saham yang paling aktif diperdagangkan di bawah SPX antara lain Carnifal Corp, Tesla, dan Apple. Tiga top gainers ditempati oleh Humana menguat 5,86%, Netflix naik 4,46%, dan Wynn Resorts tumbuh 3,05%. Sedangkan top losers diduduki oleh Adobe turun 11,96%, NextEra Energy anjlok 4,35%, dan Hess tertekan 4,25%.
Data ekonomi terbaru AS mencatat kenaikan penjualan ritel sebesar 0,3% pada periode Agustus. Hal itu ditengarai terjadi dipicu penurunan harga minyak sehingga membuat tingkat konsumsi terdongkrak tipis.
Sementara itu, laporan dari Departemen Tenaga Kerja juga mencatat ada penurunan klaim tunjangan pengangguran negara sebesar 5.000, menjadi total 213.000 per 10 September. Pengurangan ini menandakan ada ketahanan dalam pasar tenaga kerja.
"Kondisi ekonomi AS masih cukup baik dan kompatibel dengan jalur kenaikan 75 basis poin dari The Fed pada pertemuan berikutnya," kata analis Natixis Investment Managers Solutions Mabrouk Chetouane, dilansir Reuters, Kamis (15/9/2022).
Saat ini peluang kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin masih mendapat respons yang cukup besar dari pelaku pasar modal.
Sebuah survei menunjukkan 75 bps memiliki peluang 74%, sementara 27% respons justru menilai ada 100 bps pada pertemuan Fed pekan depan.
Suku bunga agresif seringkali menjadi momok bagi pasar saham, mengingat hal itu dapat memindahkan preferensi risiko investor ke dalam aset safe haven.
Indeks Volatilitas CBOE (VIX), juga dikenal sebagai pengukur ketakutan pasar Wall Street, naik tipis ke 26,19 poin, di atas nilai rata-ratanya di angka 20.
"Jika investor masih meremehkan tekad The Fed untuk melawan inflasi, salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa kita akan melihat peningkatan volatilitas dalam beberapa minggu mendatang," imbuhnya.
Dow Jones Industrial Average (DJI) turun 0,27% di 31.051,19, S&P 500 (SPX) dibuka lebih rendah sebesar 0,42% di 3.930,21, sedangkan Nasdaq Composite (IXIC) anjlok 0,46% di 11.665,23.
Komponen saham yang paling aktif diperdagangkan di bawah SPX antara lain Carnifal Corp, Tesla, dan Apple. Tiga top gainers ditempati oleh Humana menguat 5,86%, Netflix naik 4,46%, dan Wynn Resorts tumbuh 3,05%. Sedangkan top losers diduduki oleh Adobe turun 11,96%, NextEra Energy anjlok 4,35%, dan Hess tertekan 4,25%.
Data ekonomi terbaru AS mencatat kenaikan penjualan ritel sebesar 0,3% pada periode Agustus. Hal itu ditengarai terjadi dipicu penurunan harga minyak sehingga membuat tingkat konsumsi terdongkrak tipis.
Sementara itu, laporan dari Departemen Tenaga Kerja juga mencatat ada penurunan klaim tunjangan pengangguran negara sebesar 5.000, menjadi total 213.000 per 10 September. Pengurangan ini menandakan ada ketahanan dalam pasar tenaga kerja.
"Kondisi ekonomi AS masih cukup baik dan kompatibel dengan jalur kenaikan 75 basis poin dari The Fed pada pertemuan berikutnya," kata analis Natixis Investment Managers Solutions Mabrouk Chetouane, dilansir Reuters, Kamis (15/9/2022).
Saat ini peluang kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin masih mendapat respons yang cukup besar dari pelaku pasar modal.
Sebuah survei menunjukkan 75 bps memiliki peluang 74%, sementara 27% respons justru menilai ada 100 bps pada pertemuan Fed pekan depan.
Suku bunga agresif seringkali menjadi momok bagi pasar saham, mengingat hal itu dapat memindahkan preferensi risiko investor ke dalam aset safe haven.
Indeks Volatilitas CBOE (VIX), juga dikenal sebagai pengukur ketakutan pasar Wall Street, naik tipis ke 26,19 poin, di atas nilai rata-ratanya di angka 20.
"Jika investor masih meremehkan tekad The Fed untuk melawan inflasi, salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa kita akan melihat peningkatan volatilitas dalam beberapa minggu mendatang," imbuhnya.
(ind)