Isu Bank Bermasalah, Nasabah Diminta Jangan Termakan Hoaks
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah meminta kepada masyarakat untuk tidak panik dengan kabar terkait bank bermasalah akhir-akhir ini. Hal itu sangat penting untuk menjaga kewarasan agar tidak termakan hoaks dari oknum provokator yang tidak bertanggung jawab.
"Provokator itu mereka yang memiliki banyak kepentingan. Para penegak hukum bisa mengungkapnya nanti. Tapi yang jelas, masyarakat perlu tenang, tidak panik dan tidak terprovokasi," ujar Piter kepada SINDOnews, di Jakarta, Kamis (2/7/2020).
(BACA JUGA: Jangan Panik, LPS Jamin Simpanan di Perbankan Aman dari Covid-19)
Pihaknya meminta agar pada nasabah tidak gegabah, misalnya melakukan penarikan besar-besaran dengan menarik simpanan di bank yang diisukan bermasalah. Pada dasarnya penarikan simpanan tidak perlu karena telah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Tidak perlu melakukan penarikan karena dana dijamin oleh LPS. Sehingga tidak perlu khawatir. Selain itu juga harus percaya bahwa bank mampu mengatasi masalah dan uang tetap aman," ujarnya.
Lebih lanjut dia juga mengatakan di saat seperti ini masyarakat harus menaruh rasa percaya lebih kepada otoritas dan pemerintah. Kepercayaan diperlukan apalagi dalam kondisi genting seperti ini. "Apabila masyarakat tidak percaya kepada pemerintah dan otoritas lalu harus percaya siapa lagi," tandas dia.
Sementara itu Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin menegaskan bahwa tidak ada bank yang bermasalah di negara Indonesia saat ini. Terlebih lagi untuk bank-bank besar. Bahkan seperti Bank Bukopin sudah ada solusinya karena pemerintah pasti tidak tinggal diam.
"Pemerintah sangat memperhatikan sektor perbankan kita dengan menyediakan likuiditas bila dibutuhkan. Kasihan nasabah lain yang membutuhkan tapi justru dirugikan hanya karena tindakan panik segelintir orang," imbuhnya.
Ketua Umum Pernanas Kartika Wirjoatmodjo sebelumnya memberikan apresiasi tinggi atas upaya dan kerja keras Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memperkuat industri perbankan nasional. Hal itu terlihat dari salah satu kebijakan strategis dari OJK, yaitu mendorong investor investor besar yang mampu memastikan keberlangsungan perbankan di Indonesia.
"Dalam menghadapi situasi saat ini yang menantang, industri perbankan harus memiliki permodalan yang sangat kuat. Setiap bank harus selalu berupaya menjaga kecukupan modalnya di atas ambang batas. Ini harus jadi perhatian bersama demi stabilitas sistem keuangan kita," ujar Kartika belum lama ini.
Pihaknya menjelaskan data berbagai indikator menunjukkan kondisi industri perbankan sangat baik dan kuat. Untuk rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan hingga April 2020 berada di level 22,03%. Sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 2,89% untuk bruto dan 1,13% untuk neto.
Posisi CAR pada April 2020 diakuinya memang lebih rendah dibanding posisi akhir 2019. Namun CAR di level 22% sudah menunjukkan kondisi perbankan yang baik. Rasio lainnya seperti alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) hingga April 2020 terpantau pada level 117,8% dan 25,14%. Level ini menandakan kondisi likuiditas jauh di atas ambang batas masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Tidak hanya itu, pihaknya juga mengakui industri perbankan memang menghadapi situasi yang sangat menantang. Faktor yang menandakan kondisi berat tersebut dapat terlihat dari beberapa isu seperti likuiditas, permintaan kredit yang lesu, kemampuan debitur dalam membayar pinjaman, hingga isu profitabilitas atau tekanan pada margin.
"Namun demikian, Perbanas melihat regulator dan pemerintah sudah berupaya mengatasi berbagai permasalahan ini. Berbagai upaya dilakukan dengan serangkaian relaksasi dan sejumlah kebijakan yang diperlukan," ujarnya.
Kartika yang mewakili perkumpulan para pelaku industri, mengapresiasi regulator karena telah cukup dilibatkan memberikan masukan. Tradisi seperti ini harus tetap dipertahankan. "Karena dalam menghadapi situasi yang tidak mudah, diperlukan komunikasi yang intens dan koordinasi yang kuat antar semua stakeholders," tandas dia.
"Provokator itu mereka yang memiliki banyak kepentingan. Para penegak hukum bisa mengungkapnya nanti. Tapi yang jelas, masyarakat perlu tenang, tidak panik dan tidak terprovokasi," ujar Piter kepada SINDOnews, di Jakarta, Kamis (2/7/2020).
(BACA JUGA: Jangan Panik, LPS Jamin Simpanan di Perbankan Aman dari Covid-19)
Pihaknya meminta agar pada nasabah tidak gegabah, misalnya melakukan penarikan besar-besaran dengan menarik simpanan di bank yang diisukan bermasalah. Pada dasarnya penarikan simpanan tidak perlu karena telah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Tidak perlu melakukan penarikan karena dana dijamin oleh LPS. Sehingga tidak perlu khawatir. Selain itu juga harus percaya bahwa bank mampu mengatasi masalah dan uang tetap aman," ujarnya.
Lebih lanjut dia juga mengatakan di saat seperti ini masyarakat harus menaruh rasa percaya lebih kepada otoritas dan pemerintah. Kepercayaan diperlukan apalagi dalam kondisi genting seperti ini. "Apabila masyarakat tidak percaya kepada pemerintah dan otoritas lalu harus percaya siapa lagi," tandas dia.
Sementara itu Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin menegaskan bahwa tidak ada bank yang bermasalah di negara Indonesia saat ini. Terlebih lagi untuk bank-bank besar. Bahkan seperti Bank Bukopin sudah ada solusinya karena pemerintah pasti tidak tinggal diam.
"Pemerintah sangat memperhatikan sektor perbankan kita dengan menyediakan likuiditas bila dibutuhkan. Kasihan nasabah lain yang membutuhkan tapi justru dirugikan hanya karena tindakan panik segelintir orang," imbuhnya.
Ketua Umum Pernanas Kartika Wirjoatmodjo sebelumnya memberikan apresiasi tinggi atas upaya dan kerja keras Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memperkuat industri perbankan nasional. Hal itu terlihat dari salah satu kebijakan strategis dari OJK, yaitu mendorong investor investor besar yang mampu memastikan keberlangsungan perbankan di Indonesia.
"Dalam menghadapi situasi saat ini yang menantang, industri perbankan harus memiliki permodalan yang sangat kuat. Setiap bank harus selalu berupaya menjaga kecukupan modalnya di atas ambang batas. Ini harus jadi perhatian bersama demi stabilitas sistem keuangan kita," ujar Kartika belum lama ini.
Pihaknya menjelaskan data berbagai indikator menunjukkan kondisi industri perbankan sangat baik dan kuat. Untuk rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan hingga April 2020 berada di level 22,03%. Sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 2,89% untuk bruto dan 1,13% untuk neto.
Posisi CAR pada April 2020 diakuinya memang lebih rendah dibanding posisi akhir 2019. Namun CAR di level 22% sudah menunjukkan kondisi perbankan yang baik. Rasio lainnya seperti alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) hingga April 2020 terpantau pada level 117,8% dan 25,14%. Level ini menandakan kondisi likuiditas jauh di atas ambang batas masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Tidak hanya itu, pihaknya juga mengakui industri perbankan memang menghadapi situasi yang sangat menantang. Faktor yang menandakan kondisi berat tersebut dapat terlihat dari beberapa isu seperti likuiditas, permintaan kredit yang lesu, kemampuan debitur dalam membayar pinjaman, hingga isu profitabilitas atau tekanan pada margin.
"Namun demikian, Perbanas melihat regulator dan pemerintah sudah berupaya mengatasi berbagai permasalahan ini. Berbagai upaya dilakukan dengan serangkaian relaksasi dan sejumlah kebijakan yang diperlukan," ujarnya.
Kartika yang mewakili perkumpulan para pelaku industri, mengapresiasi regulator karena telah cukup dilibatkan memberikan masukan. Tradisi seperti ini harus tetap dipertahankan. "Karena dalam menghadapi situasi yang tidak mudah, diperlukan komunikasi yang intens dan koordinasi yang kuat antar semua stakeholders," tandas dia.
(nng)