Jadi Calon Anggota BPK, Politisi Golkar: Rp2.000 Triliun Kita Buang-buang ke Laut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi XI DPR siang ini (19/9/2022) menggelar fit and proper test terhadap sembilan calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) RI. Para calon anggota BPK itu berasal dari berbagai latar belakang.
Empat di antaranya merupakan politisi, yaitu Ahmadi Noor Supit, Izhari Mawardi, dan Abdul Rahman Farizi dari Golkar. Satunya lagi Wahyu Sanjaya dari Partai Demokrat.
Lima nama lainnya adalah Nugroho Agung Wijoyo (Kementerian Keuangan), Rachmat Manggala Purba (konsultan), Tjipta Purwita (mantan dirut Inhutani), Dori Santosa (BPK), dan Erryl Prima Putera Agoes (Kejaksaan Agung).
Ahmadi Noor Supit merupakan calon pertama yang melakukan tes tersebut. Ketika ditanya soal komitmen jika terpilih sebagai BPK yang bebas dan mandiri, dia merespons terlebih dahulu bahwa dia sudah lama bergaul dengan rekan-rekan di Banggar DPR hingga Komisi XI.
"Teman-temanlah yang menginginkan saya ke BPK pada saat itu, sehingga saya tidak berupaya untuk melanjutkan di DPR. Kenapa teman-teman menginginkan saya di BPK? Karena selalu saya katakan di komisi ini, dan bahkan sejak zaman Pak Harto, saya selalu mengatakan bahwa apabila sistem keuangan negara seperti ini, baik dulu sebagai Ketua Banggar, maupun Ketua Komisi XI, saya sampaikan Rp2.000 triliun itu kita buang-buang ke laut," ujar Ahmadi.
Dia menambahkan, konstitusi jelas mengatakan bahwa tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, hingga seterusnya.
"Apakah dengan kita mengeluarkan segitu banyak uang dari pusat hingga daerah, apakah kemiskinan berkurang signifikan dan konsisten? Kalau dulu misalkan kemiskinan 10%, setelah sekian ribu triliun kita buang, apakah kemiskinan jadi sisa 4-5%? Kan tidak pernah terukur bolak balik segitu. Apakah pengangguran berkurang signifikan? Juga tidak," tegas Ahmadi.
Ahmadi menegaskan bahwa dirinya selalu berani mengatakan mengenai sistem pembuatan APBN. Bahkan dia telah membicarakannya dengan Presiden Jokowi secara empat mata.
"Kalau bapak memimpin begini dan tidak ada perubahan total, Indonesia tidak akan bisa maju. Saya berani mengatakan itu, karena semuanya ini mubazir, tidak semua kementerian/lembaga(K/L) berjalan atau melangkah yang sama menuju satu tujuan, yaitu kesejahteraan nasional. Semua K/L, saya berani mengatakan dengan pengalaman saya bahwa banyak sekali uang negara itu mubazir," papar Ahmadi.
Empat di antaranya merupakan politisi, yaitu Ahmadi Noor Supit, Izhari Mawardi, dan Abdul Rahman Farizi dari Golkar. Satunya lagi Wahyu Sanjaya dari Partai Demokrat.
Lima nama lainnya adalah Nugroho Agung Wijoyo (Kementerian Keuangan), Rachmat Manggala Purba (konsultan), Tjipta Purwita (mantan dirut Inhutani), Dori Santosa (BPK), dan Erryl Prima Putera Agoes (Kejaksaan Agung).
Ahmadi Noor Supit merupakan calon pertama yang melakukan tes tersebut. Ketika ditanya soal komitmen jika terpilih sebagai BPK yang bebas dan mandiri, dia merespons terlebih dahulu bahwa dia sudah lama bergaul dengan rekan-rekan di Banggar DPR hingga Komisi XI.
"Teman-temanlah yang menginginkan saya ke BPK pada saat itu, sehingga saya tidak berupaya untuk melanjutkan di DPR. Kenapa teman-teman menginginkan saya di BPK? Karena selalu saya katakan di komisi ini, dan bahkan sejak zaman Pak Harto, saya selalu mengatakan bahwa apabila sistem keuangan negara seperti ini, baik dulu sebagai Ketua Banggar, maupun Ketua Komisi XI, saya sampaikan Rp2.000 triliun itu kita buang-buang ke laut," ujar Ahmadi.
Dia menambahkan, konstitusi jelas mengatakan bahwa tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, hingga seterusnya.
"Apakah dengan kita mengeluarkan segitu banyak uang dari pusat hingga daerah, apakah kemiskinan berkurang signifikan dan konsisten? Kalau dulu misalkan kemiskinan 10%, setelah sekian ribu triliun kita buang, apakah kemiskinan jadi sisa 4-5%? Kan tidak pernah terukur bolak balik segitu. Apakah pengangguran berkurang signifikan? Juga tidak," tegas Ahmadi.
Ahmadi menegaskan bahwa dirinya selalu berani mengatakan mengenai sistem pembuatan APBN. Bahkan dia telah membicarakannya dengan Presiden Jokowi secara empat mata.
"Kalau bapak memimpin begini dan tidak ada perubahan total, Indonesia tidak akan bisa maju. Saya berani mengatakan itu, karena semuanya ini mubazir, tidak semua kementerian/lembaga(K/L) berjalan atau melangkah yang sama menuju satu tujuan, yaitu kesejahteraan nasional. Semua K/L, saya berani mengatakan dengan pengalaman saya bahwa banyak sekali uang negara itu mubazir," papar Ahmadi.