Terungkap Fenomena Global Meningkatnya Investor Pasar Modal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Investor ritel mengalami kenaikan pada masa pandemi, tepatnya Mei 2022. Padahal saat itu keadaan Indonesia sedang tidak baik-baik saja bahkan roda ekonomi terganggu karena ada pembatasan sosial.
"Investor ritel pada Mei 2022 terlihat cukup tinggi terutama di pasar modal . Kita melihat apakah ini menjadi salah satu alasan kenapa di negara-negara lain terjadi capital out flow yang cukup besar terutama di pasar keuangan, pasar modal, dan juga pasar surat utang. Tetapi di Indonesia ini ancaman-ancaman ekonomi masih bisa ditahan dan tidak terlalu mengganggu," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira saat menyampaikan hasil studi "Dampak Aplikasi Multi-Aset terhadap Pertumbuhan Investor Ritel", Selasa (20/9/2022).
Bhima menjelaskan, kenaikan investor pasar modal karena ada pembatasan sosial, sehingga masyarakat tidak bisa melakukan banyak aktifitas di luar rumah. Alhasil, uang yang mereka miliki tertahan untuk dikeluarkan dan kemudian diinvestasikan ke pasar modal.
"Kita ketahui bersama, saat pandemi pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial. Masyarakat tidak diperbolehkan beraktifitas di luar rumah supaya bisa menekan penyebaran Covid-19. Yang sebelumnya mungkin digunakan untuk mereka rekreasi, jalan-jalan, nonton bioskop, tapi khusus untuk investor ritel mereka menyisihkan sebagian pengeluaran tadi karena nggak bisa ke mana-mana selama ada pembatasan sosial. Akhirnya mereka gunakan uangnya untuk berinvestasi atau mencoba berinvestasi," papar Bhima.
Selain itu, naiknya investor ritel juga didorong oleh kontribusi tingkat suku bunga yang mengakibatkan masyarakat tidak tertarik untuk melakukan simpanan atau tabungan di bank. Ditambah lagi ada potongan admin.
"Itu juga mendorong sebagian investor ritel untuk mengalihkan dana simpanan yang ada di perbankan meskipun seperti kita tahu investor ritel mungkin tabungannya di bawah Rp100 juta atau Rp200 juta, tapi mereka alihkan untuk berinvestasi ke berbagai instrumen," jelas Bhima.
Kata dia, fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi secara global. Seperti di India dan Uni Eropa kenaikan investor ritel sampai dengan 40%, kemudian di Amerika Serikat pertumbuhannya sampai 25%.
"Artinya memang sekarang ini bisa kita sebut sebagai era booming of ritel investor," pungkas Bhima.
"Investor ritel pada Mei 2022 terlihat cukup tinggi terutama di pasar modal . Kita melihat apakah ini menjadi salah satu alasan kenapa di negara-negara lain terjadi capital out flow yang cukup besar terutama di pasar keuangan, pasar modal, dan juga pasar surat utang. Tetapi di Indonesia ini ancaman-ancaman ekonomi masih bisa ditahan dan tidak terlalu mengganggu," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira saat menyampaikan hasil studi "Dampak Aplikasi Multi-Aset terhadap Pertumbuhan Investor Ritel", Selasa (20/9/2022).
Bhima menjelaskan, kenaikan investor pasar modal karena ada pembatasan sosial, sehingga masyarakat tidak bisa melakukan banyak aktifitas di luar rumah. Alhasil, uang yang mereka miliki tertahan untuk dikeluarkan dan kemudian diinvestasikan ke pasar modal.
"Kita ketahui bersama, saat pandemi pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial. Masyarakat tidak diperbolehkan beraktifitas di luar rumah supaya bisa menekan penyebaran Covid-19. Yang sebelumnya mungkin digunakan untuk mereka rekreasi, jalan-jalan, nonton bioskop, tapi khusus untuk investor ritel mereka menyisihkan sebagian pengeluaran tadi karena nggak bisa ke mana-mana selama ada pembatasan sosial. Akhirnya mereka gunakan uangnya untuk berinvestasi atau mencoba berinvestasi," papar Bhima.
Selain itu, naiknya investor ritel juga didorong oleh kontribusi tingkat suku bunga yang mengakibatkan masyarakat tidak tertarik untuk melakukan simpanan atau tabungan di bank. Ditambah lagi ada potongan admin.
"Itu juga mendorong sebagian investor ritel untuk mengalihkan dana simpanan yang ada di perbankan meskipun seperti kita tahu investor ritel mungkin tabungannya di bawah Rp100 juta atau Rp200 juta, tapi mereka alihkan untuk berinvestasi ke berbagai instrumen," jelas Bhima.
Kata dia, fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi secara global. Seperti di India dan Uni Eropa kenaikan investor ritel sampai dengan 40%, kemudian di Amerika Serikat pertumbuhannya sampai 25%.
"Artinya memang sekarang ini bisa kita sebut sebagai era booming of ritel investor," pungkas Bhima.
(uka)