Kejatuhan Rubel Terhadap USD Memicu Munculnya Pasar Gelap Mata Uang

Sabtu, 08 Oktober 2022 - 20:24 WIB
loading...
Kejatuhan Rubel Terhadap USD Memicu Munculnya Pasar Gelap Mata Uang
Kejatuhan mata uang Rusia, Rubel dan pengendalian modal yang diberlakukan Moskow, tidak lama setelah perang Rusia Ukraina pecah telah memicu pasar gelap mata uang. Foto/Dok
A A A
MOSKOW - Kejatuhan mata uang Rusia, Rubel dan pengendalian modal yang diberlakukan Moskow, tidak lama setelah perang Rusia Ukraina pecah telah memicu pasar gelap mata uang untuk dolar Amerika Serikat (USD) serta euro. Fenomena ini dilaporkan oleh Mediazona, sebuah outlet media independen Rusia di awal invasi Rusia ke Ukraina.

Lebih dari 2.000 orang terlibat dalam chat di Moskow, St. Petersburg, dan wilayah selatan Kuban, dengan yang terbesar berbasis di Ibu kota Rusia. Mediazone menemukan, bahwa banyak peserta dalam chat tersebut mengatur pertemuan di stasiun kereta api atau wilayah yang ditentukan untuk melakukan transaksi.



Transaksi sering berbeda dari nilai tukar resmi, karena kontrol modal berusaha membatasi sisi negatif rubel. Obrolan di aplikasi Telegram bermunculan, dimana orang-orang Rusia memperjual belikan mata uang dengan harga yang jauh berbeda dengan pasar resmi.

Rubel di pasar gelap ini memiliki nilai yang justru lebih tinggi ketimbang USD. "Saya akan menjual USD2 ribu seharga 132 rubel. Barat Laut Moskow, tukar cepat," begitulah kata salah seorang dalam pesannya di telegram.

Banyak saluran online, grup, dan bot pertukaran mata uang bermunculan dalam dua minggu pertama bulan Maret, silam yang dipenuhi dengan permintaan untuk "pertukaran mata uang" dan penawaran untuk "membeli dolar," menurut harian surat kabar Rusia Kommersant.



Sementara itu lembaga penegak hukum mengatakan, bahwa mengatur pertukaran mata uang di jejaring sosial dan aplikasi pesan termasuk tindakan "perbankan ilegal" yang melanggar undang-undang. Bahkan bisa dikenakan hukuman pidana dapat berlangsung hingga tujuh tahun penjara.

Kemunculan pasar gelap mata uang memperlihatkan tingginya permintaan dolar dan euro. Nilai rubel merosot setelah Rusia melancarkan perangnya melawan Ukraina pada 24 Februari, mendorong mata uang di bawah 1 sen terhadap greenback.

Kremlin memberlakukan berbagai kontrol modal untuk menghentikan arus keluar mata uang yang tajam, seperti melarang Rusia mentransfer mata uang asing ke luar negeri dan mengharuskan eksportir menjual 80% dari pendapatan devisa mereka.

Meski saat ini telah mulai menuju titik normal, namun terdapat perbedaan ketara terhadap kurs di pasar resmi dan pasar gelap.

Sementara itu di awal perang, Barat telah menunjukkan persatuan dan tekad yang hampir belum pernah terjadi sebelumnya saat merespons invasi Presiden Rusia Vladimir Putin terhadap Ukraina.

Hanya dalam waktu tiga hari setelah invasi, pemerintah Barat langsung membekukan sebagian besar cadangan mata uang asing bank sentral Rusia dalam yurisdiksi masing-masing.

Langkah ini memicu kepanikan finansial di Rusia – dan memacu respons kebijakan yang kuat. Pada 28 Februari, bank sentral memberlakukan kontrol modal yang ketat, memperketat pembatasan perdagangan mata uang, dan menaikkan suku bunga kebijakan utamanya dari 9,5% menjadi 20%.

Pemerintah Rusia kemudian memerintahkan semua eksportir Rusia untuk memulangkan dan menukar 80% dari pendapatan ekspor mereka dengan rubel, dan bank sentral memperkenalkan komisi 30% (kemudian dikurangi menjadi 12%) untuk pembelian mata uang asing.

Berbagai kategori pembeli dilarang membeli dolar AS, dan pemegang simpanan bank berdenominasi mata uang asing menghadapi kendala besar dalam menarik tabungan mereka.

Terlepas dari respons kebijakan yang cepat ini, bagaimanapun nilai tukar resmi rubel bergerak dari 81 rubel per dolar sebelum perang menjadi 139 per dolar pada 9 Maret (meskipun nilai tukar pasar gelap dilaporkan jauh lebih tinggi).

Inflasi meningkat secara substansial, dengan tingkat pertumbuhan indeks harga konsumen resmi naik menjadi 2% per minggu (181% secara tahunan) dalam tiga minggu pertama perang, sebelum melambat menjadi 1% per minggu (68% per tahun).

Sementara itu saat ini nilai tukar rubel telah berangsur membaik. Dilansir dari Bloomberg, yakni sebesar 62 rubel per USD.

Data terbaru pada perdagangan, Jumat 7 Oktober 2022, kemarin tercatat bahwa rubel jatuh ke level terendah lebih dari dua minggu terakhir ke level 61 terhadap dolar. Hal ini memperpanjang kerugian mingguan karena kekhawatiran bahwa sanksi baru terhadap Rusia dapat menghentikan perdagangan valuta asing di Moskow.

Risiko geopolitik dan sanksi telah melanda pasar Rusia dalam beberapa pekan terakhir sejak Presiden Vladimir Putin bergerak untuk mencaplok empat wilayah Ukraina setelah Moskow mengadakan referendum -yang dikecam oleh Kyiv dan pemerintah Barat sebagai ilegal dan memaksa.

Pada pukul 07.34 GMT, rubel lebih lemah 0,8% terhadap dolar di posisi 61,39, meluncur ke titik terlemah sejak 21 September. Sedangkan Rubel kehilangan 0,2% untuk diperdagangkan pada 59,24 versus euro dan turun 0,8% terhadap yuan menjadi 8,62 .

"Yuan lebih menarik daripada dolar untuk hari keempat berturut-turut," kata analis Promsvyazbank.

"Dengan demikian, likuiditas mata uang China tetap lebih tinggi daripada likuiditas dolar dan euro, yang kami kaitkan dengan toksisitas mata uang Barat," bebernya.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1656 seconds (0.1#10.140)