Relokasi 7 Perusahaan dari China Bisa Berjalan Jika Hambatan Daya Saing Dihapus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, relokasi pabrik-pabrik perusahaan raksasa dari China ke Indonesia realistis dilakukan selama hambatan-hambatan dalam berusaha (doing business) bisa dihilangkan. Dia menyebutkan, hambatan tersebut diantaranya ketersediaan infrastruktur dan reformasi birokrasi serta ketersediaan sumber daya manusia.
“Relokasi saya kira akan berjalan cepat, kalau kualitas infrastruktur tersedia dengan baik, arus logistik yang lancar, hambatan birokrasi tidak ada atau dipangkas seefisien mungkin serta ketersediaan sumber daya manusia,” ujarnya kepada SINDO di Jakarta, Minggu (5/7/2020).
( )
Dia menyebutkan, daya saing Indonesia di tingkat global menurun pada tahun ini dari sebelumnya peringkat 32 turun ke peringkat 40. Hal tersebut menunjukkan masih ada permasalahan yang belum selesai.
“Berdasar rilis IMD World Competitiveness Ranking peringkat kita turun dari 32 menjadi 40. Kalau dari Global Competitiveness Index (GCI) 2019 peringkat daya saing Indonesia turun ke posisi 50 dari posisi 45 pada sebelumnya,” ujarnya.
Menurutnya di tengah isu pandemi Covid-19 dan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China harusnya bisa menjadi peluang besar di dalam negeri. Namun, hambatan-hambatan berbisnis masih banyak dinilai oleh sektor usaha yang besar.
( )
Selain keseriusan pemerintah memburu perusahaan raksasa yang merelokasi pabrik dari China ke Indonesia, peran pemerintah daerah juga dinilainya sangat besar. Peran tersebut bisa dilakukan dengan menyesuaikan aturan yang dibuat pemerintah pusat dengan aturan pemerintah daerah dalam bentuk Perda.
“Ini salah satu birokrasi yang perlu dipangkas. Setidaknya aturan yang ada dalam Perda itu sinkron dengan aturan yang ada di pusat,” ungkapnya.
Dia menambahkan, peran Balai latihan Kerja (BLK) juga harus diperkuat terutama yang ada di daerah. Selama ini, BLK dan pendidikan vokasi belum berjalan maksimal khususnya yang menyasar golongan yang siap kerja.
“Relokasi saya kira akan berjalan cepat, kalau kualitas infrastruktur tersedia dengan baik, arus logistik yang lancar, hambatan birokrasi tidak ada atau dipangkas seefisien mungkin serta ketersediaan sumber daya manusia,” ujarnya kepada SINDO di Jakarta, Minggu (5/7/2020).
( )
Dia menyebutkan, daya saing Indonesia di tingkat global menurun pada tahun ini dari sebelumnya peringkat 32 turun ke peringkat 40. Hal tersebut menunjukkan masih ada permasalahan yang belum selesai.
“Berdasar rilis IMD World Competitiveness Ranking peringkat kita turun dari 32 menjadi 40. Kalau dari Global Competitiveness Index (GCI) 2019 peringkat daya saing Indonesia turun ke posisi 50 dari posisi 45 pada sebelumnya,” ujarnya.
Menurutnya di tengah isu pandemi Covid-19 dan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China harusnya bisa menjadi peluang besar di dalam negeri. Namun, hambatan-hambatan berbisnis masih banyak dinilai oleh sektor usaha yang besar.
( )
Selain keseriusan pemerintah memburu perusahaan raksasa yang merelokasi pabrik dari China ke Indonesia, peran pemerintah daerah juga dinilainya sangat besar. Peran tersebut bisa dilakukan dengan menyesuaikan aturan yang dibuat pemerintah pusat dengan aturan pemerintah daerah dalam bentuk Perda.
“Ini salah satu birokrasi yang perlu dipangkas. Setidaknya aturan yang ada dalam Perda itu sinkron dengan aturan yang ada di pusat,” ungkapnya.
Dia menambahkan, peran Balai latihan Kerja (BLK) juga harus diperkuat terutama yang ada di daerah. Selama ini, BLK dan pendidikan vokasi belum berjalan maksimal khususnya yang menyasar golongan yang siap kerja.