Sri Mulyani Ungkap Ancaman Resesi Global terhadap Negara Pengutang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, semua negara tidak dapat menghindar dari risiko global. Pengetatan likuiditas, cost of fund yang meningkat, hingga penguatan dolar Amerika Serikat (USD) akan membayangi ekonomi global . Situasi demikian ternyata menimbulkan ancaman risiko krisis utang di negara-negara yang sudah rentan.
"Ada kenaikan ketidakpastian yang memicu inflasi dan juga pengetatan suku bunga acuan di berbagai negara. Ini kemudian bisa memicu krisis utang," ujar Sri dalam Seminar Nasional Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI dengan tema "Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Berkelanjutan di Tengah Tantangan Dinamika Global" di Jakarta, Rabu(19/10/2022).
Dia menyebutkan, negara-negara yang exposure utangnya cukup besar rentan terhadap krisis default ini. Maka dari itu, pertemuan G20 pekan lalu di Washington DC, AS, membahas peranan penting global financial safety net.
"Bakal banyak negara yang masuk krisis default, yang nantinya juga masuk ke kondisi ekonomi? Ini kondisinya semakin rumit, ekonomi global jadi semakin kompleks," ucap Sri.
Kompleksitas ekonomi global ini juga dikarenakan risiko stagflasi dari inflasi yang tinggi dan resesi. Dia menyoroti kondisi fiskal di banyak negara yang sudah hampir habis karena sebelumnya dipakai dalam krisis keuangan 2008-2009, dan kemudian dipakai lagi untuk menghadapi pandemi Covid-19.
"Ini adalah konteks yang sedang dan akan terus kita kelola hari ini dan 2023, bahkan kemarin pembahasan persoalan kompleks ini akan berlanjut ke 2024. Ini kemudian berdampak pada proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang terkoreksi. IMF memangkas proyeksi ekonomi global menjadi 2,7% tahun depan, dari yang sebelumnya 2,9%," pungkasnya.
"Ada kenaikan ketidakpastian yang memicu inflasi dan juga pengetatan suku bunga acuan di berbagai negara. Ini kemudian bisa memicu krisis utang," ujar Sri dalam Seminar Nasional Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI dengan tema "Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Berkelanjutan di Tengah Tantangan Dinamika Global" di Jakarta, Rabu(19/10/2022).
Dia menyebutkan, negara-negara yang exposure utangnya cukup besar rentan terhadap krisis default ini. Maka dari itu, pertemuan G20 pekan lalu di Washington DC, AS, membahas peranan penting global financial safety net.
"Bakal banyak negara yang masuk krisis default, yang nantinya juga masuk ke kondisi ekonomi? Ini kondisinya semakin rumit, ekonomi global jadi semakin kompleks," ucap Sri.
Kompleksitas ekonomi global ini juga dikarenakan risiko stagflasi dari inflasi yang tinggi dan resesi. Dia menyoroti kondisi fiskal di banyak negara yang sudah hampir habis karena sebelumnya dipakai dalam krisis keuangan 2008-2009, dan kemudian dipakai lagi untuk menghadapi pandemi Covid-19.
"Ini adalah konteks yang sedang dan akan terus kita kelola hari ini dan 2023, bahkan kemarin pembahasan persoalan kompleks ini akan berlanjut ke 2024. Ini kemudian berdampak pada proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang terkoreksi. IMF memangkas proyeksi ekonomi global menjadi 2,7% tahun depan, dari yang sebelumnya 2,9%," pungkasnya.
(uka)