Suku Bunga BI Dikerek 50 Bps Jadi 4,75%, Ekonom Ramal Bakal Lanjut hingga 2023
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menanggapi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR), Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman memperkirakan, bakal berlanjut hingga 2023. Seperti diketahui Bank Indonesia baru saja memutuskan untuk menaikkan BI7DRR sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75%.
Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur BI Edisi Bulan Oktober 2022, Kamis (20/10). RDG BI digelar dalam dua hari untuk menentukan arah suku bunga dan kebijakan moneter bank sentral.
Pada Agustus 2022, BI telah menaikkan suku bunga acuannya dengan dosis yang sama, 25 bps. Kemudian, BI kembali menaikkan 50 bps menjadi 4,25% pada September lalu.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman memandang dan mengharapkan BI untuk melanjutkan kenaikan BI-7DRRR hingga 1Q23.
"Ini memang memicu aliran modal keluar di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia khususnya di pasar SBN, memberikan tekanan pada stabilitas nilai tukar Rupiah," kata Faisal saat dihubungi MNC Portal, Kamis (20/10/2022).
Dari sisi luar, inflasi tinggi di Amerika Serikat (AS) tampaknya lebih persisten daripada yang diantisipasi, menegaskan Sikap hawkish The Fed dalam menaikkan FFR secara asertif yang disinyalir akan mencapai puncaknya pada 2023. Fed telah memberikan isyarat bahwa FFR akan dinaikkan menjadi 4,50% pada tahun 2022 dan menjadi 4,75% pada tahun 2023.
Faisal menuturkan, meskipun ekspornya bagus kinerja di tengah harga komoditas yang tinggi yang memungkinkan Indonesia tetap berjalan serangkaian surplus perdagangan besar, dan memperkirakan bahwa surplus cenderung menyusut ke depan di tengah perlambatan ekonomi global.
Dari sisi domestik, kata dia, tetap mengharapkan inflasi tingkat agar tetap tinggi, sekitar 5 – 6% yoy, setidaknya sampai 1H 2023 sebagai harga bahan bakar penyesuaian tidak hanya memiliki dampak putaran pertama pada inflasi harga yang diatur tetapi juga dampak putaran kedua pada barang dan jasa lainnya.
"Karena tekanan datang dari keduanya sisi eksternal (nilai tukar rupiah yang terdepresiasi) dan sisi domestik (tingkat inflasi yang tinggi), kami percaya BI akan menggeser gigi lebih agresif dari kebijakan moneter longgar dengan menaikkan kebijakan tingkat untuk memastikan stabilitas," tuturnya.
"Secara keseluruhan, sebagai front-loaded, pre-emptive, dan forward-looking. Kami memperkirakan BI akan terus menaikkan BI-7DRRR menjadi 5,00% hingga akhir tahun 2022 (vs.3,50% pada tahun 2021) dan menjadi 5,25% pada tahun 2023," ucapnya.
Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur BI Edisi Bulan Oktober 2022, Kamis (20/10). RDG BI digelar dalam dua hari untuk menentukan arah suku bunga dan kebijakan moneter bank sentral.
Pada Agustus 2022, BI telah menaikkan suku bunga acuannya dengan dosis yang sama, 25 bps. Kemudian, BI kembali menaikkan 50 bps menjadi 4,25% pada September lalu.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman memandang dan mengharapkan BI untuk melanjutkan kenaikan BI-7DRRR hingga 1Q23.
"Ini memang memicu aliran modal keluar di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia khususnya di pasar SBN, memberikan tekanan pada stabilitas nilai tukar Rupiah," kata Faisal saat dihubungi MNC Portal, Kamis (20/10/2022).
Dari sisi luar, inflasi tinggi di Amerika Serikat (AS) tampaknya lebih persisten daripada yang diantisipasi, menegaskan Sikap hawkish The Fed dalam menaikkan FFR secara asertif yang disinyalir akan mencapai puncaknya pada 2023. Fed telah memberikan isyarat bahwa FFR akan dinaikkan menjadi 4,50% pada tahun 2022 dan menjadi 4,75% pada tahun 2023.
Faisal menuturkan, meskipun ekspornya bagus kinerja di tengah harga komoditas yang tinggi yang memungkinkan Indonesia tetap berjalan serangkaian surplus perdagangan besar, dan memperkirakan bahwa surplus cenderung menyusut ke depan di tengah perlambatan ekonomi global.
Dari sisi domestik, kata dia, tetap mengharapkan inflasi tingkat agar tetap tinggi, sekitar 5 – 6% yoy, setidaknya sampai 1H 2023 sebagai harga bahan bakar penyesuaian tidak hanya memiliki dampak putaran pertama pada inflasi harga yang diatur tetapi juga dampak putaran kedua pada barang dan jasa lainnya.
"Karena tekanan datang dari keduanya sisi eksternal (nilai tukar rupiah yang terdepresiasi) dan sisi domestik (tingkat inflasi yang tinggi), kami percaya BI akan menggeser gigi lebih agresif dari kebijakan moneter longgar dengan menaikkan kebijakan tingkat untuk memastikan stabilitas," tuturnya.
"Secara keseluruhan, sebagai front-loaded, pre-emptive, dan forward-looking. Kami memperkirakan BI akan terus menaikkan BI-7DRRR menjadi 5,00% hingga akhir tahun 2022 (vs.3,50% pada tahun 2021) dan menjadi 5,25% pada tahun 2023," ucapnya.
(akr)