Bidik Segmen Konsumen Beragam, Bisnis Kuliner 3 in 1 Hadir di Jaksel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Usai dua tahun dihantam pandemi, bisnis kuliner di Ibu Kota kembali menggeliat dan restoran mulai ramai lagi oleh pengunjung.
Pelaku usaha kuliner pun berupaya menghadirkan inovasi dan konsep kuliner yang bisa menggaet konsumen di Jakarta yang merupakan ‘melting pot’ dari masyarakat dengan berbagai latar belakang dan budaya.
Mengutip Katalog Statistik Penyedia Makan Minum Tahun 2020 yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) pertengahan tahun ini, DKI Jakarta menempati posisi pertama provinsi dengan jumlah usaha kuliner terbanyak di Tanah Air dengan total 5.159 usaha penyedia makanan dan minuman berskala menengah besar. Adapun secara nasional jumlahnya mencapai 11.223 usaha kuliner.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno dalam berbagai kesempatan juga menyatakan bahwa kuliner merupakan subsektor ekonomi kreatif (ekraf) yang berkontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ekraf.
Kemenparekraf mencatat, subsektor kuliner menyumbang Rp455,44 triliun atau sekitar 41% dari total PDB ekraf tahun 2020 yang sebesar Rp1.134 triliun.
Untuk itulah, pemerintah juga terus mendorong perkembangan bisnis kuliner, mulai dari skala UMKM hingga perusahaan besar.
Di Jakarta, terdapat kawasan-kawasan yang memang dikenal sebagai area kuliner dengan beragam restoran yang menyediakan menu-menu ataupun jajanan yang menggugah selera. Sebut saja kawasan Santa, Senopati dan sekitarnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel).
Menjamurnya bisnis kuliner juga mendorong pengusaha untuk berlomba menghadirkan konsep bisnis yang unik dan menarik.
Contohnya yang dilakukan PT Hanasta Hita Abadi, perusahaan yang menaungi tiga konsep kuliner dalam satu lokasi.
Terletak di kawasan Santa, ide bisnis kuliner ini dimulai dari sebuah rumah di Jalan Prof Joko Sutono SH yang dipilih sebagai lokasinya.
Adapun misinya adalah membangun tiga outlet kuliner dengan konsep unik dan belum pernah ada di Jakarta. Tiga outlet tersebut adalah Shabu Notê, Coffeenotes dan Bali Notes.
Direktur Utama PT Hanasta Hita Abadi Nicky Christina saat grand opening pada Senin (17/10) mengatakan, perpaduan antara Shabu & Grill, Coffee House dan outdoor Food & Beverage Arcade merupakan konsep yang dipilih guna memenuhi kebutuhan pecinta kuliner dari segala segmen.
“Jadi ini satu payung tapi tiga outlet. Dari sisi lapisan market atau konsumennya pun beragam,” ujarnya, dikutip Sabtu (22/10/2022).
Dengan konsep tersebut, pihaknya ingin mewadahi semua gaya kuliner para penggemar kuliner. “Mungkin ada yang gemar bakar-bakaran, ngopi dan minum-minum, atau makan di tempat outdoor dengan banyak pilihan jenis jajanan. Kami ingin memberikan pengalaman itu dalam satu lokasi, sehingga kita tidak perlu berpindah tempat yang terlalu jauh,” papar Nicky.
Dia menjelaskan, Shabu Note dipilih sebagai nama untuk resto All You Can Eat Japanese Shabu & Grill, sementara untuk Coffee House yang menyajikan masakan Eropa dan Asia dipilih nama Coffeenotes.
Sedangkan sebuah area bernama Bali Notes dengan konsep Balinese Garden menawarkan nuansa Bali yang kental menjadi pilihan menarik untuk penyuka hang out di Ibu Kota.
Menurut Nicky, Bali Notes bermitra dengan beberapa tenant yang menyajikan berbagai masakan khas Nusantara. Mulai Cwie Mie Malang, Batagor, Somay, Bebek Bali sampai dengan Cuanki. Belum lagi makanan internasional seperti ayam Dubai dengan cita rasa khas Timur Tengah beserta nasi briyani dan ramen.
“Tempat kami ini dilirik franchise dari Dubai, Chicking. Semoga kemitraan ini berjalan lancar. Kita beri kesempatan untuk berkembang bersama-sama,” tuturnya.
Lebih lanjut, Nicky menerangkan keunggulan Shabu Notê dibandingkan dengan restoran shabu lainnya. Salah satunya adalah menu yang disiapkan dan diracik oleh dua chef yang sudah berpengalaman belasan tahun menangani di dunia hidangan shabu.
“Mereka adalah orang-orang yang komitmen membuat produk ini dengan bahan asli dan segar, tidak mau menggunakan bahan-bahan instan atau artifisal yang botolan. Kalaupun ada yang botolan paling maksimal 15% dari seluruh bahan yang dipakai dan itu lebih ke pertimbangan waktu,” bebernya.
Dengan harga mulai Rp185.000 hingga Rp390.000 per orang, pengunjung bisa menikmati menu All You Can Eat Japanese Shabu & Grill dengan pilihan kuah atau sup yang berbeda-beda, di antaranya miso, collagen, tom yum, Japanese original chicken.
“Secara berkala diubah. Rencananya juga akan ada buah mala yang sensasinya beda dengan sup biasa. Bagaimana pun di bisnis kuliner itu kita harus selalu siapkan beberapa jenis produk, untuk rotasi atau kita hadirkan sebagai menu spesial,” tuturnya.
Mengingat orang Indonesia banyak yang suka pedas, pihaknya juga menyediakan empat jenis sambal, mulai sambal lamong, sambal terasi, sambal ijo, hingga Thai sambal.
Pelaku usaha kuliner pun berupaya menghadirkan inovasi dan konsep kuliner yang bisa menggaet konsumen di Jakarta yang merupakan ‘melting pot’ dari masyarakat dengan berbagai latar belakang dan budaya.
Mengutip Katalog Statistik Penyedia Makan Minum Tahun 2020 yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) pertengahan tahun ini, DKI Jakarta menempati posisi pertama provinsi dengan jumlah usaha kuliner terbanyak di Tanah Air dengan total 5.159 usaha penyedia makanan dan minuman berskala menengah besar. Adapun secara nasional jumlahnya mencapai 11.223 usaha kuliner.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno dalam berbagai kesempatan juga menyatakan bahwa kuliner merupakan subsektor ekonomi kreatif (ekraf) yang berkontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ekraf.
Kemenparekraf mencatat, subsektor kuliner menyumbang Rp455,44 triliun atau sekitar 41% dari total PDB ekraf tahun 2020 yang sebesar Rp1.134 triliun.
Untuk itulah, pemerintah juga terus mendorong perkembangan bisnis kuliner, mulai dari skala UMKM hingga perusahaan besar.
Di Jakarta, terdapat kawasan-kawasan yang memang dikenal sebagai area kuliner dengan beragam restoran yang menyediakan menu-menu ataupun jajanan yang menggugah selera. Sebut saja kawasan Santa, Senopati dan sekitarnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel).
Menjamurnya bisnis kuliner juga mendorong pengusaha untuk berlomba menghadirkan konsep bisnis yang unik dan menarik.
Contohnya yang dilakukan PT Hanasta Hita Abadi, perusahaan yang menaungi tiga konsep kuliner dalam satu lokasi.
Terletak di kawasan Santa, ide bisnis kuliner ini dimulai dari sebuah rumah di Jalan Prof Joko Sutono SH yang dipilih sebagai lokasinya.
Adapun misinya adalah membangun tiga outlet kuliner dengan konsep unik dan belum pernah ada di Jakarta. Tiga outlet tersebut adalah Shabu Notê, Coffeenotes dan Bali Notes.
Direktur Utama PT Hanasta Hita Abadi Nicky Christina saat grand opening pada Senin (17/10) mengatakan, perpaduan antara Shabu & Grill, Coffee House dan outdoor Food & Beverage Arcade merupakan konsep yang dipilih guna memenuhi kebutuhan pecinta kuliner dari segala segmen.
“Jadi ini satu payung tapi tiga outlet. Dari sisi lapisan market atau konsumennya pun beragam,” ujarnya, dikutip Sabtu (22/10/2022).
Dengan konsep tersebut, pihaknya ingin mewadahi semua gaya kuliner para penggemar kuliner. “Mungkin ada yang gemar bakar-bakaran, ngopi dan minum-minum, atau makan di tempat outdoor dengan banyak pilihan jenis jajanan. Kami ingin memberikan pengalaman itu dalam satu lokasi, sehingga kita tidak perlu berpindah tempat yang terlalu jauh,” papar Nicky.
Dia menjelaskan, Shabu Note dipilih sebagai nama untuk resto All You Can Eat Japanese Shabu & Grill, sementara untuk Coffee House yang menyajikan masakan Eropa dan Asia dipilih nama Coffeenotes.
Sedangkan sebuah area bernama Bali Notes dengan konsep Balinese Garden menawarkan nuansa Bali yang kental menjadi pilihan menarik untuk penyuka hang out di Ibu Kota.
Menurut Nicky, Bali Notes bermitra dengan beberapa tenant yang menyajikan berbagai masakan khas Nusantara. Mulai Cwie Mie Malang, Batagor, Somay, Bebek Bali sampai dengan Cuanki. Belum lagi makanan internasional seperti ayam Dubai dengan cita rasa khas Timur Tengah beserta nasi briyani dan ramen.
“Tempat kami ini dilirik franchise dari Dubai, Chicking. Semoga kemitraan ini berjalan lancar. Kita beri kesempatan untuk berkembang bersama-sama,” tuturnya.
Lebih lanjut, Nicky menerangkan keunggulan Shabu Notê dibandingkan dengan restoran shabu lainnya. Salah satunya adalah menu yang disiapkan dan diracik oleh dua chef yang sudah berpengalaman belasan tahun menangani di dunia hidangan shabu.
“Mereka adalah orang-orang yang komitmen membuat produk ini dengan bahan asli dan segar, tidak mau menggunakan bahan-bahan instan atau artifisal yang botolan. Kalaupun ada yang botolan paling maksimal 15% dari seluruh bahan yang dipakai dan itu lebih ke pertimbangan waktu,” bebernya.
Dengan harga mulai Rp185.000 hingga Rp390.000 per orang, pengunjung bisa menikmati menu All You Can Eat Japanese Shabu & Grill dengan pilihan kuah atau sup yang berbeda-beda, di antaranya miso, collagen, tom yum, Japanese original chicken.
“Secara berkala diubah. Rencananya juga akan ada buah mala yang sensasinya beda dengan sup biasa. Bagaimana pun di bisnis kuliner itu kita harus selalu siapkan beberapa jenis produk, untuk rotasi atau kita hadirkan sebagai menu spesial,” tuturnya.
Mengingat orang Indonesia banyak yang suka pedas, pihaknya juga menyediakan empat jenis sambal, mulai sambal lamong, sambal terasi, sambal ijo, hingga Thai sambal.
(ind)