Menteri ESDM Ungkap Alasan Penerapan Pajak Progresif Ekspor Nikel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan alasan penerapan pajak progresif ekspor nikel . Rencananya, pajak akan diterapkan di awal 2 persen untuk dua jenis produk nikel, yakni nickel pig iron dan feronikel.
"Feronikel ini nilai tambah kita kecil, dan pakai juga sumber ore nikel yang kadar tinggi yang kadarnya di atas 2 persen atau 1,7 persen," kata Arifin kepada wartawan di kantor Kementerian ESDM, Jumat (21/10/2022).
Dia menjelaskan produk feronikel menggunakan bijih nikel (ore) kadar tinggi atau saprolit. Adapun pengolahan bijih nikel jenis tersebut menggunakan proses Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), yang mana smelter-nya mendominasi di Indonesia.
Penerapan pajak ekspor progresi tak lain untuk meningkatkan hilirisasi nikel kadar rendah atau limonit melalui smelter High Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan nickel hydroxide product (NHP).
"Sekarang bisa diproses jadi dengan proses HPAL untuk bisa menghasilkan NHP itu yang harus kita upayakan, karena nilai tambah itu harus bergulir," jelasnya.
Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha memastikan penerapan pajak ekspor progresif akan berlaku tahun ini. Proses pembahasan pajak ekspor masih berlangsung antara kementerian dan lembaga.
"Masih pembahasan, tahun ini harusnya sudah bisa diselesaikan, kita lagi bahas dengan teman-teman kementerian dan lembaga untuk menentukan dengan lebih baik," ujar Tubagus.
Dia menjelaskan, kebijakan tersebut memiliki tujuan untuk mendorong pemanfaatan tambang mineral dalam negeri, terlebih mengembangkan hilirisasi produk yang lebih kompleks untuk meningkatkan nilai tambah.
Produk NPI dan Feronikel termasuk ke dalam intermediate product atau barang setengah jadi. Di sisi lain, pemerintah juga hendak mengembangkan industri baterai kendaraan listrik menggunakan komoditas nikel.
"Sekarang sudah ada teknologi konversi dari NPI ke FeNi, dikonversi jadi nikel matte. Dari matte sebagai nikel kelas satu dia bisa diubah menjadi nikel sulfat, kobalt sulfat, prekursor, cathoda baterai, segala macam, kita harapannya begitu," kata Tubagus.
"Feronikel ini nilai tambah kita kecil, dan pakai juga sumber ore nikel yang kadar tinggi yang kadarnya di atas 2 persen atau 1,7 persen," kata Arifin kepada wartawan di kantor Kementerian ESDM, Jumat (21/10/2022).
Dia menjelaskan produk feronikel menggunakan bijih nikel (ore) kadar tinggi atau saprolit. Adapun pengolahan bijih nikel jenis tersebut menggunakan proses Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), yang mana smelter-nya mendominasi di Indonesia.
Penerapan pajak ekspor progresi tak lain untuk meningkatkan hilirisasi nikel kadar rendah atau limonit melalui smelter High Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan nickel hydroxide product (NHP).
"Sekarang bisa diproses jadi dengan proses HPAL untuk bisa menghasilkan NHP itu yang harus kita upayakan, karena nilai tambah itu harus bergulir," jelasnya.
Asisten Deputi Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha memastikan penerapan pajak ekspor progresif akan berlaku tahun ini. Proses pembahasan pajak ekspor masih berlangsung antara kementerian dan lembaga.
"Masih pembahasan, tahun ini harusnya sudah bisa diselesaikan, kita lagi bahas dengan teman-teman kementerian dan lembaga untuk menentukan dengan lebih baik," ujar Tubagus.
Dia menjelaskan, kebijakan tersebut memiliki tujuan untuk mendorong pemanfaatan tambang mineral dalam negeri, terlebih mengembangkan hilirisasi produk yang lebih kompleks untuk meningkatkan nilai tambah.
Produk NPI dan Feronikel termasuk ke dalam intermediate product atau barang setengah jadi. Di sisi lain, pemerintah juga hendak mengembangkan industri baterai kendaraan listrik menggunakan komoditas nikel.
"Sekarang sudah ada teknologi konversi dari NPI ke FeNi, dikonversi jadi nikel matte. Dari matte sebagai nikel kelas satu dia bisa diubah menjadi nikel sulfat, kobalt sulfat, prekursor, cathoda baterai, segala macam, kita harapannya begitu," kata Tubagus.
(nng)