Susun Peta Jalan Swasembada Gula, Neraca Komoditas Perlu Jadi Acuan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai peta jalan percepatan swasembada gula guna menekan ketergantungan impor gula yang diharapkan kebutuhan konsumsi hingga industri dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyoroti regulasi tersebut. Apabila dalam rancangan memuat impor gula hendaknya menjadi perhatian karena dikeluarkan menjelang tahun politik.
"Setiap tahun politik hampir semua komoditas, impornya melonjak termasuk gula sehingga perlu kehati-hatian," ujar dia saat dihubungi, baru-baru ini.
Dia menyarankan agar pemerintah mengacu neraca komoditas dalam menetapkan impor. Melalui neraca komoditas tersebut, bisa diketahui berapa besar kebutuhan gula nasional.
"Ini untuk menjaga penetapan kuota impor. Dengan neraca komoditas terlihat kebutuhan gula nasional berapa produksi dan kebutuhan impor," kata dia.
Terpisah, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai perlu konsistensi dalam mengimplementasikan regulasi. Di samping yang perlu diperhatikan adalah peta jalan tentang perluasan lahan tebu dan peningkatan produktivitas.
"Peraturan soal gula sudah sangat banyak, perlu konsistensi. Terlalu banyak aturan dan target swasembada tidak kunjung tercapai," ujar Khudlori.
Menurut dia langkah teknis dan tahapan yang jelas diperlukan untuk mencapai swasembada gula. Ia mengingatkan, jangan sampai regulasi tersebut justru membuka lebih banyak peluang impor.
Lebih lanjut, permasalahan utama gula nasional adalah lahan yang terbatas saling berebut dengan tanaman pokok lain, seperti padi, jagung dan kedelai. Di sisi lain, Harga Eceran Tertinggi (HET) petani bertahun-tahun tidak naik sejak 2016 lalu baru kembali naik sebesar Rp12.500 per kilogram (kg) sementara kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengungkapkan, target swasembada gula telah dicanangkan sejak lama namun tidak kunjung tercapai. Melalui Perpres tersebut diharapkan pemerintah serius salah satunya terkait penambahan area lahan tebu.
Sejumlah hal yang tertuang dalam rancangan regulasi, antara lain, peningkatan produktivitas tebu untuk mencapai 93 ton per hektar dan perluasan areal lahan perkebunan tebu hingga 700.000 hektar.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyoroti regulasi tersebut. Apabila dalam rancangan memuat impor gula hendaknya menjadi perhatian karena dikeluarkan menjelang tahun politik.
"Setiap tahun politik hampir semua komoditas, impornya melonjak termasuk gula sehingga perlu kehati-hatian," ujar dia saat dihubungi, baru-baru ini.
Dia menyarankan agar pemerintah mengacu neraca komoditas dalam menetapkan impor. Melalui neraca komoditas tersebut, bisa diketahui berapa besar kebutuhan gula nasional.
"Ini untuk menjaga penetapan kuota impor. Dengan neraca komoditas terlihat kebutuhan gula nasional berapa produksi dan kebutuhan impor," kata dia.
Terpisah, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai perlu konsistensi dalam mengimplementasikan regulasi. Di samping yang perlu diperhatikan adalah peta jalan tentang perluasan lahan tebu dan peningkatan produktivitas.
"Peraturan soal gula sudah sangat banyak, perlu konsistensi. Terlalu banyak aturan dan target swasembada tidak kunjung tercapai," ujar Khudlori.
Menurut dia langkah teknis dan tahapan yang jelas diperlukan untuk mencapai swasembada gula. Ia mengingatkan, jangan sampai regulasi tersebut justru membuka lebih banyak peluang impor.
Lebih lanjut, permasalahan utama gula nasional adalah lahan yang terbatas saling berebut dengan tanaman pokok lain, seperti padi, jagung dan kedelai. Di sisi lain, Harga Eceran Tertinggi (HET) petani bertahun-tahun tidak naik sejak 2016 lalu baru kembali naik sebesar Rp12.500 per kilogram (kg) sementara kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengungkapkan, target swasembada gula telah dicanangkan sejak lama namun tidak kunjung tercapai. Melalui Perpres tersebut diharapkan pemerintah serius salah satunya terkait penambahan area lahan tebu.
Sejumlah hal yang tertuang dalam rancangan regulasi, antara lain, peningkatan produktivitas tebu untuk mencapai 93 ton per hektar dan perluasan areal lahan perkebunan tebu hingga 700.000 hektar.
(nng)