Swasembada Gula Perlu Konsistensi Penerapan Regulasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) percepatan swasembada gula guna menekan ketergantungan impor gula yang diharapkan kebutuhan konsumsi hingga industri dapat dipenuhi dari dalam negeri. Sejumlah hal yang tertuang, antara lain, peningkatan produktivitas tebu untuk mencapai 93 ton per hektar dan perluasan areal lahan perkebunan tebu hingga 700.000 hektar.
Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai perlu konsistensi dalam mengimplementasikan regulasi. Di samping yang perlu diperhatikan adalah peta jalan tentang perluasan lahan tebu dan peningkatan produktivitas.
"Peraturan soal gula sudah sangat banyak, perlu konsistensi. Terlalu banyak aturan dan target swasembada tidak kunjung tercapai," ujar Khudlori saat dihubungi, baru-baru ini.
Menurut dia langkah teknis dan tahapan yang jelas diperlukan untuk mencapai swasembada gula. Ia mengingatkan, jangan sampai regulasi tersebut justru membuka lebih banyak peluang impor.
Lebih lanjut, permasalahan utama gula nasional adalah lahan yang terbatas saling berebut dengan tanaman pokok lain, seperti padi, jagung dan kedelai. Di sisi lain, Harga Eceran Tertinggi (HET) petani bertahun-tahun tidak naik
sejak 2016 lalu baru kembali naik sebesar Rp12.500 per kilogram (kg) sementara kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan.
Melihat kondisi, swasembada gula dapat tercapai perlu implementasi yang serius. Ia menilai perlu keterlibatan PT Rajawali Nusantara (RNI) untuk mengelola beberapa pabrik gula di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Takyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikun mengatakan di samping SugarCo juga perlu melibatkan para petani. "Petani perlu dilibatkan agar tidak menimbulkan masalah baru," tutup Sumitro.
Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai perlu konsistensi dalam mengimplementasikan regulasi. Di samping yang perlu diperhatikan adalah peta jalan tentang perluasan lahan tebu dan peningkatan produktivitas.
"Peraturan soal gula sudah sangat banyak, perlu konsistensi. Terlalu banyak aturan dan target swasembada tidak kunjung tercapai," ujar Khudlori saat dihubungi, baru-baru ini.
Menurut dia langkah teknis dan tahapan yang jelas diperlukan untuk mencapai swasembada gula. Ia mengingatkan, jangan sampai regulasi tersebut justru membuka lebih banyak peluang impor.
Lebih lanjut, permasalahan utama gula nasional adalah lahan yang terbatas saling berebut dengan tanaman pokok lain, seperti padi, jagung dan kedelai. Di sisi lain, Harga Eceran Tertinggi (HET) petani bertahun-tahun tidak naik
sejak 2016 lalu baru kembali naik sebesar Rp12.500 per kilogram (kg) sementara kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan.
Melihat kondisi, swasembada gula dapat tercapai perlu implementasi yang serius. Ia menilai perlu keterlibatan PT Rajawali Nusantara (RNI) untuk mengelola beberapa pabrik gula di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Takyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikun mengatakan di samping SugarCo juga perlu melibatkan para petani. "Petani perlu dilibatkan agar tidak menimbulkan masalah baru," tutup Sumitro.
(nng)