Ingin Tingkatkan Produktivitas Tebu, Jokowi Akui Butuh Dana Besar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui upaya untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas hasil produksi tebu di Tanah Air memerlukan investasi yang besar.
Investasi tersebut juga digunakan untuk memperbaharui mesin-mesin yang ada di pabrik gula menjadi lebih modern dan menggunakan teknologi terkini.
Kepala Negara menyampaikan hal tersebut saat peresmian program "Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi" di pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero), Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, pada hari ini.
"Kuncinya memang bibit yang baik, mesin dengan memberikan rendemen yang baik juga kepada petani. Kuncinya ada di situ, dan ini memang memerlukan investasi yang tidak sedikit, memerlukan uang yang tidak sedikit, tetapi sudah kita niatkan untuk mengubah ini," ujar Jokowi dalam keterangannya, Jumat (4/11/2022).
"Kalau tebu ini berhasil, kemudian B30 sawit itu bisa ditingkatkan lagi, ini akan memperkuat ketahanan energi negara kita Indonesia," imbuh presiden.
Melalui program "Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi", Jokowi berharap dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas hasil produksi tebu di Tanah Air.
"Kita telah memulai menanam tebu yang ditanam secara modern dan kita harapkan nanti produktivitas dari tanaman itu menjadi lebih baik dan lebih meningkat," tandasnya.
Menurut Jokowi, Indonesia pernah menjadi eksportir gula pada tahun 1800-an. Namun, saat ini Indonesia harus mengimpor gula dengan jumlah yang sangat besar untuk kebutuhan konsumsi maupun industri dalam negeri.
Oleh sebab itu, Jokowi menginstruksikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk meningkatkan kualitas bibit tebu dengan varietas yang terbaik di dunia.
"Kita bekerja sama dengan Brazil untuk ini dan sudah memiliki pengalaman yang baik dalam manajemen mengenai tebu dan pergulaan," ungkap mantan Gubernur DKI itu.
Presiden pun berharap melalui program ini, Indonesia dalam beberapa waktu ke depan dapat mencapai target untuk bisa mandiri dalam ketahanan pangan, termasuk tidak lagi mengimpor gula dari negara lain. "Tapi memang butuh waktu mungkin dalam jangka lima tahun ke depan. Target kita seperti itu," ungkap Jokowi.
Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan yang diutamakan untuk kepentingan konsumsi dalam negeri. Menilik sejarahnya, pengembangan produksi gula berbasis tebu sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda.
Hingga kini, pengembangan tebu tidak hanya dilakukan di pulau Jawa dan Sumatera bagian utara dan selatan, tetapi juga di pulau Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Meningkatnya konsumsi gula menjadi unsur utama dilakukannya pengembangan di daerah baru, juga untuk memenuhi pasar di wilayah Indonesia Timur.
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi tinggi produksi Tebu. Data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2018 mencatat, luas areal tanaman tebu mencapai 3.473.230 Ha dengan total produksi sekitar 2.854.300 ton. Dari luasan tersebut, sekitar 99% diusahakan oleh petani rakyat.
Investasi tersebut juga digunakan untuk memperbaharui mesin-mesin yang ada di pabrik gula menjadi lebih modern dan menggunakan teknologi terkini.
Kepala Negara menyampaikan hal tersebut saat peresmian program "Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi" di pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero), Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, pada hari ini.
"Kuncinya memang bibit yang baik, mesin dengan memberikan rendemen yang baik juga kepada petani. Kuncinya ada di situ, dan ini memang memerlukan investasi yang tidak sedikit, memerlukan uang yang tidak sedikit, tetapi sudah kita niatkan untuk mengubah ini," ujar Jokowi dalam keterangannya, Jumat (4/11/2022).
"Kalau tebu ini berhasil, kemudian B30 sawit itu bisa ditingkatkan lagi, ini akan memperkuat ketahanan energi negara kita Indonesia," imbuh presiden.
Melalui program "Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi", Jokowi berharap dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas hasil produksi tebu di Tanah Air.
"Kita telah memulai menanam tebu yang ditanam secara modern dan kita harapkan nanti produktivitas dari tanaman itu menjadi lebih baik dan lebih meningkat," tandasnya.
Menurut Jokowi, Indonesia pernah menjadi eksportir gula pada tahun 1800-an. Namun, saat ini Indonesia harus mengimpor gula dengan jumlah yang sangat besar untuk kebutuhan konsumsi maupun industri dalam negeri.
Oleh sebab itu, Jokowi menginstruksikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk meningkatkan kualitas bibit tebu dengan varietas yang terbaik di dunia.
"Kita bekerja sama dengan Brazil untuk ini dan sudah memiliki pengalaman yang baik dalam manajemen mengenai tebu dan pergulaan," ungkap mantan Gubernur DKI itu.
Presiden pun berharap melalui program ini, Indonesia dalam beberapa waktu ke depan dapat mencapai target untuk bisa mandiri dalam ketahanan pangan, termasuk tidak lagi mengimpor gula dari negara lain. "Tapi memang butuh waktu mungkin dalam jangka lima tahun ke depan. Target kita seperti itu," ungkap Jokowi.
Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan yang diutamakan untuk kepentingan konsumsi dalam negeri. Menilik sejarahnya, pengembangan produksi gula berbasis tebu sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda.
Hingga kini, pengembangan tebu tidak hanya dilakukan di pulau Jawa dan Sumatera bagian utara dan selatan, tetapi juga di pulau Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Meningkatnya konsumsi gula menjadi unsur utama dilakukannya pengembangan di daerah baru, juga untuk memenuhi pasar di wilayah Indonesia Timur.
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi tinggi produksi Tebu. Data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2018 mencatat, luas areal tanaman tebu mencapai 3.473.230 Ha dengan total produksi sekitar 2.854.300 ton. Dari luasan tersebut, sekitar 99% diusahakan oleh petani rakyat.
(ind)