Presiden Grab Nilai Kenaikan Biaya Jasa yang Ditetapkan Kemenhub Masih Wajar
loading...
A
A
A
JAKARTA -
President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengungkap bahwa kenaikan tarif untuk aplikasi jasa ojek online (ojol) yang terlalu tinggi bisa menggerus permintaan. Lantaran itu, ia mengingatkan bahwa perumusan besarannya harus diukur secara matang.
Ridzki mencontohkan, misalnya pada penerapan kenaikan biaya jasa ojek online yang tertuang dalam KP 564/2022, hal tersebut membuat kenaikan biaya jasa minimal hingga 50%. Sehingga berdasarkan survei yang dilakukan, hal itu justru membuat penurunan order.
"KP 564/2022 dikeluarkan Agustus, melalui uji sensitivitas kami yang dilakukan secara internal di ekosistem kami, kenaikan tersebut berpotensi menurunkan order 60-70% untuk trip jarak dekat," ujar Ridzki dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi V DPR RI, dikutip Selasa (8/11/2022).
Sehingga menurutnya kalau kenaikan tarif ojol terlalu tinggi, maka ada kemungkinan justru pendapatan mitra pengemudi turun. Karena masyarakat bisa berkurang untuk menggunakan jasa tersebut.
"Kemudian itu direvisi dalam KP 667/2022 yang disahkan September 2022, di sini kami menilai bahwa kenaikan biaya jasa di sini terbilang cukup wajar untuk mengantisipasi kenaikan BBM atau inflasi," kata Ridzki.
Adapun kenaikan biaya jasa layanan pada KP 667/2022 tersebut paling tinggi sebesar 33,43% yang terdapat pada zona 3 seperti di Kalimantan, Sulawesi, Nusra, Maluku, dan Papua. Sedangkan di zona 2 kenaikan sebesar 13,33% untuk wilayah Jabodetabek, sedangkan untuk zona 1 sebesar 14,29% untuk wilayah Sumatra, Jawa (ex Jabodetabek) dan Bali.
"Tetapi kita pastikan (melalui kenaikan biaya pada KP 667) bahwa order dari penumpang tidak turun, bukan hanya kenaikan yang wajar, kami juga menyediakan berbagai promo untuk menarik penumpang," jelas Ridzki.
Sekadar informasi bahwa kenaikan biaya jasa minimal yang disebutkan di atas merupakan biaya langsung atau pendapatan bersih yang diterima oleh pengemudi per perjalan per kilometer.
President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengungkap bahwa kenaikan tarif untuk aplikasi jasa ojek online (ojol) yang terlalu tinggi bisa menggerus permintaan. Lantaran itu, ia mengingatkan bahwa perumusan besarannya harus diukur secara matang.
Ridzki mencontohkan, misalnya pada penerapan kenaikan biaya jasa ojek online yang tertuang dalam KP 564/2022, hal tersebut membuat kenaikan biaya jasa minimal hingga 50%. Sehingga berdasarkan survei yang dilakukan, hal itu justru membuat penurunan order.
"KP 564/2022 dikeluarkan Agustus, melalui uji sensitivitas kami yang dilakukan secara internal di ekosistem kami, kenaikan tersebut berpotensi menurunkan order 60-70% untuk trip jarak dekat," ujar Ridzki dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi V DPR RI, dikutip Selasa (8/11/2022).
Sehingga menurutnya kalau kenaikan tarif ojol terlalu tinggi, maka ada kemungkinan justru pendapatan mitra pengemudi turun. Karena masyarakat bisa berkurang untuk menggunakan jasa tersebut.
"Kemudian itu direvisi dalam KP 667/2022 yang disahkan September 2022, di sini kami menilai bahwa kenaikan biaya jasa di sini terbilang cukup wajar untuk mengantisipasi kenaikan BBM atau inflasi," kata Ridzki.
Adapun kenaikan biaya jasa layanan pada KP 667/2022 tersebut paling tinggi sebesar 33,43% yang terdapat pada zona 3 seperti di Kalimantan, Sulawesi, Nusra, Maluku, dan Papua. Sedangkan di zona 2 kenaikan sebesar 13,33% untuk wilayah Jabodetabek, sedangkan untuk zona 1 sebesar 14,29% untuk wilayah Sumatra, Jawa (ex Jabodetabek) dan Bali.
"Tetapi kita pastikan (melalui kenaikan biaya pada KP 667) bahwa order dari penumpang tidak turun, bukan hanya kenaikan yang wajar, kami juga menyediakan berbagai promo untuk menarik penumpang," jelas Ridzki.
Sekadar informasi bahwa kenaikan biaya jasa minimal yang disebutkan di atas merupakan biaya langsung atau pendapatan bersih yang diterima oleh pengemudi per perjalan per kilometer.
(uka)