Jebakan Betmen Pinjol Jerat Mahasiswa IPB, BPKN Desak Pemerintah Tingkatkan Pengawasan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menanggapi kasus ratusan mahasiswa/i Institut Pertanian Bogor ( IPB ) yang terjerat pinjaman online ( pinjol ) hingga miliaran rupiah, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendesak pemerintah untuk meningkatkan sinergi antar-otoritas dalam menyelenggarakan sistem perlindungan konsumen. Salah satu caranya dengan membuat aturan lebih rinci untuk kerangka kerja persetujuan akses data pribadi dan penggunaan data pribadi oleh penyelenggara P2P Lending.
Ketua BPKN Rizal Halim menjelaskan, para pahasiswa/i dan konsumen pada umumnya memilih pinjol sebagai alternatif kebutuhan masyarakat dikarenakan kemudahan dan kecepatan untuk mendapatkannya dibandingkan dengan lembaga keuangan lain. Maka dari itu, penting bagi mereka untuk mendapat edukasi lebih agar tidak masuk "jebakan batman".
"Masih kurangnya edukasi kepada konsumen dari pihak otoritas mengenai P2P lending makanya mereka mudah masuk 'Jebakan Batmen'. Apalagi seperti kasus di IPB, ditambah ada modus penipuan yang kemudian membuat mahasiswa terjerat pinjol," sambungnya.
Pinjaman online (pinjol) sendiri merupakan layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi yang dilakukan secara online tanpa perlu tatap muka. Cara ini memberikan kemudahan dan kecepatan dalam proses pengajuan kredit.
Berbagai permasalahanpun muncul karena kurangnya ketersediaan peraturan dan kebijakan yang menekankan kewajiban dan sanksi bagi pelaku usaha P2P lending dan literasi konsumen yang rendah. Dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen jasa pinjaman online, BPKN menilai pemerintah perlu membuat aturan yang lebih rinci.
BPKN juga meminta pengawasan P2P lending legal maupun ilegal dilakukan lebih ketat. Selanjutnya sosialisasi dan penindakan terhadap P2P lending ilegal.
Ketua BPKN Rizal Halim menjelaskan, para pahasiswa/i dan konsumen pada umumnya memilih pinjol sebagai alternatif kebutuhan masyarakat dikarenakan kemudahan dan kecepatan untuk mendapatkannya dibandingkan dengan lembaga keuangan lain. Maka dari itu, penting bagi mereka untuk mendapat edukasi lebih agar tidak masuk "jebakan batman".
"Masih kurangnya edukasi kepada konsumen dari pihak otoritas mengenai P2P lending makanya mereka mudah masuk 'Jebakan Batmen'. Apalagi seperti kasus di IPB, ditambah ada modus penipuan yang kemudian membuat mahasiswa terjerat pinjol," sambungnya.
Pinjaman online (pinjol) sendiri merupakan layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi yang dilakukan secara online tanpa perlu tatap muka. Cara ini memberikan kemudahan dan kecepatan dalam proses pengajuan kredit.
Berbagai permasalahanpun muncul karena kurangnya ketersediaan peraturan dan kebijakan yang menekankan kewajiban dan sanksi bagi pelaku usaha P2P lending dan literasi konsumen yang rendah. Dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen jasa pinjaman online, BPKN menilai pemerintah perlu membuat aturan yang lebih rinci.
BPKN juga meminta pengawasan P2P lending legal maupun ilegal dilakukan lebih ketat. Selanjutnya sosialisasi dan penindakan terhadap P2P lending ilegal.
(uka)