Usai Startup, Badai PHK Bisa Menerjang Sektor Properti dan Otomotif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fenomena badai pemutusan hubungan kerja ( PHK ) kian marak terjadi di Indonesia, baik dari sektor tekstil, pakaian jadi, hingga digital. Menyikap fenomena itu, pemerintah diminta segera mengambil langkah cepat untuk menanganinya sebab tak menutup kemungkinan PHK juga akan terjadi di sektor lain.
"Pemerintah harus segera mengeluarkan paket kebijakan untuk mengantisipasi PHK massal ini, dan tidak menutup kemungkinan sektor yang rentan misalnya, dengan kenaikan suku bunga, seperti sektor properti, kendaraan bermotor, dan konstruksi akan melakukan efisiensi atau pengurangan jumlah karyawan," ujar ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Bhima menyebutkan bahwa untuk menghentikan gelombang PHK tersebut, isi dari paket kebijakan yang penting adalah yang pertama, soal relaksasi pajak. Pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% harapannya bisa berkurang menjadi 8%.
"Sehingga masyarakat khususnya kelas menengah atas yang selama ini menahan belanja bisa membelanjakan uangnya," ungkap Bhima.
Kemudian, yang kedua, membantu dari sisi subsidi upah, khususnya bagi para pekerja di sektor padat karya, sebab pelaku usahanya mungkin tidak mampu membayar sesuai dengan upah minimum, sehingga selisih tersebut bisa ditutupi dengan subsidi upah.
"Idealnya besaran subsidi upah bisa di atas Rp1 juta per pekerja. Juga harus memperhatikan subsidi upah bagi pekerja di sektor informal yang tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan atau belum tercatat sebagai penerima bantuan subsidi upah (BSU)," jelas Bhima.
Yang ketiga, sebut dia, perlu memberikan diskon utilitas di sektor padat karya yang meliputi tarif listrik. "Khususnya tarif listrik di beban puncak, harapannya bisa mendapatkan diskon 60% dari PLN," tandasnya.
"Pemerintah harus segera mengeluarkan paket kebijakan untuk mengantisipasi PHK massal ini, dan tidak menutup kemungkinan sektor yang rentan misalnya, dengan kenaikan suku bunga, seperti sektor properti, kendaraan bermotor, dan konstruksi akan melakukan efisiensi atau pengurangan jumlah karyawan," ujar ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Bhima menyebutkan bahwa untuk menghentikan gelombang PHK tersebut, isi dari paket kebijakan yang penting adalah yang pertama, soal relaksasi pajak. Pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% harapannya bisa berkurang menjadi 8%.
"Sehingga masyarakat khususnya kelas menengah atas yang selama ini menahan belanja bisa membelanjakan uangnya," ungkap Bhima.
Kemudian, yang kedua, membantu dari sisi subsidi upah, khususnya bagi para pekerja di sektor padat karya, sebab pelaku usahanya mungkin tidak mampu membayar sesuai dengan upah minimum, sehingga selisih tersebut bisa ditutupi dengan subsidi upah.
"Idealnya besaran subsidi upah bisa di atas Rp1 juta per pekerja. Juga harus memperhatikan subsidi upah bagi pekerja di sektor informal yang tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan atau belum tercatat sebagai penerima bantuan subsidi upah (BSU)," jelas Bhima.
Yang ketiga, sebut dia, perlu memberikan diskon utilitas di sektor padat karya yang meliputi tarif listrik. "Khususnya tarif listrik di beban puncak, harapannya bisa mendapatkan diskon 60% dari PLN," tandasnya.
(uka)