Libatkan Ribuan Masyarakat Perkampungan, Begini Rantai Industri Pembuatan Hijab
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, industri hijab di Tanah Air sangat prospektif dan bisa berkontribusi menggerakkan perekonomian mulai skala rumah tangga hingga ekonomi nasional.
Merujuk data demografi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebesar 86,9% dari sekitar 273 juta jiwa penduduk Indonesia beragama Islam. Dengan jumlah penduduk muslim yang banyak, khususnya muslimah, potensi pasar hijab pun kian merekah.
Data teranyar World Economic Forum (WEF) transaksi hijab di Indonesia mencapai 1 miliar lembar per tahun atau setara lebih dari Rp91 triliun. Namun, hanya 25% yang berasal dari produksi lokal, suatu potensi besar untuk ekonomi nasional yang belum dioptimalkan.
Melihat besarnya potensi perkembangan ekonomi melalui para pelaku UKM, social commerce Evermos berharap lebih banyak masyarakat yang mendukung produk-produk lokal, salah satunya hijab.
CEO & Co-Founder Evermos Ghufron Mustaqim mengatakan, kontribusi social commerce terhadap ekonomi Indonesia mencapai USD12 miliar.
“Evermos sebagai social commerce nomor satu di Indonesia saat ini, tentu kita ingin senantiasa memperbesar kontribusi kami dalam perekonomian nasional, membantu menjualkan produk-produk halal brand lokal melalui jaringan reseller kami,” ujarnya melalui siaran pers, dikutip Jumat (2/12/2022).
Mengangkat potensi hijab lokal, Evermos bekerja sama dengan produser kenamaan Hanung Bramantyo meluncurkan film dokumenter pendek yang mengangkat kisah-kisah para pelaku industri hijab di dalam negeri.
Mulai dari pebisnis, pelaku UMKM, perancang busana, pemotong kain, penjahit, hingga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno memberikan sudut pandangnya dalam film berdurasi kurang dari 25 menit itu. Film ini dapat diakses secara bebas di kanal YouTube Evermos.
Melalui film ini juga membuka mata bahwa industri hijab dalam negeri dapat menciptakan snowball effect untuk memajukan perekonomian nasional.
Proses pembuatan selembar hijab terkesan sederhana tapi sebetulnya melalui beberapa tahap yang teliti dan melibatkan banyak elemen masyarakat.
ZM Zaskia Mecca, salah satu brand hijab dan pakaian muslim di Indonesia, mampu menjual 70.000 potong setiap bulan dengan kisaran harga Rp100.000 per produk.
Mereka memproduksi barang-barangnya di dalam negeri dengan menggunakan kombinasi antara cloud manufacturing dan fabrikasi konvensional.
“Pertama, kita beli bahan ke pabrik, kemudian di-print atau dicelup warnanya, setelah itu akan dikirim ke pusat-pusat produksinya. Untuk pusat produksi ini, kita ada beberapa tempat dan juga mitra penjahit,” kata CEO brand ZM Zaskia Mecca Haykal Kamil.
Salah satu tempat pusat produksi tersebut adalah perusahaan yang didirikan oleh Yus Ansari, pemilik brand Ansania. Yus menciptakan sistem produksi yang efisien secara ongkos, produktif dengan tingkat produksi mencapai 150.000 pakaian per hari, fleksibel dalam mengikuti perubahan permintaan pasar, serta mampu menjaga kualitas terbaik.
Dia membagi proses pengerjaan hijab menjadi dua yakni pekerjaan dengan intensitas tinggi namun mudah dan pekerjaan yang memerlukan keterampilan tinggi. Pekerjaan mudah dibagikan kepada komunitas penjahit konvensional, sementara pekerjaan yang sulit dilakukan di pabrik.
Sistem ini kemudian dapat diakses dan dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan lainnya dari jarak jauh, seperti ZM Zaskia Mecca dengan kantor sejauh 150 km dari perusahaan Yus. Sistem ini dikenal dengan istilah cloud manufacturing.
“Kami membangun gudang di wilayah perkampungan, lalu pekerjaannya kami sebar (outsource) kepada ribuan masyarakat sekitar," ungkap Yus.
Setelah diproses di pabrik lebih lanjut, hijab yang sudah jadi dikirimkan ke perusahaan-perusahaan ritel. Dengan cara ini, setiap Rp37.000 yang dihasilkan per satu potong produk dapat berdampak untuk masyarakat perkampungan.
Sementara itu, mengacu pada data di artikel WEF, belanja modest fashion atau fesyen islami seperti hijab telah tumbuh sebesar 5,7% pada tahun 2021, dari USD279 miliar menjadi USD295 miliar. Pada tahun ini diperkirakan akan meningkat hingga 6%, yaitu menjadi USD313 miliar.
“Proyeksi ini membuktikan besarnya pasar hijab dunia. Oleh karena itu, peluang usaha ini harus dioptimalkan untuk membuka lapangan kerja dan peluang usaha,” kata Menparekraf Sandiaga Uno.
Potensi ini baru dari satu dari sekian banyak jenis produk yang ditujukan untuk pasar muslim. Masih ada beberapa potensi lainnya seperti travel, kosmetik, makanan, kesehatan, dan peralatan ibadah.
Sebagai social commerce yang juga dikenal sebagai reseller platform, Evermos terlahir dengan slogan "everyday needs for every moslem".
Dengan semangat tersebut, saat ini Evermos telah menyediakan lebih dari 100.000 produk halal berkualitas dan dibuat oleh setidaknya 1000 brand lokal.
Produk-produk yang dapat diakses melalui aplikasi ini siap dijual kembali oleh ratusan ribu reseller kepada para konsumen di seluruh Indonesia.
“Masih ada 9 juta penduduk Indonesia yang belum memiliki pekerjaan. Apabila ada lebih banyak produk yang dapat kita buat di dalam negeri, akan semakin banyak lapangan pekerjaan dan peluang usaha yang dapat kita ciptakan,” tandas Ghufron.
Merujuk data demografi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebesar 86,9% dari sekitar 273 juta jiwa penduduk Indonesia beragama Islam. Dengan jumlah penduduk muslim yang banyak, khususnya muslimah, potensi pasar hijab pun kian merekah.
Data teranyar World Economic Forum (WEF) transaksi hijab di Indonesia mencapai 1 miliar lembar per tahun atau setara lebih dari Rp91 triliun. Namun, hanya 25% yang berasal dari produksi lokal, suatu potensi besar untuk ekonomi nasional yang belum dioptimalkan.
Melihat besarnya potensi perkembangan ekonomi melalui para pelaku UKM, social commerce Evermos berharap lebih banyak masyarakat yang mendukung produk-produk lokal, salah satunya hijab.
CEO & Co-Founder Evermos Ghufron Mustaqim mengatakan, kontribusi social commerce terhadap ekonomi Indonesia mencapai USD12 miliar.
“Evermos sebagai social commerce nomor satu di Indonesia saat ini, tentu kita ingin senantiasa memperbesar kontribusi kami dalam perekonomian nasional, membantu menjualkan produk-produk halal brand lokal melalui jaringan reseller kami,” ujarnya melalui siaran pers, dikutip Jumat (2/12/2022).
Baca Juga
Mengangkat potensi hijab lokal, Evermos bekerja sama dengan produser kenamaan Hanung Bramantyo meluncurkan film dokumenter pendek yang mengangkat kisah-kisah para pelaku industri hijab di dalam negeri.
Mulai dari pebisnis, pelaku UMKM, perancang busana, pemotong kain, penjahit, hingga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno memberikan sudut pandangnya dalam film berdurasi kurang dari 25 menit itu. Film ini dapat diakses secara bebas di kanal YouTube Evermos.
Melalui film ini juga membuka mata bahwa industri hijab dalam negeri dapat menciptakan snowball effect untuk memajukan perekonomian nasional.
Proses pembuatan selembar hijab terkesan sederhana tapi sebetulnya melalui beberapa tahap yang teliti dan melibatkan banyak elemen masyarakat.
ZM Zaskia Mecca, salah satu brand hijab dan pakaian muslim di Indonesia, mampu menjual 70.000 potong setiap bulan dengan kisaran harga Rp100.000 per produk.
Mereka memproduksi barang-barangnya di dalam negeri dengan menggunakan kombinasi antara cloud manufacturing dan fabrikasi konvensional.
“Pertama, kita beli bahan ke pabrik, kemudian di-print atau dicelup warnanya, setelah itu akan dikirim ke pusat-pusat produksinya. Untuk pusat produksi ini, kita ada beberapa tempat dan juga mitra penjahit,” kata CEO brand ZM Zaskia Mecca Haykal Kamil.
Salah satu tempat pusat produksi tersebut adalah perusahaan yang didirikan oleh Yus Ansari, pemilik brand Ansania. Yus menciptakan sistem produksi yang efisien secara ongkos, produktif dengan tingkat produksi mencapai 150.000 pakaian per hari, fleksibel dalam mengikuti perubahan permintaan pasar, serta mampu menjaga kualitas terbaik.
Dia membagi proses pengerjaan hijab menjadi dua yakni pekerjaan dengan intensitas tinggi namun mudah dan pekerjaan yang memerlukan keterampilan tinggi. Pekerjaan mudah dibagikan kepada komunitas penjahit konvensional, sementara pekerjaan yang sulit dilakukan di pabrik.
Sistem ini kemudian dapat diakses dan dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan lainnya dari jarak jauh, seperti ZM Zaskia Mecca dengan kantor sejauh 150 km dari perusahaan Yus. Sistem ini dikenal dengan istilah cloud manufacturing.
“Kami membangun gudang di wilayah perkampungan, lalu pekerjaannya kami sebar (outsource) kepada ribuan masyarakat sekitar," ungkap Yus.
Setelah diproses di pabrik lebih lanjut, hijab yang sudah jadi dikirimkan ke perusahaan-perusahaan ritel. Dengan cara ini, setiap Rp37.000 yang dihasilkan per satu potong produk dapat berdampak untuk masyarakat perkampungan.
Sementara itu, mengacu pada data di artikel WEF, belanja modest fashion atau fesyen islami seperti hijab telah tumbuh sebesar 5,7% pada tahun 2021, dari USD279 miliar menjadi USD295 miliar. Pada tahun ini diperkirakan akan meningkat hingga 6%, yaitu menjadi USD313 miliar.
“Proyeksi ini membuktikan besarnya pasar hijab dunia. Oleh karena itu, peluang usaha ini harus dioptimalkan untuk membuka lapangan kerja dan peluang usaha,” kata Menparekraf Sandiaga Uno.
Potensi ini baru dari satu dari sekian banyak jenis produk yang ditujukan untuk pasar muslim. Masih ada beberapa potensi lainnya seperti travel, kosmetik, makanan, kesehatan, dan peralatan ibadah.
Sebagai social commerce yang juga dikenal sebagai reseller platform, Evermos terlahir dengan slogan "everyday needs for every moslem".
Dengan semangat tersebut, saat ini Evermos telah menyediakan lebih dari 100.000 produk halal berkualitas dan dibuat oleh setidaknya 1000 brand lokal.
Produk-produk yang dapat diakses melalui aplikasi ini siap dijual kembali oleh ratusan ribu reseller kepada para konsumen di seluruh Indonesia.
“Masih ada 9 juta penduduk Indonesia yang belum memiliki pekerjaan. Apabila ada lebih banyak produk yang dapat kita buat di dalam negeri, akan semakin banyak lapangan pekerjaan dan peluang usaha yang dapat kita ciptakan,” tandas Ghufron.
(ind)