Profesor Unpad Kritik Rencana Penghentian Operasional Argo Parahyangan
loading...
A
A
A
BANDUNG - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Arief Anshory Yusuf menilai, rencana pemerintah menyuntik mati KA Argo Parahyangan , menyusul beroperasinya Kereta Cepat Jakarta Bandung , bukan langkah tepat. Pemerintah mestinya memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih.
Dia mengatakan, pemerintah jangan terburu-buru mematikan operasional KA Argo Parahyangan saat kereta cepat. “Biarkan konsumen memilih dahulu kereta cepat atau Argo Parahyangan. Bila betul nanti kereta cepat lebih baik, maka konsumen akan beralih secara alamiah. Jangan terburu-buru kalau belum jelas terbukti. Kebijakan jangan hanya dibikin berbasis asumsi,” kata Arief dikutip dari Kanal Media Unpad, Jumat (9/12/2022).
Dia menilai, layanan kereta cepat dan Argo Parahyangan tidak persis sama dan ada heterogenitas dalam kebutuhan konsumen pengguna. Argo Parahyangan memberikan transportasi dari pusat kota ke pusat kota, dalam hal ini dari Stasiun Bandung ke Stasiun Gambir, tanpa harus transit menggunakan moda transportasi pengumpan (feeder).
Jika pemerintah tetap memaksakan untuk menutup layanan Argo Parahyangan, Arief berpendapat, secara ekonomi, sangat mungkin akan banyak segmen penumpang beralih ke moda transportasi lain, salah satunya adalah angkutan shuttle bus.
Menutup layanan Argo Parahyangan yang mampu mengangkut sekira 8.000 penumpang per hari untuk beralih ke layanan kereta cepat dengan target angkut 30.000 penumpang per hari bukan menjadi solusi yang baik.
Lebih lanjut Ketua Dewan Profesor Unpad tersebut menjelaskan, sebagai monopoli jasa perkeretaapian di Indonesia, pemerintah melalui PT KAI perlu memerhatikan kepentingan konsumen ketimbang pemilik modal. Menghilangkan Argo Parahyangan menurutnya akan berpotensi menyengsarakan konsumen.
“Monopoli yang terjadi secara alami seperti jasa kereta api ini perlu diregulasi atau dikelola monopolinya oleh negara agar kepentingan konsumen terjaga. Tetapi kalau pengelolaan monopoli ini malah mengabaikan kepentingan konsumen, ini jadi regulasi monopoli salah kaprah. Kalau struktur pasarnya ada pesaing, masyarakat akan punya alternatif. Tetapi ini kan tidak,” tegasnya.
Alternatif solusi yang bisa dilakukan salah satunya meningkatkan aksesibilitas kereta cepat dan meningkatkan efisiensi dan kenyamanan dari transportasi pengumpan agar penumpang dapat beralih secara alamiah ke kereta cepat. “Pastikan agar waktu tempuh point-to-point jauh lebih cepat daripada Argo. Misalnya, feeder-nya harus super-efisien dan memberikan kenyamanan pada penumpang, sehingga penumpang punya pilihan tanpa perlu mematikan alternatif moda lain,” jelasnya.
Dia mengatakan, pemerintah jangan terburu-buru mematikan operasional KA Argo Parahyangan saat kereta cepat. “Biarkan konsumen memilih dahulu kereta cepat atau Argo Parahyangan. Bila betul nanti kereta cepat lebih baik, maka konsumen akan beralih secara alamiah. Jangan terburu-buru kalau belum jelas terbukti. Kebijakan jangan hanya dibikin berbasis asumsi,” kata Arief dikutip dari Kanal Media Unpad, Jumat (9/12/2022).
Dia menilai, layanan kereta cepat dan Argo Parahyangan tidak persis sama dan ada heterogenitas dalam kebutuhan konsumen pengguna. Argo Parahyangan memberikan transportasi dari pusat kota ke pusat kota, dalam hal ini dari Stasiun Bandung ke Stasiun Gambir, tanpa harus transit menggunakan moda transportasi pengumpan (feeder).
Jika pemerintah tetap memaksakan untuk menutup layanan Argo Parahyangan, Arief berpendapat, secara ekonomi, sangat mungkin akan banyak segmen penumpang beralih ke moda transportasi lain, salah satunya adalah angkutan shuttle bus.
Menutup layanan Argo Parahyangan yang mampu mengangkut sekira 8.000 penumpang per hari untuk beralih ke layanan kereta cepat dengan target angkut 30.000 penumpang per hari bukan menjadi solusi yang baik.
Lebih lanjut Ketua Dewan Profesor Unpad tersebut menjelaskan, sebagai monopoli jasa perkeretaapian di Indonesia, pemerintah melalui PT KAI perlu memerhatikan kepentingan konsumen ketimbang pemilik modal. Menghilangkan Argo Parahyangan menurutnya akan berpotensi menyengsarakan konsumen.
“Monopoli yang terjadi secara alami seperti jasa kereta api ini perlu diregulasi atau dikelola monopolinya oleh negara agar kepentingan konsumen terjaga. Tetapi kalau pengelolaan monopoli ini malah mengabaikan kepentingan konsumen, ini jadi regulasi monopoli salah kaprah. Kalau struktur pasarnya ada pesaing, masyarakat akan punya alternatif. Tetapi ini kan tidak,” tegasnya.
Alternatif solusi yang bisa dilakukan salah satunya meningkatkan aksesibilitas kereta cepat dan meningkatkan efisiensi dan kenyamanan dari transportasi pengumpan agar penumpang dapat beralih secara alamiah ke kereta cepat. “Pastikan agar waktu tempuh point-to-point jauh lebih cepat daripada Argo. Misalnya, feeder-nya harus super-efisien dan memberikan kenyamanan pada penumpang, sehingga penumpang punya pilihan tanpa perlu mematikan alternatif moda lain,” jelasnya.
(uka)