Tak Mau Ruwet, Alfi Minta Izin Angkutan Multimoda Cukup Registrasi

Sabtu, 11 Juli 2020 - 20:30 WIB
loading...
Tak Mau Ruwet, Alfi...
Alfi minta aturan izin operasi multimoda dipermudah. Foto/Dok/Ilustrasi.
A A A
JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (Alfi) meminta agar operator angkutan multimoda tidak dibebani aturan penerbitan izin dan membentuk badan hukum baru untuk memulai kegiatan operasi angkutan multimoda. Sebaiknya, hanya perlu melaukan registrasi saja sesuai kesepakatan pimpinan negara anggota negara-negara ASEAN (ASEAN Framework Agreement on Multimodal Transport/ AFAMT).

"Tidak hanya negara-negara ASEAN saja, bahkan hampir semua negara di dunia telah mengadopsi sistem angkutan multimoda sesuai pedoman yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu handbook of multimodal transport operation yang diterbitkan UN-ESCAP," ujar Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional dan Pengembangan Kapasitas Dewan Pengurus Pusat Alfi Iman Gandi, di Jakarta, Sabtu (11/7/2020).



Pihaknya meminta agar pemerintah dalam membuat kebijakan dan menerapkan sistem angkutan multimoda dapat mengadopsi negara-negara anggota ASEAN yang telah bersepakat dalam kesepakatan AFAMT.

Sementara itu Ketua Umum Alfi Yukki N. Hanafi mengatakan, sebaiknya Indonesia mencontoh, negara di Asia yang paling awal membuat regulasi angkutan multimoda adalah India. Sebab, sejak tahun 1992 India telah menerbitkan Registration of Multimodal Transport Operators Rules. "Jadi bukan izin baru lagi seperti di Indonesia," ujar Chairman ASEAN Federation of Forwarders Associations itu.

Dia mengatakan dalam sistem angkutan multimoda ditegaskan kebijakan registrasi karena siapa saja bisa bertindak sebagai MTO seperti perusahaan forwarding, trucking, train company, shipping dan airline yang memberikan layanan hingga door to door. "Sebab itu, kita harus memahami bahwa angkutan multimoda adalah salah satu sistem yang biasa digunakan forwarding dalam memberikan layanan door to door," kata dia.

Dia menilai permasalahan di Indonesia saat ini adalah terjadinya kesalahan kebijakan mulai dari Undang-Undang pelayaran, penerbangan, perkeretaapian dan lalu lintas angkutan di jalan. "Dari definisinya sudah tidak tepat, atau tidak sesuai dengan konvensi internasional, sehingga peraturan turunannya baik peraturan pemerintah dan pereaturan menteri akan semakin bias," tandasnya.

Dia mengatakan apabila kebijakan yang ada saat ini dipaksakan berlaku seperti Permenhub No.8 Tahun 2012 akan ada dualisme kebijakan, karena sejak perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) ada pada tahun 1988 hingga terbit Permenhub No.49 Tahun 2017, perusahaan JPT adalah pelaku angkutan multimoda. Apabila mengubah empat Undang-Undang yakni pelayaran, penerbangan, perkeretaapian dan lalu lintas angkutan di jalan dan PP No. 8 Tahun 2011 cukup memerlukan waktu yang lama.

"Maka dari itu, kami berharap Kemenhub bisa tegas dengan menggabungkan dua peraturan tersebut atau menghapus kebijakan yang tumpang tindih. Bila tidak segera diselesaikan, kita akan ketinggalan dengan negara tetangga yang sudah siap membangun konektivitas angkutan di ASEAN pada 2025," ungkapnya.

Seperti diketahui, ASEAN Federation of Forwarders Associations ialah mitra sekretariat ASEAN dalam Transport Facilitation Working Group dan implementasi dari AFAMT di kawasan. Sebagai informasi, Alfi juga sebagai member aktif dari Federation of Asia Pacific AIrcargo Association dan International Federation of Freight Forwarders Association.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1260 seconds (0.1#10.140)