Jaga Inflasi dan Stabilitas Rupiah, Ekonom Nilai Wajar BI Naikkan Suku Bunga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan kembali suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 5,5% dinilai sebagai hal wajar. Pasalnya, langkah itu diambil guna memastikan inflasi khususnya inflasi inti tetap dalam target sasaran tren inflasi BI.
"Selain itu kita juga melihat bagaimana kenaikan suku bunga Bank Indonesia ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam hal menjaga selisih suku bunga antara BI dengan The Fed," ujar Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat Market Review, Jumat (23/12/2022).
Sebagai informasi, bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed diperkirakan masih akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuannya pada tahun depan.
"Sehingga saya pikir kenaikan suku bunga ini tepat mempertimbangkan upaya untuk bisa menjangkar ekspektasi inflasi dan juga menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Di mana kedua faktor tersebut diharapkan tetap mendukung momentum pertumbuhan ekonomi khususnya tahun depan," bebernya.
Sebelumnya, Ekonom dan Co-Founder serta Dewan Pakar ISED Ryan Kiryanto juga menilai langkah BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,5% merupakan keputusan yang tepat, antisipatif dan forward looking.
Dia menuturkan, dengan ekspektasi inflasi inti dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) ke depan yang terkendali sesuai target yang 3% +/- 1, di tengah masih tingginya inflasi global, terutama di negara-negara maju (AS dan Eropa), BI bertindak taktis antisipatif menaikkan BI Rate hanya 25 bps.
Hal itu mengingat ekspektasi inflasi global yang masih tinggi dan akan diikuti kenaikan suku bunga acuan global meskipun dengan tingkat agresivitas yang berkurang.
"Keyakinan ekspektasi inflasi domestik yang melandai menuju sasaran jangkar inflasi yang 3% merupakan resultan pengetatan kebijakan moneter BI dalam beberapa bulan terakhir melalui kenaikan BI Rate dan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap serta pengendalian inflasi oleh Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah dibarengi pengendalian inflasi pangan," papar Ryan.
"Selain itu kita juga melihat bagaimana kenaikan suku bunga Bank Indonesia ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam hal menjaga selisih suku bunga antara BI dengan The Fed," ujar Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat Market Review, Jumat (23/12/2022).
Sebagai informasi, bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed diperkirakan masih akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuannya pada tahun depan.
"Sehingga saya pikir kenaikan suku bunga ini tepat mempertimbangkan upaya untuk bisa menjangkar ekspektasi inflasi dan juga menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Di mana kedua faktor tersebut diharapkan tetap mendukung momentum pertumbuhan ekonomi khususnya tahun depan," bebernya.
Sebelumnya, Ekonom dan Co-Founder serta Dewan Pakar ISED Ryan Kiryanto juga menilai langkah BI menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,5% merupakan keputusan yang tepat, antisipatif dan forward looking.
Dia menuturkan, dengan ekspektasi inflasi inti dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) ke depan yang terkendali sesuai target yang 3% +/- 1, di tengah masih tingginya inflasi global, terutama di negara-negara maju (AS dan Eropa), BI bertindak taktis antisipatif menaikkan BI Rate hanya 25 bps.
Hal itu mengingat ekspektasi inflasi global yang masih tinggi dan akan diikuti kenaikan suku bunga acuan global meskipun dengan tingkat agresivitas yang berkurang.
"Keyakinan ekspektasi inflasi domestik yang melandai menuju sasaran jangkar inflasi yang 3% merupakan resultan pengetatan kebijakan moneter BI dalam beberapa bulan terakhir melalui kenaikan BI Rate dan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) secara bertahap serta pengendalian inflasi oleh Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah dibarengi pengendalian inflasi pangan," papar Ryan.
(ind)